Tepi Rani, Tradisi Agraris Agar Panen Melimpah di Manggarai Timur

Konten Media Partner
5 April 2019 9:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para sesepuh kampung menumbuk padi yang telah disangrai sebelum dibagikan kepada seluruh warga kampung.Foto oleh : florespedia/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Para sesepuh kampung menumbuk padi yang telah disangrai sebelum dibagikan kepada seluruh warga kampung.Foto oleh : florespedia/kumparan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Padi mulai menguning. Petani di Kampung Renden, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, mulai mempersiapkan segala sesuatu jelang waktu panen tiba.
ADVERTISEMENT
Jika normalnya persiapan saat hendak mengetam padi hanya membutuhkan tenaga dan peralatan secukupnya, warga adat Kampung Renden mempunyai tradisi unik yang telah diwariskan turun temurun.
Tradisi itu bernama "Tepi Rani"
Tepi Rani sendiri berasal dari dua suku kata, ‘Tepi’ yang artinya menapis atau mengayak dan ‘Rani’ yang berarti biji padi yang siap panen. Jika diterjemahkan secara bebas, maka Tepi Rani bisa diartikan menapis atau mengayak Padi.
Dalam ritus ini, sesepuh adat memimpin doa yang digelar di halaman rumah adat yang mereka namai dengan ‘Compang’ atau altar tempat persembahan kepada leluhur dan Tuhan.
Pagi-pagi benar saat matahari baru saja nampak, warga sudah berdatangan ke halaman rumah adat untuk mengikuti do’a bersama sesepuh kampung.
ADVERTISEMENT
Salah seorang sesepuh adat didaulatkan untuk memimpin doa dengan persembahan seekor ayam atau bisa diganti dengan sebutir telur.
Selain ayam atau telur untuk persembahan, dihadapan altar itu juga digelar butiran padi serta ‘uwi’ (sejenis ubi hutan) untuk dipersembahkan. Butiran padi yang digelar tersebut diambil dari ladang yang siap dipanen.
Dihadapan tempat persembahan atau ‘Compang’, doa dilambungkan dengan lantang yang isinya tak lain adalah memohon kepada alam dan leluhur agar hasil panen mereka berlimpah serta bisa memberi penghidupan bagi seluruh warga kampung.
Memohon Hasil Panen Yang Melimpah
Sesepuh Adat membagikan padi yang telah menjadi beras kepada warga kampung setelah disangrai dan ditumbuk.Foto oleh : florespedia/kumparan.com
Gregorius Pori, salah seorang Sesepuh kampung Renden menjelaskan, sebagai warisan leluhur, warga Kampung Renden meyakini tanpa ritus ‘Tepi Rani’ hasil panen mereka tidak akan berlimpah seperti yang mereka harapkan.
ADVERTISEMENT
“Pada intinya, doa ini untuk memohon kelimpahan hasil panen untuk padi yang akan kami panen”, kata Gregorius Pori, sesepuh Kampung Renden, Kamis (4/4).
Menurut dia, Jika tidak dilakukan upacara ini setiap jelang musim panen, maka seluruh tanaman mereka termasuk padi akan mengalami musibah.
"Biasanya kalau kami lupa menggelar tepi rani saat mau panen, tanaman kami akan diserang hama atau musibah lain yang berdampak pada hasil panen menjadi sedikit" ujarnya.
Setelah doa berlansung, selanjutnya butiran padi yang tadi dipersembahkan di sangrai untuk kemudian di tumbuk.
Uniknya, setelah di sangrai dan ditumbuk, sesepuh adat akan menapis atau mengayak padi hasil tumbukan tersebut dengan cara mengitari altar atau compang sebanyak lima kali.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, buliran padi yang telah dipisahkan dengan kulitnya akan dibagi-bagi ke setiap rumah warga dalam kampung. Hal ini bermakna membagi rejeki bagi setiap keluarga yang akan memanen padinya.
Alex, salah satu sesepuh kampung berharap tradisi ini akan terus lestari oleh generasi selanjutnya. Menurut dia, tradisi ini adalah ucapan syukur yang penuh makna.
“Tradisi ini harus terus dilestarikan, kita harus tau berterima kasih dengan pemberian alam dan leluhur yang memberi kita kehidupan”, ujarnya.(FP - 05).