Kabupaten Sikka dan Manggarai Terpilih untuk Implementasi Proyek BERSAHAJA

Konten Media Partner
10 Maret 2024 10:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keterangan foto:Rapat bersama tim kerja dari CBM Indonesia, Yayasan JPM, Yayasan PAPHA, Yayasan AYO Indonesia di Hotel Pelita Maumere, Jumat (8/3/2024). Foto:istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Keterangan foto:Rapat bersama tim kerja dari CBM Indonesia, Yayasan JPM, Yayasan PAPHA, Yayasan AYO Indonesia di Hotel Pelita Maumere, Jumat (8/3/2024). Foto:istimewa.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MAUMERE- Kabupaten Sikka dan Kabupaten Manggarai terpilih untuk impelementasi proyek BERSAHAJA (Bersama untuk Flores yang Sehat Jiwa) yang merupakan proyek penanganan kesehatan mental yang didukung oleh CBM Global Disability Inclusion di Jakarta dan CBM Australia.
ADVERTISEMENT
Demikian disampaikan oleh Lead Coordinator dari Yayasan Jaringan Peduli Masyarakat (JPM), Johanis Pakereng kepada media ini, Jumat (8/3/2024) di Hotel Pelita Maumere.
Dikatakan Johanis Pakereng, BERSAHAJA adalah proyek penanganan kesehatan mental di Flores dalam hal ini di Kabupaten Sikka dan di Kabupaten Manggarai. Proyek ini merupakan proyek yang diinisiasi dan didukung oleh CBM Global Disability Inclusion di Jakarta dan CBM Australia yang kemudian membentuk sebuah konsorsium mitra lokal terdiri dari Yayasan JPM dari Kupang sebagai lead konsorsium dan Yayasan PAPHA di Kabupaten Sikka dan Yayasan AYO Indonesia.
Lanjutnya, yang melatarbelakangi pelaksanaan proyek ini adalah angka Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Provinsi NTT tertinggi ketiga di Indonesia setelah Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Gorontalo. Lalu juga fakta bahwa angka ODGJ ini terus meningkat setiap tahun.
ADVERTISEMENT
Tercatat di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Manggarai terus mengalami peningkatan. Di Kabupaten Manggarai pada tahun 2023 ada 715 kasus sementara di Kabupaten Sikka ada 1.166 kasus. Tingginya angka kasus ODGJ di lain pihak berhadapan dengan kondisi belum ada penanganan ODGJ dengan komprehensif, terintegrasi dan terpadu.
“Selama ini penanganan ODGJ hanya terpusat di panti-panti. Jadi istilahnya kalau ada orang ODGJ tinggal diantar ke panti. Jadi, seolah-olah tanggung jawab menangani ODGJ ada di panti. Terus bagaimana tanggung jawab pemerintah dan pihak-pihak lain.
"Apalagi kita sementara menghadapi suatu stigma di masyarakat yang menganggap ODGJ adalah aib, kutukan dan karma. Ini kemudian dampaknya adalah tidak ada penanganan yang serius terhadap ODGJ,” ungkapnya.
Dikatakan Johanis Pakereng, kalau orang melihat ODGJ sebagai karma, maka banyak ODGJ tidak masuk dalam daftar administrasi keluarga dan akhirnya tidak mempunyai KTP dan tidak mempunyai asuransi kesehatan.
ADVERTISEMENT
“Jadi ketika mau ditangani tidak tercover dengan BPJS, belum lagi stigma yang ada di masyarakat yang begitu kuat. Sehingga kalaupun ODGJ ini sudah ditangani di panti-panti yang ada, ketika mereka kembali ke tengah masyarakat, masyarakat belum mampu menerima mereka, padahal mereka sudah pulih,” jelasnya.
Kata Johanis Pakereng, oleh karena itu, dengan dukungan dari CBM Global Indonesia dan konsorsium 3 lembaga, kami mencoba melihat bagaimana mendorong suatu kondisi dimana ODGJ mendapatkan layanan yang komprehensif, yang fokus, terpadu, terintegrasi oleh semua pihak yang terkait.
Empat Hal Besar yang Akan Dikerjakan
Lanjut Johanis Pakereng, ada 4 hal besar yang akan dikerjakan. Pertama, bagaimana kita melakukan penyadaran di semua level baik itu di level keluarga, level masyarakat, level desa, level sekolah, gereja dan kabupaten. Kita ingin mengikis stigma, karena ini yang paling kuat. Kedua, kita ingin memperkuat layanan kesehatan untuk membuat layanan kesehatan yang terpadu bagi penanganan kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
“Misalnya, bagaimana ODGJ discreening, kasusnya ditemukan, bagaimana dia dirujuk ke Puskesmas dan Poli Jiwa. Kita akan ada pelatihan kader kesehatan jiwa di desa, tenaga kesehatan di Puskesmas, dokter di puskesmas, menghidupkan kembali Poli Jiwa. Dengan demikian, jika ada kasus yang ditemukan, mereka sudah tahu harus kemana. Kita juga akan memastikan bahwa di Puskesmas ada obat yang tersedia,” jelasnya.
Ketiga, yang akan kita lakukan adalah terbentuknya sebuah jaringan kesehatan yang terpadu. Jadi semacam Pokja kesehatan jiwa melibatkan OPD-OPD terkait di tingkat kabupaten sehingga menjadi sebuah sistem yang terpadu. Pihak-pihak yang ada kaitan dengan program kesehatan jiwa, semua harus bekerja sama.
Keempat, kembali kepada ODGJ sendiri, dimana ODGJ pulih dan mampu mengakses layanan kesehatan yang ada.
ADVERTISEMENT
“Misalnya proses rehabilitasi berjalan dengan baik. Jika telah pulih, kita memberikan dukungan misalnya untuk usaha ternak babi, usaha bidang pertanian dan usaha lainnya. Ini juga kita pakai sebagai terapi agar ODGJ pulih kembali. Kalau mereka tidak ada kesibukan, pasti bisa kembali jadi ODGJ. Jika mereka telah kembali ke masyarakat, kita libatkan mereka pada kegiatan sosial,” jelasnya.
Dikatakan Johanis Pakereng, hal yang menjadi tantangan terberatnya ialah stigma dan penerimaan kembali masyarakat terhadap ODGJ yang telah pulih, lalu akses terhadap obat-obatan yang khusus bagi kesehatan jiwa. Jika tantangan ini bisa dilewati oleh ODGJ itu sendiri, maka mereka akan diperlakukan sama seperti masyarakat pada umumnya.
Untuk penanganan ODGJ yang komprehensif, perlu juga kita menyediakan tenaga kesehatan jiwa yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menangani ODGJ. Dengan kata lain, nakes kesehatan jiwa memiliki pengetahuan yang lebih sehingga mampu mengscrening ODGJ berada pada level atau tingkat kepulihannya rendah sampai yang tertinggi.
ADVERTISEMENT
“Untuk pelaksanaan projek ini kita membutuhkan waktu 3 tahun, dari tahun 2024 sampai di awal tahun 2027. Sebagai projek jangka panjangnya, kita merencanakan projek untuk 10 tahun kedepanya. Apabila kita melihat adanya perubahan terkait ODGJ di daerah atau desa yang kita dampingi. Sejauh ini di Kabupaten Sikka sendiri ada 10 desa dibawah dampingan 5 puskesmas. Begitu pula dengan Kabupaten Manggarai juga 10 desa dibawah dampingan di bawah dampingan 5 Puskesmas,” ujarnya.