Tanaman Obat: Warisan Turun Temurun Pembangkit Ekonomi Bangsa

Fuadah Annadhira
Mahasiswi tingkat akhir S1 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Menyukai bidang kesehatan dan kepenulisan.
Konten dari Pengguna
10 Desember 2020 11:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fuadah Annadhira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jahe, Tanaman Obat dengan Berbagai Khasiat
zoom-in-whitePerbesar
Jahe, Tanaman Obat dengan Berbagai Khasiat
ADVERTISEMENT
Ketika kamu pergi ke dapur, kamu pasti dapat dengan mudah menemukan jahe? Pernahkah kamu mengonsumsi jahe? Apa yang kamu rasakan setelah mencicipnya? Umumnya konsumsi jahe memberikan sensasi hangat dalam tubuh dan tenggorokan. Disinyalir jahe biasa dijadikan sebagai obat pencegah sakit tenggorokan atau batuk. Ternyata, rempah-rempah dapur seperti jahe ini juga bisa dimanfaatkan sebagai obat tradisional ya.
ADVERTISEMENT

Peluang Pengembangan Tanaman Obat

Obat tradisional berasal dari tanaman obat yang berkhasiat. Menurut Emawati Munadi dalam buku Info Komoditi Tanaman Obat, Indonesia memiliki 30.000 jenis tanaman obat. Jumlah tersebut sangat banyak jika dibandingkan dengan negara lain. Pasalnya jumlah tanaman obat di dunia saja sebanyak 40.000 jenis. Berarti sekitar 90% tanaman obat bisa ditemukan di Indonesia. Meskipun banyaknya tanaman obat, namun baru 1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional.
Padahal pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional merupakan peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa. Bisa dilihat pada data Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Disebutkan bahwa terjadi peningkatan pasar obat tradisional sebanyak Rp 7,1 trilliun sejak tahun 2006 hingga 2012. Tingginya pasar obat tradisional bisa diduga karena konsumsi gaya hidup sehat bagi sebagian masyarakat. Di lain sisi, Indonesia secara turun temurun telah mengakui kemanjuran dari obat tradisional hingga menganggapnya warisan budaya bangsa. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan obat tradisional sangat mudah untuk diterima masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kini tren konsumsi obat tradisional pun semakin meningkat dengan adanya fenomena pandemi Covid-19. Ketika awal pandemi masuk ke Indonesia, ramai pemberitaan tanaman obat yang dapat meningkatkan imunitas tubuh. Tanaman obat yang sering diberitakan seperti jahe, kayu manis, kunyit, temulawak, herba meniran, dan herba sambiloto. Hal ini pun dikonfirmasi oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu Dwi Ranny Pertiwi. Dilansir dari Ekonomi Bisnis, Dwi menyatakan terjadi kenaikan penjualan produk jamu, khusus untuk produk rempah kering kenaikannya berkisar 50% dari sebelum munculnya wabah.
Sayangnya perkembangan industri obat tradisional belum sepenuhnya optimal. Terhitung sejak tahun 2015 jumlah obat tradisional yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk produk jamu sebanyak 10.000, Obat Herbal Terstandar (OHT) 32 produk, dan 5 produk fitofarmaka. Padahal produksi obat tradisional jenis fitofarmaka bisa terjamin efikasinya dan dapat diresepkan sebagai pengobatan pasien.
ADVERTISEMENT

Strategi Triple Helix dalam Pengembangan Obat Tradisional

Menanggapi peluang besar industri obat tradisional, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan, Rachmat Gobel berupaya untuk meningkatkan kolaborasi peran dari pemerintah, peneliti/akademisi, dan industri. Kerja sama ketiga peran tersebut dinamakan dengan kerja sama triple helix yang diperkenalkan oleh Etzkowitz dan Leydesdorff pada tahun 2000. Pada teori tersebut, pemerintah sebagai lembaga yang memegang otoritas untuk menyusun dan menerapkan hukum dalam pengembangan obat tradisional. Pemerintah memiliki peran peting untuk menyusun peraturan dari mulai pendirian industri obat tradisional hingga peraturan untuk registrasi obat tradisional. Pemerintah juga berperan untuk memberikan stimulus pada industri yang melakukan pengembangan obat tradisional.
Peneliti/akademisi berperan sebagai agen intelektual yang mengembangkan penemuan obat tradisional supaya dapat diaplikasikan. Dengan kata lain peneliti/akademisi di sini berperan untuk melakukan penelitian yang bisa dihilirisasikan sehingga bermanfaat pada masyarakat. Peranan penting dari peneliti untuk menunjang pengembangan obat tradisional berupa standarisasi mutu bahan baku obat tradisional. Bahan baku obat tradisional yang telah terstandarisasi akan menghasilkan kualitas obat tradisional yang terus sama. Industri berperan sebagai pelaku usaha yang mendukung pemasaran obat tradisional. Upaya yang dilakukan industri berupa penyedia fasilitas pengembangan obat yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti/akademisi. Industri juga dapat berupaya untuk mendanai penelitian agar riset pengembangan obat tradisional terus berjalan.
ADVERTISEMENT

Berkaca pada Pengembangan Obat Tradisional di China

China sebagai negara yang telah maju dalam pengobatan tradisionalnya telah menerapkan teori triple helix dengan sangat baik. Industri obatnya berperan penting dengan membuka akses yang lebih mudah ke pasar dan melakukan investasi besar dalam promosi obat tradisional. Dukungan pemerintahnya dengan memperluas pasar obat tradisional dari China. Tidak heran jika pengobatan tradisional dari China telah tersebar ke 183 negara. Pemerintah juga mengatur regulasi obat dengan mengklasifikasikan obat resep dan (Over The Counter) OTC. Saat ini ada 60.00 obat tradisional dan obat medis etnis minoritas serta 2088 perusahaan farmasi yang telah disetujui oleh Good Manufacturing Practice (GMP) sebagai produk dan sarana produksi obat paten di China.
ADVERTISEMENT
Indonesia sedang dalam tahap optimalisasi ketiga peran tersebut. Hal itu dibuktikan dengan adanya Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional yang dirancang oleh menteri kesehatan pada tahun 2013. Dari sini kita bisa melihat keseriusan pemerintah untuk membantu pengembangan obat tradisional. Semoga obat tradisional Indonesia bisa mendunia dan membantu perekonomian bangsa.