Menerapkan Prinsip “Untung” Orang Indonesia kala Pandemi

Finola Ifani Putri
Mahasiswa Jurnalistik, Universitas Padjadjaran
Konten dari Pengguna
30 April 2020 19:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Finola Ifani Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hujan mengguyur Jakarta di Jumat siang, saya hanya berdiam diri ditemani secangkir kopi dan Akhir Cerita Cinta Glenn Fredly. Mengumpulkan sisa-sisa kesabaran yang saya miliki untuk tidak mengutuk tahun 2020 ini. Baru memasuki bulan keempat, banyak sekali tragedi, derita dan kemalangan yang dihidangkan. Menenggelamkan Jakarta, merenggut Kobe Bryant dan putrinya, membakar hutan di Australia, menghadirkan Covid-19 hingga Glenn Fredly yang pergi secara tiba-tiba. Berkali-kali menghela napas mengingat terlalu banyak orang berkorban jiwa, harta dan air mata.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, sebagai orang Indonesia, kita mengenal prinsip “untung” yang sudah ada entah sejak kapan. Kata “untung” menjadi sisi lain dari sebuah musibah. Ketika saya duduk di sekolah dasar, tidak terhitung berapa banyak makanan yang sering saya jatuhkan. Dengan refleks teman saya mengambil makanan itu dan berkata “untung belum lima menit”. Ternyata bukan hanya teman saya saja yang memegang prinsip tersebut, mama saya pun menerapkan prinsip itu. Suatu ketika saya terjatuh dari sepeda dan membuat tangan kiri saya terkilir. “Untung tangan kiri kamu yang terkilir, kalau tangan kanan nanti kamu ga bisa menulis,” seru mama saya dengan nada suara yang tinggi.
Maka dari itu, kata “untung” menjadi pelajaran dalam menghadapi pandemi ini. Menerapkan prinsip “untung” yang sering disebut-sebut oleh orang Indonesia, maka pandemi ini tidak hanya terkait hal-hal negatif, masih ada “untung-untung” lainnya yang perlu disadari. Kebijakan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah sebagai upaya mencegah persebaran Covid-19 sudah diserukan sejak 15 Maret lalu. Dilansir dari Mongabay, pada 6 April Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengatakan bahwa kualitas udara di Jakarta masuk pada kategori baik, setelah hampir 28 tahun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih menyatakan ada penurunan tonase sampah di DKI Jakarta sebanyak 620 ton per hari sejak diberlakukan kebijakan Work From Home. “Kebijakan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah membuat sampah berkurang terutama dari sumber komersial, seperti dari hotel, mal, restoran, perkantoran, dan tempat wisata,” jelas Andono yang dikutip dari Tirto.id.
Mengacu dari prinsip orang Indonesia, maka kota Jakarta pun kebagian “untung” di tengah pandemi ini. Coba bayangkan apabila pandemi ini tidak bertamu ke Indonesia, akankah saya temui pemberitaan mengenai kualitas udara yang membaik dan penurunan tonase sampah di DKI Jakarta? Oleh karena itu sebagai orang Indonesia tulen, saya mencoba menerapkan prinsip “untung” dan mencari hal-hal positif yang dibawa Covid-19.
ADVERTISEMENT
Jakarta Lengang
Sebagai seorang sales, menurut Fahrul “untung” yang ia dapatkan dari pandemi ini adalah jalanan di Jakarta tidak macet atau lengang. Perusahaan tempatnya bekerja belum menerapkan work from home, ia pun harus tetap mengajak sepeda motornya untuk mengantarkan barang dari satu toko ke toko lainnya. Meskipun begitu, ia mengaku kondisi Jakarta dengan berkurangnya penampakan kendaraan seperti sekarang dapat menghemat waktu dan rasa lelahnya.
“Saya mengantarkan barang ke tiga toko, biasanya dari rumah saya di Kalideres ke toko yang berada di Cilandak dan MT. Haryono memakan waktu kurang lebih 100 menit, kalau sekarang 60 menit saja sudah sampai. Sebelumnya, mengantarkan barang ke tiga toko selesai pukul 4 sore, sekarang sekitar pukul 2.30 siang saja sudah selesai,” jelas Fahrul.
ADVERTISEMENT
Jika kualitas udara Jakarta yang membaik dapat dinikmati warganya setelah hampir 28 tahun, maka jalanan lenggang menjadi persoalan yang berbeda. Ketika musim mudik tiba, kendaraan biasanya absen untuk memadati ruas-ruas jalan Jakarta. Namun, pada tahun 2020 ini, sepertinya masyarakat kota Jakarta mendapatkan bonus, mereka tidak perlu menunggu musim mudik untuk melihat kondisi jalan tanpa dipadati kendaraan.
Memiliki Banyak Waktu Berharga
Physical distancing sudah diterapkan oleh pemerintah, masyarakat diminta untuk tidak keluar rumah, berada dalam keramaian, apalagi duduk santai minum kopi di kafe dengan bergerombol. Mulyani, yang merupakan mahasiswa perantauan memilih untuk pulang ke rumah dibandingkan menetap di indekosnya. Melakukan segala sesuatu dari rumah membuatnya memiliki banyak waktu luang. Hal ini menjadi “untung” tersendiri baginya karena dapat semakin dekat dengan keluarga. Banyak aktivitas yang ia lakukan bersama-sama mulai dari memasak hingga bertukar cerita satu dengan lainnya.
ADVERTISEMENT
Kedekatan dengan keluarga sebagai hikmah dibalik wabah Covid-19 tidak hanya dirasakan oleh Mulyani. Mahasiswa perantauan lainnya bernama Indah pun mendapatkan “untung” tersebut. “Sebelumnya kan gua ngekos, jadi sekarang lebih banyak waktu bareng keluarga, terus juga lebih aware sama kesehatan diri sendiri dan hidup lebih sehat, kaya sering cuci tangan, makan makanan rumah, dan lebih banyak makan sayur sama buah,” kata Indah.
Mengumpulkan pundi-pundi pahala
Beribadah di rumah juga menjadi salah satu syarat physical distancing dalam memerangi pandemi ini. Marina yang merupakan seorang karyawan swasta menyadari “untung” yang ia dapat ketika melewati tempat-tempat ibadah. “Aku menjadi lebih bersyukur, ibadah lebih rajin. Karena Masjid saja ditutup, sedih melihatnya. Baru terketuk pintu hati ketika melihat Masjid ditutup, dahulu sebelum pandemi ini datang, mana ada pikiran seperti itu,” tutur Marina.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya pintu hati seseorang saja yang menjadi terbuka, pandemi ini ternyata dapat meningkatkan sisi manusiawi orang-orang. Karyawan swasta bernama Ryan menceritakan pengalamannya dalam membantu orang lain di tengah situasi ini. Kantor tempatnya bekerja sudah memberlakukan kebijakan work from home dan ia merasa sedih melihat para pekerja yang sudah tua di luar sana tetap harus mengadu nasib untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mengajak teman-temannya mengumpulkan dana, akhirnya mereka dapat membantu para pedagang kecil di daerah Cengkareng, Jakarta Barat. “Karena mereka mendapat penghasilannya harian, jadi dikasih biar mereka bisa tetap dirumah walaupun hanya beberapa hari,” kata Ryan.
Annisa Faradina, seorang mahasiswa mengaku bahwa banyak teman-temannya yang membantu para pengemudi ojek online. “Kalau teman-teman gua pada ngasih ke driver. Jadi mereka memesan makanan melalui aplikasi, lalu makanan tersebut diberikan untuk driver nya,” ucap Annisa.
ADVERTISEMENT
Istri pengemudi ojek online, Warti menjelaskan dalam keadaan seperti ini, ia merasa sangat bersyukur dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat yang masih peduli satu sama lain. “Bantuan yang diberikan berdampak besar banget untuk keluarga kami, di tengah situasi seperti ini, sedikit banyak membantu pendapatan suami saya,” sebutnya
Kedatangan pandemi Covid-19 yang tanpa diundang memang berkali-kali membuat saya mengelus dada. Akan tetapi, menjadi seperti orang Indonesia sejati dan melihat “untung” dari adanya pandemi dapat membantu mengurangi kerutan di dahi. Cobalah selalu mencari bayangan terang dari apa yang sedang terjadi saat ini.