Masyarakat Benteng Tawa 1 Bongkar Pagar di Perbatasan Ngada dan Matim

Konten Media Partner
26 Mei 2019 9:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masyarakat Benteng Tawa 1 saat kegiatan pembongkaran pagar di Kali Bakit pada Jumat(24/5) lalu.Foto oleh: florespedia/kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat Benteng Tawa 1 saat kegiatan pembongkaran pagar di Kali Bakit pada Jumat(24/5) lalu.Foto oleh: florespedia/kumparan.com
ADVERTISEMENT
Ngada-Aliansi Masyarakat Pejuang Kebenaran (AMPERA) Benteng Tawa Raya memberikan Apresiasi terhadap Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat dalam ketegasannya memutuskan sengketa tapal batas antar kabupaten Ngada dan Manggarai Timur yang sudah 46 tahun tak kunjung selesai. 
ADVERTISEMENT
Demikian dikatakan oleh Ketua AMPERA Benteng Tawa Raya Yohanes Don Bosko Ponong kepada Wartawan di titik perbatasan kali Bakit disela-sela kegiatan pembongkaran pagar dan bangun titian di Kali Bakit pada hari jumat (24/5/2019).
Ketua AMPERA yang juga adalah anggota DPRD Ngada terpilih Daerah Pemilihan (DAPIL) Riung dan Riung Barat menjelaskan bahwa sejak keluarkan surat keputusan (SK) Gubernur NTT nomor 22 Tahun 1973 adalah titik awal sengketa tapal batas antar kabupaten Ngada dan Manggarai yang saat ini Manggarai Timur. 
Karena kehadiran SK Gubernur Ben Boy saat itu menganeksasi sebagai wilayah kabupaten Ngada yang ada di etnis Riung masuk kabupaten Manggarai yang saat ini Manggarai Timur. 
Menurutnya Kehadiran SK 22 Tahun 1973 sangat bertentangan dengan undang-undang 69 tahun 1958 yang mengatur tentang pembentukan daerah tingkat I dan tingkat II. 
ADVERTISEMENT
Mantan sekretaris jenderal PMKRI Cabang Ende ini melanjutkan bahwa kabupaten Ngada terbentuk dari tiga eksswapkerajaan yakni Ngada, Nagekeo, dan Riung, termasuk dengan batas-batas swapkerajaan masuk batas administrasi pemerintahan kabupaten Ngada.
"Apakah SK 22 Tahun 1973 lebih tinggi atau undang-undang 69 tahun 1958 kedudukannya lebih tinggi," tanya ketua AMPERA agar publik bisa paham.
Bosko menambahkan yang dilakukan oleh Gubernur NTT Vikot Bungtilu Laiskodat pada 14 mei 2019 kemarin sudah sesuai dengan harapan masyarakat dusun Rio Minsi Desa Benteng Tawa I Kecamatan Riung Barat.
"Karena gubernur NTT tetap memutuskan bagian selatan di Kali Bakit sesuai dengan keputusan Raja Riung dan Raja Manggarai tahun 1929 kala itu" ujar Bosko mendengungkan kembali keputusan silam dua raja.
ADVERTISEMENT
Semantara itu, ditempat yang sama Kepala Desa Benteng Tawa I Yoseph Panas, ketika ditanya oleh awak media terkait dengan pembongkaran pagar di perbatasan, kades yang akrab disapa Jose ini menjelaskan bahwa kegiatan ini sebagai realisasi kesepakatan bersama di Kupang yang disampaikan oleh Gubernur NTT dan diterima oleh kedua Bupati yaitu Bupati Ngada Paulus Soliwoa dan Bupati Manggarai Timur Agas Andreas. Sehingga pada hari ini, pihaknya memenuhi kesepakatan tersebut.
Jebolan sekolah tinggi filsafat katolik (STFK) Ledalero ini juga menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang berani dan tegas memutuskan sengketa batas ini sehingga tidak terlalu berlarut-larut dan terus diwariskan kepada generasi berikutnya.
Jose melanjutkan, kedepan pasti akan ada perhatian pembangunan dan infrastruktur jalan di sekitar wilayah perbatasan ini, sehingga masyarakat di lokasi perbatasan ini juga bisa menikmati pembangunan juga.
ADVERTISEMENT
"Saat ini  dan kedepan kita pasti akan menikmati pembangunan dan infrastruktur jalan di lokasi perbatasan ini. Untuk itu kita harus tetap pelihara semangat persaudaraan, mengembgkan kerukunan dan rajut tali silaturahmi di perbatasan ini" imbuh Jose.
Awak media ini juga berhasil mewawancarai seorang tokoh masyarakat Desa Waerasan Kecamatan Elar Selatan Kabupaten Manggarai Timur Damianus Raeng terkait dengan keputusan Gubernur NTT pada 14 mei 2019 yang memutuskan batas bagian selatan di Kali Bakit, Damianus Raeng menyampaikan rasa haru dan bangga menerima dengan jiwa raga terhadap keputusan tersebut. 
Menurut Damianus memang sejak masa kerajaan Riung dan Manggarai batasnya di Kali Bakit. "Pak kami masyarakat kecil tahu batasnya di Kali bakit, hanya ini permainan elit tingkat atas. Kami lega pak kedepan oto lancar dan kami akan menikmati akses transportasi yang baik" ujar mantan ketua BPD Waerasan Damianus Raeng.
ADVERTISEMENT
Damianus juga meminta saudara-saudara masyarakat Dusun Rio Minsi Desa Benteng Tawa I tidak usa menggubris dengan riak-riak kecil di Manggarai Timur yang menunjukan ekspresi seolah-seolah tidak setuju dengan keputusan Gubernur pada tanggal 14 Mei 2019 di Kupang.
"Tidak usah gubris karena kami yang alami dan paling merasakan langsung. Mereka-mereka yang tidak setuju rata-rata ekscaleg gagal, dan lagi cari panggung," pinta Dami.(FP-03).