FKSI Diduga Telantarkan Pasien Kanker Tulang asal Kabupaten Sikka di Bali

Konten Media Partner
2 September 2021 19:46 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ainun, pasien yang didiagnosa menderita kanker tulang yang saat ini sedang menjalani kemoterapid RSUP Sanglah, Denpasar. Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ainun, pasien yang didiagnosa menderita kanker tulang yang saat ini sedang menjalani kemoterapid RSUP Sanglah, Denpasar. Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
MAUMERE – Sungguh malang nasib yang dialami oleh Rafiah bersama anaknya, Ainun, siswi kelas VII SMP Negeri 1 Maumere yang di diagnosa menderita kanker tulang pasca diamputasi.
ADVERTISEMENT
Ainun yang didampingi ibu kandungnya, Rafiah difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Sikka yang bekerja sama dengan Yayasan Omah Kebaikan Bali-Forum Kebaikan Sesama Indonesia untuk menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar.
Namun, menurut pengakuan Rafiah, Senin (29/08), saat ini ia dan Ainun telah dikeluarkan dari rumah singgah oleh pihak yayasan dengan alasan yang tidak jelas.
“Mereka minta saya untuk keluarkan barang barang kami dari rumah singgah. Entah apa alasannya. Tetapi karena saat itu saya sedang di rumah sakit, akhirnya barang barang kami dikeluarkan oleh mereka. Saat itu saya bingung harus bagaimana. Beruntung dokter di Sanglah bantu kami dan sekarang kami menginap di Yayasan Kanker Anak,” ungkap Rafiah, Senin (29/08/2021).
ADVERTISEMENT
Selain di keluarkan dari rumah singgah, pihak yayasan juga meminta buku tabungan, ATM dan PIN milik Rafiah dengan alasan untuk mengurus uang ganti rugi dari Pemkab Sikka.
“Saya tidak mengerti uang ganti rugi yang dimaksud pihak yayasan. Hanya saja pihak yayasan bilang kalau biaya pemberangkatan kami lima orang ke Bali itu sebesar Rp 15 juta,” jelasnya.
Rafiah juga mengaku bahwa pihak yayasan juga menyoalkan uang donasi dari beberapa pihak termasuk Kapolres Sikka sebesar Rp 11 juta yang diperuntukkan untuk biaya pengobatan Ainun. Pihak yayasan mengira bahwa uang yang didonasi untuk pengobatan Ainun saat masih di rumah sakit di Maumere itu sebesar Rp 50 juta.
“Ya Allah, uang itu tidak sampai Rp 50 juta. Uang itu orang bantu dengan sukarela untuk biaya pengobatan Ainun. Selama ini semenjak kami tiba dari Maumere untuk berobat di Sanglah, kami makan minum pakai uang itu Ya Allah, kenapa uang itu yang dipersoalkan oleh yayasan,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Rafiah juga menjelaskan bahwa uang donasi dari Kapolres Sikka sebesar Rp 11 juta itu pergunakan untuk membeli obat bagi Ainun seharga Rp 3,4 juta.
“Uang itu diserahkan langsung kepada kami oleh pihak Polres Sikka dan saya sudah beli obat seharga Rp.3,4 juta sekali beli. Dan saya sudah 3 kali beli obat. Uangnya sudah habis,” jelasnya.
Tak hanya bingung dengan keadaan mereka, Rafiah juga mengaku takut lantaran hanya ia dan Ainun sendiri di Denpasar saat ini.
“Saya bingung dengan keadaan kami saat ini. Awalnya pihak yayasan menyampaikan kalau segala biaya semuanya menjadi urusan pihak yayasan. Lalu kenapa pihak yayasan malah mempersoalkan uang bantuan ke kami. Jujur kami takut,” jelasnya.
Sementara itu, koordinator Yayasan Forum Kemanusiaan Sesama Indonesia (FKSI) Wilayah NTT, Muhamad Aryo membantah pernyataan Rafiah yang beranggapan jika pihaknya menyoalkan donasi dari sejumlah pihak untuk kebutuhan Ainun selama menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar. Apalagi hingga menelantarkan Ainun.
ADVERTISEMENT
Kepada awak media di Gading Beach Restaurant, Rabu (01/09), Aryo menjelaskan sejak awal telah menyampaikan kepada Rafiah yang adalah ibu Ainun bahwa FKSI hanya mengadvokasi kebutuhan Ainun dan Rafiah selama berada di Rumah Singgah Omah Kebaikan Bali sehingga tidak mendampingi pasien setiap hari di rumah sakit.
Aryo juga menjelaskan bahwa pihaknya hanya meminta kepada Rafiah untuk selalu memberi kabar melalui telepon atau WhatsApp tentang perkembangan Ainun selama di RSUP Sanglah.
“Namun sama sekali tidak pernah. Kalau kita minta dulu baru dikirim. Entah alasan sibuk atau apa. Saya cuma minta tolong koordinasi yang baik,” jelas Aryo.
Aryo juga membantah pernyataan Rafiah bahwa pihaknya mengeluarkan Ainun dan Rafiah dari Rumah Singgah Omah Kebaikan Bali. Menurutnya, itu bermula saat pihaknya hendak mengecek keadaan Ainun di RSUP Sanglah. Saat itu, pihaknya bertemu dengan beberapa warga asal Ende, yang salah satunya mengaku sebagai adik dari Rafiah. Ia sempat bingung, Rafiah sebenarnya warga Kabupaten Ende atau Sikka.
ADVERTISEMENT
Kepada pihaknya, warga asal Ende ini menyampaikan bahwa Ainun dan Rafiah mau pindah dari Rumah Singgah Omah Kebaikan Bali dan tinggal di kos-kosan.
“Kenapa nggak bilang sama kami. kami yang bertanggung jawab. Tolong hargai kami. Apakah salah saya bicara begitu. Tapi kalau ibunya Ainun mau begitu, ya, silakan. Berarti sudah bukan tanggung jawab kami. Namun beberapa hari kemudian nangis-nangis, minta tolong. Oke, saya maafkan, kita terima. Kita jemput lagi dari RSUP Sanglah kembali ke Rumah Singgah,” jelasnya.
Soal pengambilan buku rekening Bank NTT, kartu ATM dan juga nomor Pin ATM milik Rafiah, Aryo membenarkan hal itu dan mengaku bahwa ia menyuruh salah seorang stafnya yang bernama Fitri untuk mengambil buku rekening Bank NTT, kartu ATM dan juga nomor PIN ATM milik Rafiah.
ADVERTISEMENT
“Kami ambil itu untuk dikasih ke Pemkab Sikka. Karena katanya kan Pemkab Sikka yang mau bayar ganti rugi uang tiket pesawat, tetapi sampai sekarang ternyata tidak. Kan ada perjanjian secara lisan dengan Pemkab Sikka.,” jelasnya.
Aryo menjelaskan, berdasarkan penjelasan Kepala Bagian (Kabag) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkab Sikka bahwa untuk bantuan Pemkab akan menyalurkan bantuan tersebut melalui rekening Bank NTT. Namun karena Rafiah tidak memiliki uang untuk membuka rekening Bank NTT, Aryo lantas menalangi biaya pembuatan rekening.
“Karena katanya Ibunya Ainun bahwa uangnya hanya ada Rp 400 ribu, maka saya kasih uang Rp. 1 juta untuk buka rekening di Bank NTT. Rekening ini dibuka di Bank NTT, karena alokasi dana untuk mengganti uang kami adalah melalui Bank NTT. Dan ibunya Ainun sudah tau itu,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Aryo mengatakan ganti rugi yang harus dibayar Pemkab Sikka kepada pihaknya adalah sebesar Rp 6,9 juta dengan rincian total biaya tiket pesawat untuk 5 orang Maumere-Denpasar sebesar Rp 17 juta. Dimana Rp. 12 jutanya adalah tiket khusus untuk Ainun karena harus menggunakan tempat tidur (Stretcher).
“Kabag Kesra, Pak Very Awales menjelaskan kepada saya, bahwa bantuan Pemkab yang biasanya diberikan adalah biaya tiket MOF-Bali Pulang pergi untuk 2 orang serta biaya makan minum Rp. 150 ribu/orang selama 14 hari. Hanya itu, bisa dihitung sendiri. Sedangkan untuk Ainun sekali berangkat itu saja perlu biaya Rp.12 juta karena menggunakan stretcher,” jelasnya.
Meski sudah mengambil buku rekening dan ATM milik Rafiah, namun itu tidak bisa dipakai lantaran lupa nomor PIN ATMnya.
ADVERTISEMENT
“Saya memerintahkan relawan kami bernama Fitri untuk mengambil Buku Rekening, ATM serta PIN ATM. Tetapi pas keluarnya, Fitri sendiri lupa nomor PIN nya karena memang dia orangnya pelupa. Kelemahannya Fitri memang pelupa. Saya bilang ke Fitri, Lu kok goblok banget, telepon mamanya Ainun. Tapi dijawab sama Fitri, Nggak Ah, males. Hanya itu. Dan ATMnya saya tinggalkan di Denpasar,” jelasnya.
Aryo juga mengaku kesal terhadap Rafiah yang tak memberitahukan perihal bantuan uang sebesar Rp 4,7 juta dari ibu ibu kelompok pengajian Bhayangkara Polres Sikka. Bantuan tersebut baru diketahui saat ia tiba di Maumere pada tanggal 5 Agustus 2021.
“Saya dapat screenshoot whatsapp dari Rafiah yang dikirimkan oleh ibu ibu kelompok pengajian Bhayangkara Polres Sikka bahwa Rafiah minta bantuan uang untuk beli susu untuk Ainun. Saya ditanya Mas Aryo, ini gimana koordinasinya, Saya kaget,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lantaran itu kata Aryo, ia lantas bertemu ibu ibu pengajian Bhayangkara Polres Sikka untuk memberi klarifikasi. Kepada mereka, Aryo mengaku sama sekali tidak tahu menahu kalau Rafiah meminta bantuan untuk membeli susu. Aryo sendiri baru dijelaskan bahwa mereka telah mengirimkan uang sebesar Rp. 4,7 juta kepada untuk Ainun yang dikirimkan oleh Ibu Fitri ASN di Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Sikka.
“Saya marah disitu. Kenapa Ibunya Ainun tidak bilang sama saya. Saya tidak mau ngambil, itu hak anak Ainun, akan tetapi Ainun masih dalam naungan kami. Paling tidak harus koordinasi sama kami. Ada usulan dari para ibu ibu bahwa harusnya ada yang memanajemen pengaturan keuangan. Saya bilang gimana mau manajemen. Kita nggak tau apa apa. Kita membantu dengan fasilitas makan gratis, berangkat gratis, tinggal gratis. Saya bilang ke Ibunya Ainun, bahwa ibunya Ainun sudah melanggar SOP kami sebanyak 2 kali. Jadi saya tegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Ibunya Ainun itu sama sekali tidak benar,” tandasnya.
ADVERTISEMENT
Koordinator Yayasan Forum Kemanusiaan Sesama Indonesia (FKSI) Wilayah NTT, Muhamad Aryo mengaku ikhlas jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka tidak bisa mengganti rugi uang Rp. 6,9 juta untuk tiket pesawat Ainun, pasien kanker tulang rujukan dari Kabupaten Sikka ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, Bali.
Dalam penjelasannya kepada media, Rabu (01/09), Aryo yang mengaku memiliki usaha material di Jawa dan di Lombok ini menerangkan jika seluruh biaya pemberangkatan Ainun dan ibunya murni berasal dari uang pribadinya, bukan dari Yayasan FKSI. Sebab, saat pemberangkatan, kas Yayasan FKSI sedang kosong.
Menurut Aryo, saat mengurus keberangkatan Ainun ke Bali, ia berkoordinasi dengan Kabag Kesra Pemkab Sikka, Very Awales. Kepadanya Very Awales mengatakan jika saat ini Pemkab Sikka belum punya uang, sehingga ia diminta untuk menalangi dulu biaya pemberangkatan Ainun ke Bali.
ADVERTISEMENT
“Pak Very sampaikan ke saya kalau Pemkab Sikka belum punya uang. Pak Very lalu meminta saya kalau bisa ditalangi dulu, nanti diganti kemudian. Lalu saya tanya ke Rafiah, ibunya Ainun. Berapa punya uang. Ibu Ainun sampaikan kalau uangnya hanya ada Rp. 400 ribu. Saya cek ke Yayasan FKSI dan para donatur juga tidak ada uang, lalu saya putuskan gunakan uang pribadi saya ,” jelasnya.
Aryo mengatakan, langkah itu ia lakukan karena pertimbangan kemanusiaan, sebab kondisi Ainun mendesak untuk dilakukan tindakan medis di RSUP Sanglah. “Jadi ini murni pertimbangan kemanusiaan, sebab situasinya urgen, Ainun harus segera ditangani. Maka itu saya gunakan uang pribadi saya,” jelasnya lagi.
Aryo merincikan, total biaya yang ia keluarkan dari kocek pribadinya adalah sebesar Rp. 17 juta. Dengan rincian Rp. 12 juta untuk tiket Ainun karena harus menggunakan tempat tidur (stretcher), tiket perawat yang mengantar, tiket untuk Rafiah selaku ibunya Ainun dan seorang dari Yayasan FKSI.
ADVERTISEMENT
Dari total tiket Ainun sebesar Rp. 12 juta, Pemkab Sikka menanggung setengahnya ditambah uang untuk Ainun dan Rafiah sebesar Rp. 150 ribu/orang selama 15 hari. Totalnya adalah sekitar Rp. 6,9 juta. Dan menurut Aryo, semuanya sudah terinci dalam LPJ-nya yang sudah diserahkan kepada Pemkab Sikka melalui salah seorang relawannya bernama Carolus.
Terkait belum dibayarnya biaya ganti rugi uang pribadinya oleh Pemkab Sikka, menurut Aryo itu dikarenakan belum ada Peraturan Bupati (Perbub).
“Tanggal 5 Agustus saya tiba di Maumere, lalu saya coba koordinasi dengan Pak Very, tetapi Pak Very menjelaskan jika biaya ganti rugi belum bisa dicairkan karena belum di perundangkan,” jelasnya.
Ditanya bagaimana model klaim yang dimaksud, sebab uang yang digunakan adalah uang pribadi dan bukan uang Yayasan?, Aryo menjelaskan, nantinya klaim dimaksud yakni melalui rekening Bank NTT milik Rafiah, Ibunya Ainun. Menurut Aryo, itu ada dalam kesepakatan lisan antara pihaknya dan Pemkab Sikka.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, Aryo mengaku dirinya sebenarnya sudah mengikhlaskan, karena persoalan ganti rugi ini sangat berlarut larut lantaran belum adanya Perbub yang mengatur soal itu. “Kalaupun jika nanti Perbubnya juga belum ada, ya sudah saya ikhlaskan. Ya, mau gimana lagi kan masalahnya belum diundangkan,” jelas Aryo yang mengaku sebenarnya jika uang tersebut dicairkan maka akan digunakan untuk empat warga difabel asal Sikka yang akan ia berangkatkan.
Kontributor : Albert Aquinaldo