Masyarakat Adat Hewokloang di NTT Gelar Ritual untuk Tolak Virus Corona

Konten Media Partner
26 Maret 2020 18:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Upacara adat yang digelar masyarakat adat Desa Hewokloang untuk tolak bala salah satunya menolak virus corona. Foto: istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Upacara adat yang digelar masyarakat adat Desa Hewokloang untuk tolak bala salah satunya menolak virus corona. Foto: istimewa.
ADVERTISEMENT
MAUMERE - Pandemi virus corona yang sedang menyerang bumi saat ini membuat jutaan umat manusia berupaya untuk menghindarinya.
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya pencegahan pun dilakukan baik oleh pemerintah melalui upaya medis, instruksi social distancing, karantina mandiri, sampai pada lockdown atau situasi yang melarang warga untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat atau negara yang menutup wilayahnya agar tidak ada orang yang masuk atau keluar dari negaranya.
Bahkan, ada masyarakat adat yang menggelar upacara adat tolak bala untuk menolak masuknya virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China tersebut. Salah satu kelompok masyarakat yang menggelar upacara adat yakni masyarakat adat Desa Hewokloang, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Flores, Provinsi NTT.
Masyarakat adat Desa Hewokloang yang terdiri dari 17 Lepo (Suku) pada Kamis siang (26/3/2020) menggelar upacara adat ritual menolak semua wabah virus yang berbahaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh adat Desa Hewokloang bersama seluruh masyarakat adat Desa Hewokloang.
ADVERTISEMENT
Secara adat, ritual tolak bala seperti itu telah diajarkan oleh leluhur masyarakat adat Hewokloang secara turun temurun untuk menghadapi wabah atau bencana apa pun yang dalam bahasa adatnya berbunyi:
"Nian Duru Tana Donen,
Uru Nora Lepa Bura Damar Laka
Rewang Nora Wiro Karang Nora Peli"
Kepala Desa Hewokloang, Yoseph Ferdinandus, dihubungi florespedia melalui telepon, membenarkan ada upacara adat tersebut.
Yoseph Ferdinandus mengaku, upacara adat seperti itu sering dilaksanakan oleh masyarakat adat Desa Hewokloang jika ada musibah atau bencana yang melanda.
Sesajian yang dipersiapkan dalam upacara adat. Foto: istimewa.
"Seperti saat ini, wabah virus corona lagi menyerang kita," ungkap Yoseph Ferdinandus.
Dijelaskan, acara yang digelar di Kantor Desa Hewokloang tersebut diikuti oleh seluruh masyarakat adat di Desa Hewokloang.
ADVERTISEMENT
"Semua ikut, yang paling penting lepo pitu woga walu (kepala suku) yang ada 17 suku. Dulunya ada 7 suku, tapi sekarang sudah ada 17 lepo (suku)," jelasnya.
Pada upacara itu,hewan seperti babi, anjing, ayam, atau kambing dijadikan kurban kepada para leluhur.
"Buatnya di kantor desa, nanti setelah itu baru kasih sesajen (piong) di masing-masing lepo (suku)," ujar Yoseph Ferdinandus.
Masyarakat adat Hewokloang saat melakukan upacara adat, Kamis (26/3/2020) siang. Foto: istimewa.
Selain pemberian sesajen (piong) di masing-masing lepo (suku), mereka juga menanam dagu anjing di arah barat laut tepat di perbatasan Desa Hewokloang (arah mata angin di mana virus corona muncul yakni ke arah China). Hal itu dipercaya bahwa ketika virus corona datang, dapat dihalau oleh anjing tersebut.
Selain di arah barat laut tepat di perbatasan Desa Hewokloang, mereka juga melakukan penjagaan di ketiga sudut lainnya tepat di batas desa dengan cara teong koli wojong (gantung daun lontar) yang dipercaya dapat menahan serangan atau bahaya yang datang.
ADVERTISEMENT
"Ritual itu dari semua lepo (suku) bawa kekuatan masing-masing dan disatukan," tutur Yoseph Ferdinandus.
Kontributor : Albert Aquinaldo