Prinsip Hadhanah Sebagai Pencegahan Kasus Penelantaran Anak

Fadia Fauzia Rachma
Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
5 Mei 2024 13:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadia Fauzia Rachma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Canva Application, Template by: @alissafatma
zoom-in-whitePerbesar
Canva Application, Template by: @alissafatma

Prinsip Hadhanah adalah konsep islam sebagai pencegahan untuk mengurangi kasus penelantaran anak.

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Prinsip di dalamnya terkait kewajiban merawat, mengasuh, menjaga, serta mendidik anak yang belum pada tahapan mumayyiz. Istilah mumayyiz adalah tahapan anak ketika sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk (Kira-Kira sekitar 18 tahun).
ADVERTISEMENT
Kewajiban hadhanah yang awalnya dilimpahkan kepada seorang ibu, yang dirasa hubungan ibu antar anak lebih dekat ketimbang dengan ayah, tidak relevan lagi untuk masa kini. Dikarenakan sosok ibu dirasa tidak cukup tanpa dihadirkan sosok ayah, mengingat peran ayah berdampak untuk melatih cara pandang anak sekaligus pencegahan mnegurangi kasus penelantaran anak dimasa yang akan datang. Miris nya, dampak peran hadhanah ini masih disepelekan, banyak kaum laki-laki terkhusus pada kaum misoginis yang menganggap bahwa kewajiban tersebut adalah kewajiban penuh sang istri, dengan alasan sang suami sudah lelah bekerja.
Persoalan hak hadhanah ini pada pasca perceraian hanya menjadi sengketa antar strata sosial borjuis saja. Pada strata sosial menengah, bahkan strata bawah tidak dianggap persoalan yang penting, ego dari masing-masing pihak serta rata-rata persentase ekonomi mereka berada pada pola kemiskinan terstruktur yang menyebabkan mereka enggan dipenuhi suatu kewajiban. Padahal kewajiban ini dibuat untuk pencegahan kasus penelantaran anak dimasa yang akan datang sesuai pada Pasal 105 KHI.
ADVERTISEMENT
Ketentuan di atas berguna menjaga hak-hak yang ada pada anak. Pencegahan ini dilakukan agar tidak terjadi yang dimaksud sebagai penelantaran anak, yang mana dampaknya tidak hanya berakibat pada fisik anak yang tidak terjamin, melainkan dampak mental kepercayaan sang anak pada lingkungan orang terdekatnya. Oleh karena itu, pendekatan ini dimaksudkan untuk menjaga prinsip kepentingan terbaik bagi anak, Prinsip ini ada di dalam Pasal 3 Ayat (1) Konvensi Internasional mengenai Hak Anak:
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, untuk menjamin agar prinsip kepentingan tersebut terjaga, unsur-unsur yang berada di Pasal tersebut seperti para lembaga dsb., harus ikut andil terkait prinsip ini, yang pada akhirnya isu yang menjadi corcern dunia tersebut kemudian di Indonesia lahir UU Peradilan Anak Nomor 3 Tahun 1997 yang diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU Perlindungan Anak yang tertuang pada UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang diubah menjadi UU Nomor 35 Tahun 2014 dan UU Nomor 17 Tahun.
ADVERTISEMENT
Oleh sebabnya, pernyataan di atas sangat tepat dengan SEMA Nomor 1 Tahun 2017 yang pada pokoknya mewajibkan kepada Hakim untuk mencantumkan dalam diktum putusan bahwa “kewajiban pemegang hak hadhanah memberi akses kepada orang tua yang tidak memegang hak hadanah untuk bertemu dengan anaknya” dan membuat pertimbangan bahwa “tidak memberikan akses kepada orang tua yang tidak memegang hak hadanah dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan pencabutan hak hadhanah.” (Kartiwan, n.d.)
Daftar Pustaka:
Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam
Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam
Pasal 3 Ayat (1) Konvensi Internasional mengenai Hak Anak
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1977
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak