news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Disuntik 2 Kali Saat Vaksin, Pelajar SMP di Mapitara, Sikka, Ini Pingsan

Konten Media Partner
28 November 2021 10:50 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu pelajar SMP Negeri Mapitara yang dilaporkan tidak sadarkan diri usai menerima dua kali suntikan saat vaksinasi, Jumad (26/11). Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu pelajar SMP Negeri Mapitara yang dilaporkan tidak sadarkan diri usai menerima dua kali suntikan saat vaksinasi, Jumad (26/11). Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
MAUMERE – Fransiska Nona, seorang pelajar kelas IX SMP Negeri Mapitara, Desa Natakoli, Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka, pingsan setelah mendapatkan dua kali suntikan saat mengikuti pelaksanaan vaksinasi tahap kedua yang diberikan untuk puluhan pelajar di sekolah itu, Jumat (26/11) bertempat di SMP Negeri Mapitara.
ADVERTISEMENT
Dalam rekaman video yang diperoleh media ini, beberapa petugas kesehatan dari Puskesmas Mapitara tampak mendatangi rumah pelajar tersebut setelah menerima laporan bahwa pelajar itu tidak sadarkan diri.
Sempat terjadi bersitegang antara warga yang telah mengerumuni rumah pelajar itu dan petugas kesehatan mencoba menjelaskan kepada warga serta keluarga pelajar yang ada pada saat itu.
Dalam rekaman video itu, seorang pria yang diketahui merupakan salah satu warga Desa Natakoli dengan nada tegas bertanya kepada petugas medis yang juga adalah vaksinator di Puskesmas Mapitara apakah suntikan yang diberikan pada saat pelaksanaan vaksinasi itu satu kali atau dua kali.
Petugas medis yang adalah vaksinator yang melakukan suntikan yang hadir pada saat itu mengakui bahwa dirinya memang melakukan suntikan sebanyak dua kali namun pada suntikan pertama tidak ada vaksin yang terisi.
ADVERTISEMENT
Namun, meski petugas medis itu mencoba menjelaskannya sambil meminta maaf, pria itu terus mencerca petugas medis itu dan sempat mengeluarkan ancaman.
“Tahu obat kosong juga kamu berani suntik orang, tidak ada obat juga kamu berani suntik, itu kamu dapat aturan dari mana itu,” kata pria itu marah.
Petugas medis itu mengakui bahwa dirinya memang melakukan suntikan sebanyak dua kali tetapi vaksin jenis sinovac yang masuk ke tubuh pelajar itu hanya satu kali karena pada saat melakukan suntikan pertama ternyata tidak ada vaksin yang terisi.
“Pas saya suntik yang pertama, itu kosong, jadi saya tarik lagi, terus saya kasih masuk obatnya, vaksinnya itu masuk hanya satu kali, bukan dua kali, kalau saya vaksinnya dua kali, itu saya salah,” ujar petugas medis yang diketahui merupakan salah satu CPNS 80 persen yang bertugas di Puskesmas Mapitara ini.
ADVERTISEMENT
Pada saat kejadian, orang tua pelajar SMP Negeri Mapitara itu sedang berada di kebun sehingga tidak bisa ditemui.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Mapitara, Lorens Laro kepada media ini membenarkan telah terjadi pendobelan suntikan kepada salah satu pelajar di Kecamatan Mapitara saat pelaksanaan vaksinasi dosis kedua di SMP Negeri Mapitara yang diikuti oleh 97 pelajar termasuk Fransiska Nona yang berlangsung di SMP Negeri Mapitara, Jumat (26/11) dengan jumlah vaksinator sebanyak 10 orang dari Puskesmas Mapitara.
Selanjutnya, Lorens Laro menjelaskan terkait jalannya proses vaksinasi yang ditangani oleh ke-10 petugas kesehatan tersebut mulai dari pendaftaran sampai pada vaksinasi.
“Di meja vaksinasi itu harusnya ada tiga orang, orang pertama bagian menyedot vaksin, orang kedua menyuntikkan vaksin ke tubuh sasaran dan orang ketiga bagian mencatat atau mendokumentasikan hasil vaksinasi, karena kami di Puskesmas Mapitara kekurangan tenaga, saat itu jadi kita merger, satu orang itu bisa menangani dua sampai tiga kegiatan. Di meja vaksinasi itu harusnya tiga orang dijadikan satu karena dua orang kita harus pakai untuk pelayanan di puskesmas karena kita bekerja bukan hanya melayani vaksinasi saja,” jelas Lorens Laro kepada media ini, Minggu (28/11) pagi melalui saluran telepon genggamnya.
ADVERTISEMENT
Namun, dirinya mengakui bahwa kondisi itu baru terjadi pada saat itu sedangkan pelaksanaan vaksinasi sebelumnya tetap dilaksanakan sesuai dengan Standar Operatioan Procedur (SOP).
“Tapi beberapa hari itu kita terpaksa harus mempersempit ruang pelayanan itu dengan fungsikan satu petugas untuk melayani tiga kegiatan tadi, jadi saat itu dia sendiri menyedot, dia sendiri suntik dan mencatat, tiga kegiatan ini dia lakukan sendiri, sebagai manusia pasti ada yang lupa dan itu kita maklum, tetapi secara aturan kedinasan, itu salah, karena SOP itu harus melekat pada setiap nakes, saya akui itu salah,” tandasnya lagi.
Berkaitan dengan kekeliruan yang dilakukan petugas kesehatan tersebut, kata Lorens Laro, itu adalah pelanggaran SOP dan kepada yang bersangkutan diberikan sanksi ringan berupa membuat teguran, membuat surat pernyataan dan petugas kesehatan itu untuk sementara waktu tidak diberikan kewenangan untuk menangani pasien.
ADVERTISEMENT
“Untuk sementara petugas ini tidak melaksanakan atau tidak bersentuhan dengan pasien, untuk parasatnya, tetapi untuk sistem administrasinya dia boleh melakukan alaoanamnesa sampai menunggu waktu yang ditentukan,” ujar Lorens Laro.
Berdasarkan kronologis yang diperoleh Lorens Laro selaku Kepala Puskesmas Mapitara, bahwa petugas kesehatan itu memang melakukan suntikan kepada tubuh pelajar SMP Negeri Mapitara itu, namun, pada suntikan pertama spek belum terisi vaksin.
“Lalu dia memasukkan ke dalam tubuh sasaran (red : pelajar), dia kaget, di dalam tabung spoit itu tidak ada vaksin, segera dia cabut, dia tidak memompa kepala spek tetapi dia langsung cabut, setelah itu, pelajar atau korban itu keluar dari tempat vaksin, berjalan waktu petugas ini merasa berdosa karena dia hanya tusuk jarum saja tetapi obat atau vaksin itu tidak masuk dalam tubuh sasaran (red : pelajar) tadi, jadi dia panggil lagi nona tadi lalu dia minta maaf dan menjelaskan, lalu di edukasi, kedua belah pihak sudah sama-sama memahami, lalu nona atau pelajar tadi mengizinkan untuk di suntik lagi dengan spek yang sudah terisi vaksin,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pada masa observasi sekitar 15 menit, pelajar SMP Negeri Mapitara atas nama Fransiska Nona tidak mengeluhkan apa-apa terkait efek dari vaksin yang dia peroleh dan kemudian pulang ke rumah.
Berselang beberapa jam kemudian, petugas kesehatan yang hendak pulang ke Puskesmas Mapitara mendapat informasi dari warga setempat bahwa Fransiska Nona tidak sadarkan diri di rumahnya.
Setelah mendapat informasi itu, para petugas medis langsung menuju ke rumah Fransiska Nona dan melakukan inspeksi. Dari hasil inspeksi yang dilakukan, kata Lorens Laro, bahwa Fransiska Nona tidak mengalami kondisi tidak sadarkan diri atau pingsan tetapi mengeluhkan sakit kepala, pusing, dan mual.
Petugas kesehatan kemudian memberikan edukasi dan segera menangani kondisi yang dialami Fransiska Nona dan melimpahkan kewenangan pelayanan kesehatan secara medis kepada salah satu petugas kesehatan di Desa Natakoli untuk melakukan pemantauan selama 3 hari.
ADVERTISEMENT
Sebelum kembali ke Puskesmas Mapitara, para petugas kesehatan itu menunggu kedatangan orang tua Fransiska Nona pulang dari kebun kemudian menjelaskan kepada orang tua terkait kejadian yang dialami oleh anaknya tersebut.
Ibu kandung Fransiska Nona kepada petugas kesehatan mengaku bahwa anaknya sempat mengalami gugup dan takut pada malam hari sebelum pelaksanaan vaksin.
Meski demikian, Lorens Laro, selaku Kepala Puskesmas Mapitara mengakui bahwa sistem pelaksanaan vaksinasi dosis kedua di SMP Negeri Mapitara pada Jumad (26/11) itu merupakan sebuah kekeliruan petugas kesehatan.
“Biasanya, ada kamar khusus, tapi pada saat itu hanya karena mau mempercepat proses, karena sasaran banyak, tim vaksintornya sedikit, akhirnya mereka membuat kebijakan sendiri, pelayanan itu terbuka saja, sehingga saya akui bahwa itu adalah akar masalahnya, sehingga semua tim vaksinator tidak fokus dan tidak konsentrasi, termasuk juga kita juga tidak menjaga privasi dan itu sejak awal saya sudah sampaikan ke mereka, jadi semuanya berjejer, dari meja satu dan seterusnya, jadi itu yang jadi akar masalah dan bisa jadi kekeliruan, dan saya katakan ini salah dan pelayanan ini tidak sesuai dengan SOP,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Meski mengakui kesalahan, Lorens Laro mengatakan bahwa tingkat kesalahan yang dilakukan tidak fatal karena dia hanya menusuk jarum ke tubuh sasaran tapi tidak memasukkan vaksin sebanyak dua kali.
Kontributor : Albert Aquinaldo