Review Debat Pilkada DKI 2017 Edisi II: Diferentiation Strategy

Konten dari Pengguna
28 Januari 2017 9:30 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firdza Radiany tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Debat Pilkada DKI 2017 edisi II yang dilaksanakan Jumat 27 Januari 2017, semakin menarik, walau tidak sepanas Edisi I. Masing-masing Paslon semakin menunjukkan Differentiation Strategy. Ada yang berhasil, ada yang tidak. Tapi masyarakat yang menentukan.
Sesi foto di akhir acara. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Pada tulisan saya sebelumnya mengulas dari sisi brand strategy. Sekarang setelah brand mulai diperkenalkan dan naik, bagaimana masing-masing Paslon menajamkan diferensiasi, agar masyarakat semakin terpikat.
ADVERTISEMENT
Dari sisi diferensiasi, berikut ulasannya:
1. Agus-Silvy
Mas Agus. Demikian mereka menyapanya. Antara sadar dan tahu diri mungkin, atau halusinasi.
Menyadari bahwa diferensiasi yang harus dilakukan adalah "konsisten membawa isu rakyat yang tersakiti".
Monolog Mas Agus berdasarkan teori yang dipelajarinya di sekolah tidak berhasil membawa pemahaman birokrasi ke level yang lebih rasional.
Untuk target segmen menengah kebawah, pesan Mas Agus sebagai "orang baik hati" tampaknya sampai. Bagi segmen menengah ke atas yang menguasai netizen, Mas Agus menjadi bulan-bulanan. Sebagai produk, diferensiasi "Agus-Silvy" tidak kuat di segmen atas, namun (mungkin) kuat di segmen bawah.
ADVERTISEMENT
Mpok Silvy? Entah kenapa, dari semua orang yang berpengalaman di lingkup Birokrasi DKI, Mpok Silvy terpilih.
Sesal pertama Mas Agus adalah "Kenapa saya dipasangkan dengan Ibu-Ibu yang semakin mempersusah hidup saya". Mpok Silvy jelas-jelas tidak mencerminkan kedalaman pemahaman untuk apapun. Bahkan bertanya saja dia bingung.
2. Ahok-Djarot
Diferensiasi produk ini adalah Ahok. Tidak kurang. Tidak lebih.
Bahkan jika Ahok dipasangkan dengan Silvy pun, produk ini akan tetap mempesona.
Pesona Ahok yang cekatan, berlidah cepat, dan berotak cerdas ini menjadikan diferensiasi Ahok semakin bersinar dan nampak.
Paslon Ahok-Djarot, dengan pengamalan birokrasi bercerita bahwa mereka penguasa di tema debat ini.
ADVERTISEMENT
Ahok kali ini tampil semakin sabar, dan bermain satu-dua umpan dengan Djarot dengan mulus. Koordinasi bertahan dan menyerang yang baik.
Beberapa hal yang harus ditingkatkan adalah Ahok gampang sekali (lagi) terpancing dengan serangan sederhana dari Anies. Dan yang menggelikan, Ahok harus menahan mimik wajah dan gestur yang seolah tertawa simpul, meremehkan omongan Paslon lain. Sebagai pemimpin, Ahok harus belajar menutupi mimik wajah dan berlaku respek terhadap sesama Paslon (baca: sesama manusia).
Djarot? Selain pemahaman birokrasi, bapak ini suaranya semakin empuk. Seperti mendengar penyiar radio jadul sebelum lagu Titik Sandora diputar. Nyaman. Merdu. Menenangkan.
ADVERTISEMENT
Di edisi ini, Ahok-Djarot agak lupa menyentuh sisi humanisme mereka sebagai Pemimpin. Ahok-Djarot tampaknya sudah menguasai negara kecil bagian Indonesia bernama "Indonesia Netizen".
3. Anies dan Sandiaga
Berpengalaman dan menawarkan ide/gagasan alternatif lain yang tidak ditawarkan Paslon lain pada saat Agus bermonolog dengan ketinggian atau saat Ahok mungkin jika bisa berkuasa 50 tahun, idenya stagnan.
Jika diibaratkan bermain sepakbola, sejak kick-off debat edisi II ini, Anies langsung melakukan strategi sepakbola "kick and rush". Namun lucunya hanya kepada Ahok, seolah sudah tidak menganggap kehadiran Agus.
Di lain hal Anies seperti mengajak Agus untuk berkongkalikong menyerang Ahok, yang sayang sekali tidak bisa dipahami oleh Silvy. Anies di debat edisi II ini menampilkan watak yang lebih keras, tidak bertele-tele dan tegas.
ADVERTISEMENT
Anies merasa brand yang dia bangun sebagai konseptor sudah cukup dikenal, sekarang Anies ingin menunjukkan sisi "ke-Ahok-an" dari dirinya. Anies mencoba menggoda para pendukungng Ahok, siapa tahu khilaf dengan berubah haluan "Oh Anies juga tegas kok!".
Diferensiasi lain yang konsisten adalah Anies menampilkan pribadi yang peduli dengan kedamaian segala hal, dengan mengucapkan "Selamat Imlek" dan menjunjung tinggi para "Guru". Anies bermain apik di detail-detail "touchy" seperti ini.
Gerakan tangan ini semakin viral di kalangan netizen. Sandiaga juga menunjukkan bahwa dia sangat respek pada Anies.
ADVERTISEMENT
Sandiaga harus meningkatkan "kegagahan" saat speech dan coba untuk tidak menjawab pertanyaan dengan berkata yang intinya "saya adalah pengusaha".
-----
Kesimpulannya adalah diferensiasi setiap Paslon semakin tajam. Setiap Timses Paslon pasti sudah memeperhitungkannya atau memang ya sudah mentok seperti itu.
Jangan lupa bahwa Debat adalah cuma salah satu "touch point" dalam kanal-kanal strategi politik.
Jangan lupa juga bahwa Politik itu adalah seni.
Seni yang konsisten mencari kelemahan musuh, menduplikasinya, meng-amplify dan menyebarkannya. Seni yang tidak melibatkan hati. Karena kalau pakai hati, ya seperti pendukung masing-masing Paslon negara ini.
Berdebat karena sentimen, bukan kontekstual. Ya tidak ada ujungnya. Sampai lebaran kuda makan burger.
ADVERTISEMENT