Konten dari Pengguna

Harta Warisan Bukanlah Hal yang Sepele

Galih Gibran Buntoro
Mahasiswa Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28 November 2022 7:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Galih Gibran Buntoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto : pexels.com / Oleksandr Pidvalnyi
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto : pexels.com / Oleksandr Pidvalnyi
ADVERTISEMENT
Harta warisan atau waris dalam ilmu fiqih adalah harta kekayaan yang ditinggalkan ketika seseorang meninggal dunia. Harta kekayaan tersebut ditinggalkan untuk orang-orang yang masih hidup. Warisan dapat berupa harta kekayaan materi, seperti uang, emas, dan berlian, atau juga dapat berupa utang yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. Jika orang yang meninggal dunia tersebut meninggalkan harta kekayaan, maka tidak heran sering terjadi permasalahan dalam pembagian warisan. Hal ini sering terjadi dalam banyak keluarga khususnya di Indonesia, sehingga masalah warisan menjadi hal sensitif untuk dibicarakan dalam kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT
Banyak konflik yang terjadi terutama dalam keluarga akibat perebutan untuk mendapatkan hak waris. Ada yang saling bersaing sesama keluarga, hubungan keluarga retak, bahkan tega membunuh keluarganya karena persoalan pembagian harta warisan yang dinilai tidak adil atau ingin mendapatkan harta warisan sepenuhnya. Hal itu pernah terjadi di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kota Baubau. Seperti yang dilansir dari laman Kompas.com, Rabu (12/7/2017). “Sang kakak tega membunuh adiknya agar bisa sepenuhnya mendapatkan warisan berupa rumah.” Dari kasus tersebut dapat dilihat betapa fatalnya dampak akibat perebutan hak waris jika tidak diperhatikan dengan baik dan benar sesuai hukum yang ada.
Dalam agama Islam, pembagian harta warisan sudah diatur secara adil. Siapa saja yang berhak mendapatkannya, berapa bagian setiap orangnya, itu semua sudah diatur dalam hukum dan syariat Islam. Orang yang berhak menerima warisan disebut ahli waris atau penerima warisan. Allah juga telah mengatur masalah warisan ini yang tertulis dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 7:
ADVERTISEMENT
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-ayah dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-ayah dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.( QS. An-Nisa’ : 7)
Ditinjau dari segi jenis kelaminnya, ahli waris dibagi menjadi dua, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Yang termasuk ahli waris laki-laki ada lima belas orang, yaitu:
1. Suami
2. Anak laki-laki
3. Cucu laki-laki
4. Ayah
5. Kakek dari bapak sampai ke atas
6. Saudara laki-laki kandung
7. Saudara laki-laki seayah
8. Saudara laki-laki seibu
9. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
10. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
11. Paman sekandung dengan bapak
ADVERTISEMENT
12. Paman seayah dengan bapak
13. Anak laki-laki paman sekandung dengan bapak
14. Anak laki-laki paman seayah dengan bapak
15. Orang yang memerdekakan
Jika semua ahli waris laki-laki di atas ada, maka yang mendapat warisan adalah suami, anak laki-laki, dan bapak, sedangkan yang lain terhalang. Adapun ahli waris perempuan yaitu :
1. Istri
2. Anak perempuan
3. Cucu perempuan dari anak laki-laki
4. Ibu
5. Nenek dari ibu
6. Nenek dari bapak
7. Seudara perempuan kandung
8. Saudara perempuan seayah
9. Saudara perempuan seibu
10. Orang perempuan yang memerdekakan
Jika semua ahli waris perempuan ini ada, maka yang mendapat bagian harta warisan adalah istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan saudara perempuan kandung. Pada penjelasan di atas sudah disebutkan siapa saja yang berhak untuk menerima harta warisan. Untuk bagian-bagian tertentu secara umum telah ditetapkan dalam al-Qur’an yang disebut furudhul muqaddarah. Bagian-bagian tertentu tersebut ada 6 yaitu:
ADVERTISEMENT
- 1/2 bagian.
- 1/4 bagian.
- 1/8 bagian
- 1/3 bagian
- 1/6 bagian.
- 2/3 bagian.
Pembagian di atas hanyalah secara umum bukan secara khusus siapa saja yang berhak menerima bagian-bagian tersebut. Jika ingin mengetahui lebih mendalam, dapat dipelajari lebih rinci dalam ilmu fikih lslam tentang ilmu mawaris atau waris.
Para ahli waris juga mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai ahli waris untuk mendapatkan harta warisan menurut hukum waris Islam antara lain:
- Pewaris dinyatakan meninggal dunia atau meninggal secara hukum
- Memiliki hubungan nasab, ataupun memiliki hubungan pernikahan yang sah.
- Menganut agama yang sama, yaitu Islam.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa Islam sudah sangat baik mengatur masalah warisan ini. Islam secara baik dan adil membagi sesuai hak-hak yang sudah ditetapkan untuk tiap orangnya. Akan tetapi masih banyak orang yang mengabaikan hukum yang berlaku karena keserakahan mereka akan harta kekayaan yang diwariskan oleh keluarganya. Sering terjadi dimana anggota keluarga saling memusuhi satu sama lain, bahkan banyak yang memutuskan hubungan antar keluarga, padahal Islam tidak membenarkan hal itu. Untuk mencegah terjadinya dampak yang diakibatkan dari perebutan hak waris, maka yang dapat dilakukan antara lain :
ADVERTISEMENT
1. Memahami ilmu fikih tentang waris atau mawaris.
2. Mengikuti syariat dan hukum yang sudah ditetapkan baik hukum Islam maupun hukum negara.
3. Ikhlas dalam menerima pembagian harta warisan agar tidak timbul iri sesama keluarga sendiri.
4. Tetap menjaga hubungan baik dengan keluarga.
5. Bisa juga berinisiatif membuat surat wasiat pembagian harta tersebut untuk berjaga-jaga agar tidak timbul konflik dimasa yang akan datang jika pewaris sudah meninggal dunia.
Demikian bahwa banyak sekali hal yang terkait dengan hukum waris Islam. Mulai dari ayat-ayat tentang hak waris, bagaimana pembagiannya yang adil dan sah sesuai hukum waris Islam, syarat-syarat yang harus dipenuhi, hingga fatalnya dampak yang terjadi bila tidak diperhatikan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Perihal warisan ini merupakan hal yang sensitif dalam keluarga. Sehingga dalam membagi atau mengelola harta warisan perlu diperhatikan dengan baik dan adil serta harus mengacu pada hukum waris Islam.
Daftar Pustaka
Assifa, F. (2017). Kakak Bunuh Adik demi Harta Warisan. Diakses pada 19 November 2022, dari https://bit.ly/3EpFdz4.
Soewarno, T.B., Alfan, A., & Wahyudi, A. T. (2015). Buku Siswa Fikih Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Agama 2015.
Daryono, A. M. (2022). Hukum Warisan dalam Islam untuk Menghindari Sengketa Keluarga. Diakses pada 19 November 2022, dari https://alamisharia.co.id/blogs/hukum-warisan-dalam-islam/.