Kemiskinan di NTT Masih Tinggi

Konten Media Partner
15 Juli 2019 15:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Penduduk Miskin di NTT Meningkat 12,21 Ribu Orang

Kepala BPS NTT, Maritje Pattiwaellapapia saat memaparkan profil kemiskinan di NTT pada Maret 2019,Senin (15/7) pagi. Foto oleh: florespedia/kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BPS NTT, Maritje Pattiwaellapapia saat memaparkan profil kemiskinan di NTT pada Maret 2019,Senin (15/7) pagi. Foto oleh: florespedia/kumparan.com
ADVERTISEMENT
KUPANG - Secara nasional, presentase kemiskinan mengalami penurunan. Namun presentase penduduk miskin di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Maret 2019 justru mengalami peningkatan dibandingkan dengan keadaan September 2018. Hal ini disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT, Maritje Pattiwaellapia, Senin (15/7).
ADVERTISEMENT
Maritje menyebutkan, pada Maret 2019 presentase penduduk miskin di NTT sebesar 21,09 persen, atau sedikit mengalami peningkatan sebesar 0,06 persen poin terhadap September 2018. Namun bila dibandingkan dengan keadaan Maret 2019, terdapat penurunan sebesar 0,26 persen poin.
"Jumlah penduduk miskin pada Maret 2019 sebesar 1.146,32 ribu orang, meningkat 12,21 ribu orang terhadap September 2018 dan meningkat 4,15 ribu orang terhadap Maret 2018. Disparitas kemiskinan antara perkotaan dan perdesaan juga masih tinggi," sebut Maritje.
"NTT masih merupakan provinsi yang memiliki presentase penduduk miskin tertinggi di urutan ketiga setelah Papua dan Papua Barat," sambungnya.
Maritje menjelaskan, ada sejumlah faktor yang terkait dengan tingkat kemiskinan di NTT. Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2019 turun sebesar 1,60 persen dibanding September 2018, yaitu dari 107,35 menjadi 105,63 persen.
ADVERTISEMENT
Penurunan ini disebabkan oleh harga produksi pertanian menurun. Sedangkan harga konsumsi petani meningkat. Selama periode September 2018 - Maret 2019, inflasi umum cukup tinggi yaitu sebesar 0,02 persen. Bahan makanan merupakan kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan indeks harga terbesar yaitu naik sebesar 4,17 persen. Inflasi di wilayah perdesaan yang dicerminkan dari perubahan indeks konsumsi rumah tangga pada periode September 2018 - Maret 2019 menunjukan angka yang cukup tinggi, yaitu mencapai 2,19 persen.
Selain itu, lanjut Maritje, ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2019 (q-to-q) mengalami konstraksi sebesar -5,62 persen. Hanya 2 dari 17 lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan yaitu jasa keuangan dan asuransi (2,89 persen) dan industri pengolahan (0,02 persen).
ADVERTISEMENT
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi NTT pada Februari 2019 sebesar 3,10 persen, mengalami kenaikan dibandingkan keadaan Februari dan Agustus 2018 dengan kenaikan masing-masing sebesar 0,12 persen poin dan 0,09 persen poin.
Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk penduduk yang berada di 40 persen lapisan terbawah selama periode September 2018 - Maret 2019 tumbuh 2,15 persen. Namun masih lebih rendah dibandingkan kenaikan garis kemiskinan pada periode yang sama sebesar 3,85 persen.
Terkait dengan komposisi garis kemiskinan, Maritje menyebutkan selama September 2018 - Maret 2019, garis kemiskinan naik sebesar 3,85 persen. Dari Rp 360.069 per kapita per bulan pada September 2018 menjadi Rp 373.922 per kapita per bulan pada Maret 2019. Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2019, komoditi makanan menyumbang sebesar 78,17 persen pada garis kemiskinan.
ADVERTISEMENT
"Jika masyarakat di suatu daerah, pola konsumsi akan makanan sudah lebih kecil dari non makanan, sudah tentu daerah itu pasti maju. Hanya saja kita di sini, makanan masih jadi kebutuhan dasar. Kita masih memilih makan dan kenyang dulu, daripada jalan-jalan, rekreasi dan traveling," kata Maritje.
Selanjutnya mengenai komoditi yang mempengaruhi garis kemiskinan, Maritje mengatakan, ketergantungan masyarakat NTT pada komoditi beras masih sangat tinggi. Di perkotaan, pada Maret 2019, komoditi beras berpengaruh terhadap garis kemiskinan sebesar 28,41 persen. Sedangkan di perdesaan, komoditi ini berkontribusi terhadap garis kemiskinan sebesar 39,14 persen.
"Jika beras tidak cukup tersedia, maka kita miskin ramai-ramai," sebutnya.
Maritje menambahkan, rokok kretek filter menjadi komoditi kedua yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan di NTT. Pada Maret 2019, rokok berpengaruh terhadap garis kemiskinan di perkotaan sebesar 10,50 persen. Sedangkan di perdesaan sebesar 6,22 persen.
ADVERTISEMENT
"Kita di sini kadang orang tidak makan, asalkan rokok supaya ada semangat. Akibatnya pengeluaran makin besar. Jadi jangan heran rokok jadi komoditi kedua yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan di NTT pada Maret 2019," jelasnya.
Untuk diketahui, dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs aproach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan.(FP-03).