Jaga Jari dan Stop Hate Speech

Firda Aulia Rachmasari
Mahasiswa Sastra Inggris UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Konten dari Pengguna
2 Desember 2021 11:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firda Aulia Rachmasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Makin maraknya pengguna media sosial dari berbagai kalangan membuat makin tidak adanya tembok pembatas antara satu manusia dengan manusia lainnya. Remaja dan orang tua berlomba-lomba menunjukkan kebolehannya bermain media sosial. Bahkan, anak sekolah dasar pun saat ini sudah banyak yang mengenal dan menggunakan berbagai macam platform online untuk bersosialiasi dengan dunia luas atau hanya sekadar ingin tahu dengan tren yang sedang terjadi. Hal ini mengakibatkan makin maraknya kasus cyberbullying, salah satunya memberikan komentar jahat di unggahan milik orang lain. Komentar-komentar jahat merupakan komentar bernada mengejek, menjatuhkan, mempermalukan, bahkan mengancam dan menyebarkan berita palsu atau hoaks yang tentu saja dapat menyebabkan orang lain tersinggung dan memicu gangguan psikologis pada korban.
ADVERTISEMENT
Pasti kita semua kerap menjumpai ujaran kebencian dan hujatan kepada tokoh atau seseorang yang mungkin mereka belum pernah temui di dunia nyata alias hanya melihat semuanya sebatas layar gawai saja. Komentar yang diberikan seakan-akan mereka paham dan tahu apa yang dirasakan oleh ‘korban’. Tentu saja tanpa adanya validasi apakah yang mereka lontarkan benar atau tidak. Ditambah tidak ada larangan dan batasan dari siapa pun untuk menulis dan memposting berbagai macam hal di media sosial. Hal ini tentu saja dapat berdampak sangat buruk kepada orang sang korban.
Beberapa waktu belakangan ini saya melihat isu-isu yang ramai di dunia hiburan dan olahraga. Dua bidang ini banyak disoroti karena acap kali saya melihat komentar jahat yang rasanya sangat tidak manusiawi jika dilontarkan kepada orang lain. Sering kali muncul di benak saya, apakah orang-orang yang gemar melontarkan komentar buruk ini pernah sekali saja memikirkan perasaan orang yang dihujat. Banyak sekali korban yang pada akhirnya tidak kuat dengan cercaan yang selalu diterima di media sosial dan memilih jalan buruk seperti bunuh diri dan semacamnya. Mirisnya, di Indonesia sendiri masih sangat rendah pemahaman tentang hal ini. Beberapa orang menganggap kalau komentar mereka adalah sebagai bentuk kritik yang membangun agar si korban bisa menjadi lebih baik ke depannya. Kenyataannya? Bukan malah termotivasi, korban justru akan merasa tersudutkan hingga hilang rasa kepercayaan dirinya dan berujung pada menyalahkan diri sendiri. Merasa dirinya tidak bisa diterima oleh orang lain.
ADVERTISEMENT
Banyak sekali publik figur yang menjadi korban perundungan lewat media sosial. Misalnya saja para atlet yang kalah setelah bertanding. banyak sekali orang yang memberikan komentar yang buruk dan terkesan menjatuhkan. Mungkin anda sudah tidak asing dengan istilah akun anonim. Ya, benar. Akun palsu yang dibuat dengan menyamarkan identitas asli pengguna yang akhir-akhir ini sering digunakan untuk menyerang orang. Bahkan ada sekelompok orang yang membuat akun anonim dengan jumlah banyak hanya untuk meninggalkan komentar buruk di postingan orang yang tidak mereka sukai. Saling memprovokasi satu sama lain hingga timbullah banyak komentar kasar yang menyerang secara personal ke korban. Hal ini juga terjadi kepada para atlet yang seharusnya diberikan motivasi atau kata penyemangat setelah kalah bertanding. Bukan malah diberikan cercaan dan makian yang justru akan membuat mental mereka makin down.
ADVERTISEMENT
Namun, komentar jahat tidak semata-mata menyerang para tokoh terkenal atau publik figur yang bergelut di bidang hiburan, olahraga, atau bidang lainnya. Orang biasa yang ‘tidak punya power’ juga bisa mendapatkan ujaran kebencian. Melihat makin masifnya pengguna platform online seperti Instagram, Twitter, TikTok, Facebook, dan lain sebagainya sangat tidak menutup kemungkinan bagi seseorang untuk menerima ujaran kebencian. Saya sering menjelajahi beberapa platform media sosial dan menemukan beberapa postingan yang menurut saya baik-baik saja, tetapi justru di bagian kolom komentarnya banyak sekali ujaran kebencian seperti, “alay banget sih”, “Kurus amat”, “Gendut banget ga cocok deh pake baju gitu”, “Sok yes banget sih lu”, dan lain sebagainya.
Banyaknya komentar jahat ini diakibatkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah karena merasa tidak kenal dengan orang yang dirundung dan berlindung dibalik akun anonim. Dengan akun anonim, seseorang akan merasa lebih bebas dalam bertindak. Tidak ada ‘image’ yang harus dijaga karena dia menggunakan akun palsu. Tak heran jika makin banyak orang yang menggunakan akun anonim untuk menyebarkan kalimat kebencian. Selain itu, kurangnya kesadaran untuk berpikir kritis dalam menganalisa sesuatu juga bisa menyebabkan seseorang lebih mudah terprovokasi dengan apa yang mereka lihat di media sosial. Penting bagi siapa pun untuk menganalisa apakah apa yang mereka baca atau lihat adalah informasi yang benar. Jika dibiasakan untuk tidak menganalisa dan mengkritisi sesuatu dengan cermat, bukan tidak mungkin akan makin banyak orang yang akan terprovokasi dan menelan mentah-mentah apa yang mereka lihat di media sosial.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, semua orang harus bijak dalam menggunakan sosial media. Tidak semua orang mempunyai mental yang sama untuk menerima berbagai macam bentuk komentar. Ada orang yang lebih mudah tersinggung saat membaca komentar dari orang lain dan hal itu normal. Jika tidak suka atau merasa risi dengan postingan orang lain, cukup berhenti di anda. Tidak perlu makin di blow up dan memancing keributan berbagai macam pihak. Jangan lupa untuk selalu berusaha memosisikan diri seperti, “Bagaimana jika saya yang ada di posisi dia? Apakah saya sanggup?”. Satu perkataan yang anda lontarkan bisa menentukan perasaan seseorang. Mari sebarkan pengaruh positif kepada orang lain.
Ilustrasi Hate Speech. Sumber: https://pixabay.com/