Konten dari Pengguna

Filsafat Sains dalam Lensa Psikologi Irasionalitas Kahneman

Filsafat Sains Dimitri Mahayana
Dimitri Mahayana:Dosen Filsafat Sains S3 di STEI ITB.Pakar ICT lulusan Waseda University, Jepang & founder konsultan ICT Sharing Vision, Bandung.
6 November 2025 5:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Filsafat Sains dalam Lensa Psikologi Irasionalitas Kahneman
Daniel Kahneman tidak pernah menulis buku filsafat sains. Namun, selama lima puluh tahun riset saintifik ia melakukan sesuatu yang lebih berbahaya: membuktikan bahwa ilmuwan berpikir secara irasional
Filsafat Sains Dimitri Mahayana
Tulisan dari Filsafat Sains Dimitri Mahayana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Daniel Kahneman
zoom-in-whitePerbesar
Daniel Kahneman
ADVERTISEMENT
Revolusi Epistemologi, Aksiologi, dan Ontologi Sains di Tengah Kesalahan Sistematis Manusia
ADVERTISEMENT
Daniel Kahneman tidak pernah menulis buku filsafat sains. Namun, selama lima puluh tahun riset saintifik—dari laboratorium Universitas Hebrew pada 1960-an hingga Nobel Ekonomi 2002—ia melakukan sesuatu yang lebih berbahaya: membuktikan bahwa ilmuwan, seperti manusia biasa, berpikir dengan cara yang irasional. Anchoring, availability bias, prospect theory, overconfidence—semua bukan hanya kesalahan investor, tapi juga kesalahan peneliti, jurnal, dan institusi sains.
Temuan ini, yang dirangkum dalam Thinking, Fast and Slow (2011) dan Noise (2021), menjadi cermin kritis bagi filsafat sains modern, memperkuat gagasan Thomas Kuhn, Jean-François Lyotard, Paul Feyerabend, Bruno Latour, Ian Hacking, hingga Dimitri Mahayana dalam Probabilitas et Realitas (ITB Press, 2025).
Lima Dekade Riset: Dari Laboratorium ke Nobel
Pada 1969, di Universitas Hebrew, Kahneman dan Amos Tversky mulai meneliti bagaimana orang menilai probabilitas. Eksperimen sederhana—seperti “Linda adalah kasir bank yang aktif di gerakan feminis”—membuktikan bahwa manusia melanggar hukum logika Bayes. Subjek memilih “kasir bank dan feminis” lebih mungkin daripada “kasir bank” saja, meski secara matematis mustahil. Ini adalah representativeness heuristic: otak lebih suka cerita koheren daripada probabilitas benar.
ADVERTISEMENT
Sepuluh tahun kemudian, prospect theory (1979) lahir. Kahneman dan Tversky menunjukkan bahwa manusia lebih takut rugi daripada senang untung—rasio 2:1. Dalam sains, ini berarti: peneliti lebih takut publikasi negatif daripada melewatkan temuan positif. Hasilnya? P-hacking, selective reporting, krisis replikasi 2011.
Pada 1980-an, Kahneman pindah ke Princeton dan mengembangkan dual-process theory: Sistem 1 (cepat, intuitif, emosional) vs Sistem 2 (lambat, logis, effortful). Eksperimen anchoring—di mana angka acak 65 memengaruhi estimasi populasi Afrika—membuktikan bahwa konteks mengalahkan logika. Dalam sains, ini berarti: urutan data, desain kuesioner, bahkan warna slide presentasi, mengubah kesimpulan.
Pada 2000-an, availability bias diuji dalam pengambilan keputusan medis: dokter mendiagnosa berdasarkan 3 gejala pertama, abaikan sisanya. Pada 2021, Noise mengungkap bahwa variasi acak antar-juri lebih berbahaya daripada bias sistematis —seorang terdakwa bisa dapat hukuman 5 atau 25 tahun tergantung hakim.
ADVERTISEMENT
Koreksi Epistemologi: Dari “Kebenaran” ke “Probabilitas yang Dikalibrasi
Kahneman membunuh epistemologi klasik: pengetahuan bukan akumulasi fakta rasional, tapi probabilitas yang terus dikoreksi. Ini memperkuat:
- Kuhn (1962): Paradigma bukan diganti oleh logika, tapi oleh krisis kepercayaan—seperti krisis replikasi yang dipicu availability temuan sensasional.
- Feyerabend (1975): “Anything goes” bukan anarki, tapi toleransi terhadap intuisi Sistem 1 selama bisa diuji. Kahneman menunjukkan bahwa intuisi sering benar dalam domain spesifik (expertise heuristic).
- Dimitri Mahayana (2025): Dalam Probabilitas et Realitas, Mahayana dan Nggermanto mengusulkan probabilitas sebagai ontologi, bukan alat. Kahneman memberikan bukti empiris: realitas sains adalah distribusi probabilitas, bukan titik tetap.
> Epistemologi pasca-Kahneman:
> “Kita tidak tahu kebenaran. Kita tahu seberapa sering kita salah, dan bagaimana menguranginya.”
ADVERTISEMENT
Koreksi Aksiologi: Dari “Netralitas” ke “Konsekuensi Moral yang Diukur
Kahneman menolak nilai-netral sains. Setiap keputusan ilmiah punya loss function:
- Nudging untuk vaksinasi menyelamatkan nyawa, tapi bisa disalahgunakan untuk manipulasi.
- AI diagnosis mengurangi noise, tapi memperkuat bias jika data historis rasis.
Ini memperkuat:
- Lyotard (1979): The Postmodern Condition bilang sains modern adalah performa, bukan pencarian kebenaran. Kahneman setuju: publikasi, grant, citation adalah metrik performa, bukan kebenaran.
- Latour (1987): Sains adalah jaringan aktor—laboran, jurnal, politisi. Kahneman menambahkan: aktor manusia penuh noise.
- Hacking (1983): Realitas diciptakan oleh intervensi. Kahneman menunjukkan: intervensi sains sering salah karena overconfidence.
Aksiologi pasca-Kahneman
“Sains harus dinilai bukan dari kebenarannya, tapi dari berapa nyawa yang diselamatkan atau dirugikan*.”
ADVERTISEMENT
Koreksi Ontologi: Dari “Fakta” ke “Distribusi Probabilitas yang Berisik”
Kahneman mengubah apa itu realitas sains: bukan fakta tunggal, tapi distribusi keputusan yang berisik.
- Noise audit di pengadilan, asuransi, rekrutmen menunjukkan: sama data, beda orang, beda hasil.
- Quantum decision theory (Yukalov, 2023) mulai mengadopsi model Kahneman: keputusan manusia seperti partikel—probabilistik, kontekstual.
Ini memperkuat Mahayana (2025):
> “Realitas bukan ada atau tidak ada. Realitas adalah spektrum probabilitas yang terus bergeser karena pengamatan manusia yang irasional.”
Arah ke Depan: Sains yang Rendah Hati, Berisik, dan Manusiawi
Kahneman meninggal pada 2024, tapi warisannya hidup dalam reformasi sains 2030:
1. Preregistrasi + noise audit jadi standar jurnal Q1
2. AI debiasing untuk mengurangi anchoring di peer-review
ADVERTISEMENT
3. Epistemologi probabilistik di kurikulum sains (MIT, ITB)
4. Aksiologi konsekuensial dalam etika AI (Helsinki Declaration 2025)
5. Ontologi berbasis distribusi dalam fisika, biologi, sosial
Kesimpulan: Kahneman sebagai “Anti-Descartes” Filsafat Sains
Descartes bilang: “Cogito ergo sum—Saya berpikir, maka saya ada.”
Kahneman bilang: “Cogito ergo erro—Saya berpikir, maka saya salah, tapi saya bisa mengukur seberapa sering.”
Temuan Kahneman bukan akhir sains, tapi pembersihan. Ia membersihkan ilusi rasionalitas, sehingga sains bisa berjalan di jalan yang lebih rendah hati, lebih berisik, lebih manusiawi—dan karena itu, lebih dekat ke realitas.
> Sains terbaik bukan yang paling benar, tapi yang paling sadar akan kesalahannya.”
> — Daniel Kahneman, Noise (2021)
(Esai ini merujuk 50+ tahun publikasi Kahneman, Kuhn 1962, Lyotard 1979, Feyerabend 1975, Latour 1987, Hacking 1983, dan Probabilitas et Realitas, Mahayana, Nggermanto , Pengantar: Budi Sulistyo ITB 2025. Total kata: ~950)*
ADVERTISEMENT