Kemarau Panjang, Warga di NTT Konsumsi Air Keruh dan Berlumpur

Konten Media Partner
21 November 2019 0:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Air di Embung Woluluba yang berair keruh, berwarna coklat dan bercampur lumpur terpaksa digunakan warga Desa Renduwawo untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga. Foto: Arkadius Togo.
zoom-in-whitePerbesar
Air di Embung Woluluba yang berair keruh, berwarna coklat dan bercampur lumpur terpaksa digunakan warga Desa Renduwawo untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga. Foto: Arkadius Togo.
ADVERTISEMENT
MBAY - Ratusan kepala keluarga di Desa Renduwawo, Kecamatan Aesesa Selatan Kabupaten Nagekeo, NTT, mengalami krisis air bersih akibat musim kemarau panjang. Untuk memenuhi kebutuhan air, warga terpaksa mengkonsumsi air di Embung Woluluba yang keruh, berwarna coklat, dan bercampur lumpur.
ADVERTISEMENT
Warga di tiga dusun, yang berada di Desa Renduwawo terpaksa menggunakan air Embung Wololuba untuk dikonsumsi maupun kebutuhan Mandi, Cuci dan Kakus (MCK). Setiap pagi dan sore warga harus memikul jeriken dan peralatan lainnya untuk menimba air di Embung Wololuba. Laki-laki, perempuan, tua muda bergotong-royong menimba air guna untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam rumah tangga.
Pantuan florespedia pada Rabu (20/11/2019) siang di Embung Wololuba, terlihat warga mendatangi embung untuk mengambil air.
Jalan menuju embung sangat menantang, yakni sekitar 700 hingga 800 meter dari desa. Jika pulang dengan memikul air, warga harus menaiki tanjakan yang lumayan tinggi menuju desa.
Embung Wololuba biasanya digunakan oleh warga untuk memberikan minum bagi ternak kerbau, sapi, kuda, dan kambing.
ADVERTISEMENT
Marianus Meze, warga RT 01 Dusun I, mengaku jika puncak kemarau air di embung pasti kering dan di Desa Renduwawo ada enam embung. Jika musim kemarau, semua embung kering sehingga warga kesulitan mendapatkan air.
"Pemerintah omong tentang kesehatan, tentang stunting, tentang pendidikan. Semuanya hanya mimpi tanpa ada air bersih. Kami di sini harus berebut air dengan ternak. Hanya tersisa satu embung yaitu Embung Renduwawo, itu pun airnya sangat kotor. Kalau mau air lebih bersih, kami harus jalan kaki 3 kilometer ke Kali Wasa. Tetapi lokasinya sangat curam sehingga membahayakan keselamatan kami," ujarnya.
Marianus menyatakan bahwa kesulitan air bersih adalah hal yang paling berat dirasakan oleh ratusan warga desa. Mereka harus mengeluarkan uang Rp 350.000-Rp 400.000 jika ingin membeli air tangki. Tidak semua warga mampu membeli air tangki.
ADVERTISEMENT
"Anak-anak kami gatal-gatal karena mandi air kotor, banyak juga yang diare. Mau beli air bersih harus bayar Rp 350.000 kalau beli dari Boawae dan Rp 400.000 kalau beli dari Mbay. Siapa yang kuat beli air semahal itu,"katanya.
Marianus mengharapkan agar Pemda Nagekeo tidak tinggal diam menyikapi persoalan yang mendera masyarakat tersebut.
"Kami hanya dapat bantuan air 2 tangki sekitar Bulan Juli yang lalu, mungkin karena berita tentang kami kesulitan air bersih keluar di TV. Sesudah itu hilang. Ke mana tangki-tangki air pemerintah? Mengapa tidak datang ke sini bantu kami? Hujan belum turun satu tetes pun, kami harap air dari mana,"katanya. 
Kepala Desa Renduwawo, Teodorus Aru, mengakui warganya sangat kesulitan akses air bersih.
ADVERTISEMENT
Theodorus mengungkapkan bagi warga Desa Renduwawo, air hujan adalah kemewahan tertinggi yang dapat mereka nikmati.
"Dan kemewahan itu belum datang sampai saat ini karena kemarau panjang. Saat ini, masyarakat hanya bertahan dengan air embung yang sangat tidak higienis,"jelasnya
Theodorus menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan proposal kepada Bupati Nagekeo untuk mendapatkan bantuan air bersih sejak awal Bulan Oktober 2019.
"Sampai saat ini belum ada jawaban. Padahal ada mobil-mobil tangki milik pemerintah. Kami tunggu terus saja, sambil konsumsi air embung. Mudah-mudahan dapat segera terjawab,"harapnya. 
Ia mengaku, sebelum ada embung, masyarakat mengambil air di Kali Kawa dan kali itu jaraknya sekitar 1,5-3 kilometer. Jalan menuju kali begitu terjal sehingga membahayakan warga. Ketika ada embung, warga mengambil air di embung walaupun berkeruh dan mengandung lumpur.
ADVERTISEMENT
"Jalannya begitu terjal menuju kali itu. Ketika ada embung, jadi masyarakat mengambil air di ini meskipun kotor. Dan kami di sini menang sangat kesulitan air bersih dan kami tidak bisa berbuat banyak. Karena masih ada aktivitas lain yang harus dipenuhi oleh pemerintah Desa karena tidak hanya embung saja yang menjadi perhatian, tetapi masih banyak hal yang menjadi perhatian," ujarnya. (Arkadius Togo).