Perlunya Penanganan yang Cepat Terhadap Masalah Stunting di Indonesia

Elvira Stefanie
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
18 November 2020 12:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elvira Stefanie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perlunya Penanganan yang Cepat Terhadap Masalah Stunting di Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan dan perkembangan badan yang sehat adalah hak dasar setiap anak, baik secara fisik maupun mental. Namun, nyatanya tidak semua anak dapat mendapatkan hak tersebut secara penuh. Seperti halnya masalah stunting yang menyerang anak atau balita dan menjadi permasalahan dunia yang tak kunjung selesai terutama di negara-negara berkembang. Bahaya stunting mengancam anak-anak dan bangsa kita.
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak bisa kita hindari bahwa nyatanya di tahun 2017, 159 juta anak dunia mengalami stunting dan 9 juta diantaranya adalah anak di Indonesia. Kemudian di tahun 2019, prevalensi stunting anak Indonesia menunjukan 26,67 persen. Artinya , 3 dari 10 anak Indonesia mengalami permasalahan stunting. Standar batas yang ditetapkan WHO untuk stunting adalah 20 persen. Sehingga dengan angka 26,67 persen yang dimiliki Indonesia ini masih gagal dan masih melewati batas standar.
Ditambah lagi bahwa akibat pandemi Covid-19, permasalahan gizi anak ini berisiko dari dampak sosio-ekonomi. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Ainia Herminiati ST M.Si, bahwa selama pandemi Covid-19 ini 24 juta anak lebih tinggi berisiko gizi buruk atau kurang gizi. Stunting juga menjadi permasalahan pangan yang tidak kunjung selesai.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, stunting adalah ketika balita lebih pendek dari standar tinggi badan seumurnya. Stunting disebabkan oleh kurangnya gizi dalam waktu yang lama pada 1000 hari pertama kehidupannya dari janin sampai anak berusia 2 tahun. Perkembangan otak dan fisik pada balita stunting menjadi terhambat. Mereka pun rentan terhadap penyakit. Akibatnya, anak stunting cenderung sulit berprestasi. Ketika dewasa, anak stunting mudah mengalami kegemukan sehingga beresiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan penyakit degenerasi lainnya.
Bagi Indonesia, kerugian akibat stunting mencapai sekitar 300 triliun rupiah pertahun. Namun, setiap ada permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Stunting bisa dicegah dengan memastikan kesehatan dan kecukupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan. Dimulai dari janin, sampai anak berusia 2 tahun. Ini bisa dicapai bila ibu hamil makan makanan yang bergizi seimbang, terutama makanan bersumber protein hewani agar janin sehat dan bayi lahir selamat. Ibu memberi bayinya ASI saja selama 6 bulan pertama. Lalu, dilanjutkan dengan beri makanan pendamping ASI dengan jumlah yang cukup. Mereka juga harus tinggal di lingkungan yang bersih dimana setiap orang menggunakan jamban yang sehat.
ADVERTISEMENT
Agar kondisi diatas terwujud, keluarga dan masyarakat perlu dukungan. Pemerintah perlu merevitalisasi posyandu sebagai sarana pendidikan gizi dan pemantauan tumbuh kembang anak atau pun balita. Kemudian dengan melatih para petugas kesehatan dan kader agar mampu mendidik masyarakat, memberi tablet tambah darah untuk ibu hamil serta vitamin A dan obat cacing untuk balita, memfasilitasi masyarakat agar setiap keluarga memiliki dan menggunakan jamban sehat serta mendidik masyarakat agar dapat mengolah dan menyimpan air minum yang aman.
Semua program ini adalah investasi yang sangat menguntungkan. Jika angka stunting dapat diturunkan, pertumbuhan ekonomi bisa ditingkatkan. Investasi untuk mencegah stunting menjanjikan keuntungan 48 kali lipat. Artinya jika kita berinvestasi 100 juta saja, keuntungannya bisa mencapai 4,8 miliar.
ADVERTISEMENT
Jadi, siapapun anda, baik petugas kesehatan, anggota DPR atau DPRD, orang tua, tokoh agama dan masyarakat, harus mulai berperan aktif dalam mencegah stunting. Pastikan anak-anak kita sehat, tumbuh tinggi dan berprestasi.