Orang Tua Korban Pencabulan di Desa Wairbleler, Sikka, Mengadu ke Truk F

Konten Media Partner
28 Februari 2022 21:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tiga aktivis perempuan dan anak Truk F Maumere. Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Tiga aktivis perempuan dan anak Truk F Maumere. Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
MAUMERE – IL, selaku orang tua DNA, korban pencabulan oleh kakeknya sendiri berinisial YDB warga Nangahaledoi, Desa Wairbleler, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, pada Minggu (20/2) akhirnya mengadukan kejadian yang menimpa anaknya ke Truk F Maumere, Senin (28/2).
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, DNA merupakan siswi kelas VI salah satu Sekolah Dasar (SD) di Nangahaledoi, Desa Wairbleler, Kecamatan Waigete.
IL, ibu kandung korban saat ditemui media ini di Kantor Truk F Maumere, Senin (28/2) mengatakan, sepulang merantau dari Malyasia, dirinya bersama suami dan anaknya DNA tinggal di Nebe, Kecamatan Talibura sambil menunggu proses kepindahan DNA dari Malaysia ke salah satu SD di Nebe.
“Pulang dari Malaysia, kami tinggal di Nebe, di rumah orang tua suami, sambil menunggu proses kepindahan karena guru-guru tanyakan dulu ke kementerian, apakah tetap lanjut di kelas VI atau turun lagi karena pindahan dari luar negeri,” ujarnya.
Pada saat menunggu proses itu, lanjut IL, terlapor YDB menawarkan kepada orang tua DNA untuk bersekolah di Nangahaledoi, Desa Wairbleler.
ADVERTISEMENT
“Jadi anaknya saya juga mau, berhubung si oma juga sibuk layani tukang karena mereka lagi buat rumah, jadi saya pikir ya sudahlah untuk bantu-bantu omanya sekalian belajar mandiri, selama ini dia belum pernah pisah dari saya, terus kita ketemu dengan kepala sekolah di Nangahaledoi, mereka langsung terima, jadi kami memutuskan untuk tinggal di sana (red: rumah terlapor), berhubung masih ada hubungan keluarga dekat,” tuturnya.
Hubungan terlapor dengan orang tua dari suami IL atau ayah kandung DNA adalah masih saudara kandung.
Ditanya terkait laporannya ke Polsek Waigete hingga ada upaya mediasi damai dari pihak Kepolisian Sektor Waigete, IL membenarkan hal itu, namun dirinya mengungkapkan bahwa dirinya sebenarnya tidak mau adanya perdamaian itu.
ADVERTISEMENT
“Saya sebetulnya dari lubuk hati yang paling dalam, saya tidak mau damai, saya mau teruskan sebab ini adalah kehormatan bagi kami, kehormatan anak saya, saya harus perjuangkan, jangan sewenang-wenang untuk merusak akhlak anak dan keluarga walaupun itu masih ada hubungan darah, tapi kembali lagi mediasi, dia (red: anggota Polsek Waigete) kalau mama mau teruskan, mama harus korban waktu sama uang, jadi dalam kondisi kami sekarang yang lagi miskin, jadi saya sempat berpikir bagaimana ini untuk bolak-balik urus kasus ini,” beber IL.
Meski tidak sesuai dengan suara hatinya, tutur IL, dia terpaksa menerima upaya damai yang disarankan oleh pihak Polsek Waigete karena mengingat kondisi ekonomi mereka.
“Saya terpaksa tandatangan di kantor Polisi menyatakan bahwa untuk adat dan tidak meneruskan kasus ini, itu dalam mediasi, tapi setuju saya itu terpaksa karena kondisi ekonomi, jadi saya merasa terpaksa, tertekan, jadi saya iyakan,” ujarnya lagi.
ADVERTISEMENT
Lanjut dia, dalam proses pembayaran secara adat, pihak terlapor tidak bertanya terlebih dahulu kepada dirinya selaku ibu kandung korban. Menurut IL, terlapor dalam kesepakatan damai, terlapor bersedia membayar sebidang tanah dan sejumlah uang.
“Dalam perjalanan bayar adat, mereka tidak tanya apa yang saya minta, dia (red: keluarga terlapor) kasih sebidang tanah sama uang, tapi saya bilang kamu tidak tanya saya, berapa uang, yang berhak untuk menentukkan uangkan saya, kamu sanggup atau tidak itu urusan kalian, sudah itu saya mau minta sapi, sapi ini saya mau korbankan, tapi sapi itu harga Rp 3 juta, setahu saya sapi dengan harga seperti itu anak sapi,” beber dia lagi.
Namun, kesepakatan pembayaran secara adat itu, tutur IL, belum dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Terkait kedatangannya ke Truk F, IL mengaku hal itu berdasarkan hasil kesepakatan keluarga besarnya dan menolak damai dan meneruskan kasus ini ke jalur hukum.
“Harapan saya, supaya terlapor itu dihukum seberat-beratnya dan seadil-adilnya, jangan mengaanggap suatu masalah itu dengan uang,” unkapnya.
Sementara itu, Koordinator Truk F Maumere, Suster Ika, SSPs, kepada media ini mengatakan bahwa kasus ini sudah dilaporkan ke Polsek Waigete dan pihaknya juga sudah melihat surat tanda penerimaan laporan atas kasus itu.
“Kita disini kan lembaga yang sudah konsen untuk urus masalah-masalah yang seperti itu jadi kita siap kawal kasus ini, membantu adik korban dengan keluarganya karena ini kasus anak di bawah umur,” ujarnya.
Disebutkan Suster Ika bahwa besok, Selasa (1/3) rencananya pihak Truk F Maumere akan bertemu Kapolres Sikka guna membicarakan beberapa hal termasuk kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
“Besok itu sebetulnya kami ada agenda untuk bertemu Kapolres, tapi bukan hanya Truk sendiri, ada jaringan. Salah satu agenda, karena kami lihat akhir-akhir ini Polsek Waigete ini cukup menjadi sorotan dan itu juga membuat kami juga kecewa, ini lembaga kepolisian, kenapa kasus-kasus anak di bawah umur kok lebih memilih untuk mediasi,” tutupnya.
Kontributor : Albert Aquinaldo