Kabupaten Nagekeo Butuh Rumah untuk Rehab Anak Korban Kekerasan Seks

Konten Media Partner
7 Agustus 2019 15:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi rumah. Sumber foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rumah. Sumber foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
MBAY - Telah terjadi 27 kasus kekerasan terhadap anak sejak Januari hingga Juni 2019 di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Namun, sampai saat ini, Pemerintah Kabupaten Nagekeo belum memiliki Rumah Aman untuk menampung para korban kekerasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Padahal, Rumah Aman merupakan kebutuhan penting bagi korban kekerasan terhadap anak dan perempuan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual. "Rumah Aman merupakan kebutuhan pokok dalam proses rehabilitasi dan konseling kepada para korban kekerasan," ujar Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Nagekeo, Yuliana Lamury, yang ditemui media ini di kediamannya, baru-baru ini.
Yuli menyampaikan, selama ini korban kekerasan terhadap anak, terutama korban kekerasan seksual, terpaksa ditampung di rumah-rumah pribadi para Anggota P2TP2A. "Kalau bukan ditempatkan di tempat khusus, seperti di Rumah Aman, tentunya tidak maksimal. Kita perlu sebuah tempat yang kondusif bagi pemulihan psikis para korban kekerasan. Apalagi, kalau korbannya masih di bawah umur, tentu butuh pendekatan dan bimbingan yang lebih intens," jelasnya. 
ADVERTISEMENT
Yuli melanjutkan, P2TP2A Kabupaten Nagekeo telah melakukan banyak upaya untuk menekan laju kekerasan terhadap anak. "P2TP2A telah melakukan sosialisasi ke berbagai tempat. Yaitu ke desa dan kelurahan, ke sekolah-sekolah, menyelipkan materi pada kursus pranikah, dan lainnya," ungkap Yuli.
Selain itu, Yuli menyatakan, untuk mengatasi permasalahan kekerasan terhadap anak, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Di antaranya adalah keluarga, guru, gereja, masyarakat, pemerintah, pihak keamanan dan dinas-dinas terkait.
"Untuk kekerasan seksual, peran paling penting adalah keluarga. Orang tua harus mampu mengawasi dan mengarahkan anaknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif. Jangan sampai, anak dibiarkan menggunakan gadget dan handphone tanpa dibatasi aksesnya, hanya kepada hal positif dan mendidik," tegasnya.
Yuli merincikan, untuk tahun 2018, terjadi 18 kasus di Kabupaten Nagekeo. Sementara, untuk tahun 2019, hingga bulan Juni saja, telah terjadi 27 kasus kekerasan terhadap anak, yang didominasi kasus kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
"Trennya meningkat, sayang sekali. Dan data yang saya sampaikan hanya sebatas kasus yang dilaporkan. Mungkin masih banyak kasus di luar sana yang tidak kita ketahui," ujar Yuli.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial Kabupaten Nagekeo, Pone Florentinus, menyatakan bahwa Rumah Aman memang merupakan kebutuhan penting. "Pada Tahun Anggaran 2017, Dinas Sosial telah mengajukan permohonan anggaran pembangunan Rumah Aman. Namun, tidak disetujui oleh DPRD karena pertimbangan keterbatasan anggaran. Rencananya tahun depan, kami akan ajukan lagi. Mudah-mudahan dapat segera dibangun," jelas Pone.
Sementara itu, Pimpinan DPRD Kabupaten Nagekeo, Kristianus Dua Wea, menyatakan bahwa Rumah Aman memang merupakan kebutuhan penting. Menurutnya, Rumah Aman memang dipandang sangat diperlukan, terutama dengan meningkatnya berbagai kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di wilayah Kabupaten Nagekeo.
ADVERTISEMENT
Namun, Kristianus mengatakan, lembaga DPRD hanya akan menyetujui pembangunan Rumah Aman apabila Pemerintah Kabupaten Nagekeo mampu meyakinkan DPRD bahwa Rumah Aman tersebut dapat digunakan, lengkap dengan segala aspek pendukungnya.
"Kita sudah melihat banyak bukti pembangunan yang sia-sia. Jangan sampai Rumah Aman dibangun, korban kekerasan tinggal di situ, tetapi aspek pelayanan tidak berjalan. Jangan sampai Rumah Amannya ada, tetapi petugas konseling, petugas rehabilitasi, dan lain-lainnya tidak ada. Pemerintah harus dapat melengkapi hal-hal penunjang lainnya, sebelum membangun Rumah Aman," tandas Kristianus. (FP-03).