Pelabuhan Rakyat Wuring Didominasi Kapal Milik Instansi Pemerintah

Konten Media Partner
16 September 2021 14:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keterangan foto: Kondisi Pelabuhan Rakyat Wuring yang didominasi kapal milik instansi pemerintah dan beberapa kapal rakyat.
zoom-in-whitePerbesar
Keterangan foto: Kondisi Pelabuhan Rakyat Wuring yang didominasi kapal milik instansi pemerintah dan beberapa kapal rakyat.
ADVERTISEMENT
MAUMERE- Para buruh yang sehari - harinya bekerja pada aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Rakyat (Pelra) Wuring mengeluhkan keberadaan kapal-kapal instansi pemerintah yang disebut mendominasi area kolam labuh Pelra Wuring.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, kapal rakyat yang semestinya bersandar di Pelra Wuring, memilih untuk pindah berlabuh ke Pelabuhan L.Say Maumere.
Kondisi ini merugikan para buruh karena membuat pihaknya kehilangan pendapatan dari aktivitas bongkar muat kapal rakyat.
Keluhan para buruh ini disampaikan oleh Ketua TKBM Pelra Wuring, Mansur kepada media ini Kamis (16/9) siang.
Dikatakan Mansur, ada kapal rakyat yang datang dari Baranusa, Kabupaten Alor, seharusnya melakukan bongkar muat 1.000 karung mente di Pelra Wuring, tetapi tidak bisa dikarenakan kondisi pelabuhan yang dipenuhi kapal-kapal instansi pemerintah dan juga kapal rakyat lain.
"Kapal Mulya Abadi 01 yang bermuatan mente 1.000 karung sudah 3 hari tidak bisa bersandar di Pelra Wuring. Kapal ini masuk di wilayah perairan Wuring pada 13 September lalu. Tetapi karena pelabuhan penuh kapal, kapal ini pindah ke Pelabuhan L.Say. Kapal ini tidak bisa bongkar di Pelra Wuring karena ada kapal negara yang tidak bisa bergeser dari Pelra Wuring," ungkap Mansur.
ADVERTISEMENT
Ia menyampaikan, saat ini kapal-kapal yang berlabuh memenuhi area Pelra Wuring yakni, 1 unit kapal TNI AL,
2 unit Kapal SAR 2, kapal Dinas Perhubungan ada 2 unit, kapal Dinas Perikanan 1 unit dan speed 2 unit dari Pol Airud.
Menurutnya, buruh TKBM Pelra Wuring sejumlah 183 orang mengeluh telah kehilangan pendapatan akibat kapal rakyat yang memilih membongkar muatan di Pelabuhan L.Say Maumere.
Padahal, kapal rakyat ini semestinya bongkar muat di Pelra Wuring jika kolam labuh di pelabuhan tidak dipenuhi dengan kapal-kapal negara.
Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan oleh KSOP Pelabuhan L.Say Maumere, para buruh makin kehilangan pendapatan. Apa lagi saat situasi pandemi corona seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pihaknya berharap KSOP bisa berkordinasi dengan instansi negara pemilik kapal agar kapalnya bisa diparkir di lokasi milik instansi negara tersebut atau juga di Pelabuhan L.Say Maumere.
Harapannya kapal negara harus punya tempat tersendiri. Jangan berlabuh disitu. Ini kan pelabuhan rakyat untuk kegiatan bongkar muat. Saat ini, banyak kapal yang memilih untuk tender di samping kapal lain. Jadi satunya sandar di pelabuhan, satunya tender di kapal itu," ungkap Mansur.
Ia juga menyampaikan, sejumlah elemen di Pelra Wuring seperti TKBM, DPC Pelra, dan KSOP Pelabuhan L. Say, pernah menggelar rapat bersama dan membuat komitmen bahwa kapal kayu itu harus kegiatan bongkar muatannya di Pelra Wuring.
Ditemui terpisah, Kepala Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Lorens Say Maumere,  Jhon Ola mengatakan, memang benar bahwa Pelabuhan Rakyat Wuring itu dikhususkan untuk aktivitas bongkar muat kapal-kapal rakyat.
ADVERTISEMENT
Pelra Wuring memiliki panjang sekitar 67 meter dengan tingkat aktivitas yang cukup padat sehingga dengan space hanya 67 meter berarti kurang lebih 3 kapal Pelra saja sudah full.
Kepala Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Lorens Say Maumere,  Jhon Ola. Foto: Mario WP Sina.
Terkait keberadaan kapal negara, kata Jhon Ola, kehadiran kapal negara juga untuk membantu Kabupaten Sikka terutama kapal SAR untuk bencana dan kapal Balibo untuk pengamanan wilayah laut.
Menurutnya, keberadaan kapal-kapal negara tersebut sesungguhnya tidak mengambil space atau semua ruang dari Pelra Wuring tetapi pada sayap bagian dalam pelabuhan.
"Keberadaan kapal-kapal negara tidak mengganggu. Dia ambil space kurang lebih 10 persen saja itu. Tetapi itu setiap saat juga kita bisa minta pengertian mereka. Mereka bukan di space dermaga tetapi di sayap dalamnya. Hanya space yang dipakai itu kapal SAR. Kapal SAR ini kapasitasnya agak besar. Kita berikan dia space disitu, tetapi setiap saat kita bisa perintahkn keluar," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ia menuturkan, pihaknya memang tidak ada kerjasama atau pun kesepatan tertulis terkait pemanfaatan area Pelra Wuring untuk kapal-kapal negara, hanya permintaan bantuan untuk perlindungan kapal.
"Kapal negara parkir di Pelra Wuring saya pikir tidak menyalahi aturan. Dia berhak juga untuk itu. Kehadiran mereka juga hanya 10 persen menggunakan area pelabuhan," ungkapnya.
Terkait adanya kapal rakyat yang memindahkan aktivitas bongkar muatan di Pelabuhan L.Say, Jhon Ola menuturkan, untuk kapal rakyat yang pindah ke Pelabuhan L.Say daripada antri lama dan biaya menjadi tinggi, dirinya memerintahkan untuk pindah.
"Daripada dia antri 2-3 hari costnya tinggi lebih baik pindah. Kan ini pelabuhan umum, jenis kapal apa saja datang menggunakan fasilitas umum ini," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Terkait adanya komitmen bersama KSOP dan stakeholder di Pelra Wuring, Jhon Ola membantah bahwa tidak ada komitmen lisan tersebut.
Terkait keluhan buruh yang mengaku kehilangan pendapatan akibat pindahnya kapal rakyat ke Pelabuhan L.Say, Jhon Ola mengatakan, sebaiknya jangan melihat bahwa dengan berpindahnya kapal itu merugikan para buruh di Pelra Wuring karena saat di Pelabuhan L.Say juga tetap menggunakan jasa buruh.
Dirinya berharap para buruh di Pelra Wuring bisa meningkatkan disiplin dan kinerja kerja sehingga berdampak pada proses bongkar muatan barang yang lebih singkat waktunya.
"Saya pikir seharusnya mereka kerja profesional, 1 kapal bisa selesai dibongkar dalam sehari. Sekarang tidak, bisa 3 hari. Mereka mesti memperbaiki sistem kerjanya. Saya di pelabuhan lain 1.000 ton dibongkar sehari, disini 60 ton bisa 3 hari," ungkap Jhon Ola.
ADVERTISEMENT