Saya dan Catur: Menembus Batas dengan Penglihatan Terbatas

Gayuh Satrio
Atlet Asian Para Games 2018.
Konten dari Pengguna
2 Oktober 2018 16:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gayuh Satrio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Atlet Asian Para Games 2018, Gayuh Satrio. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Asian Para Games 2018, Gayuh Satrio. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Saya dilahirkan dengan kondisi mata mengalami low vision. Kondisi ini membuat saya tidak dapat melihat jelas dalam keadaan cahaya redup. Untuk beraktivitas di luar rumah pada siang hari pun saya harus didampingi ayah.
ADVERTISEMENT
Kekurangan itu tidak membuat saya berkecil hati. Orang tua menyekolahkan saya di sekolah umum hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), begitu juga dengan semua kompetisi catur yang saya ikuti: lawan-lawan saya adalah orang-orang yang tak memiliki kekurangan seperti saya.
Ayah seorang atlet catur tingkat daerah. Dia yang pertama kali mengenalkan saya pada permainan papan hitam-putih ini ketika saya di bangku sekolah Taman Kanak-kanak.
Gayuh Satrio dengan papan catur brailenya (Foto: Nesia Qurrota Ayuni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gayuh Satrio dengan papan catur brailenya (Foto: Nesia Qurrota Ayuni/kumparan)
Mulanya saya selalu melihat ayah bermain catur dengan orang lain. Sampai suatu waktu, saya mengajaknya bermain. Rasa senang selalu menghinggapi saya saat bermain catur dengan ayah, dia yang memahami kekurangan saya. Sejak itulah, saya mulai berlatih catur.
Kompetisi pertama yang saya ikuti yaitu ketika diadakan kejuaraan catur tingkat provinsi, saat itu saya masih kelas 4 Sekolah Dasar (SD). Saya mengalami banyak kekalahan dalam kejuaraan itu dan hanya berhasil meraih juara 3.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya saya cukup puas dengan hasil itu, mengingat lawan-lawan saya adalah anak-anak yang memang mengenyam pendidikan sekolah catur. Terang saja mereka lebih andal dibandingkan saya. Dari kompetisi itu pun saya baru tahu bahwa ada sekolah catur.
Usai kelas 5 SD sampai SMP, saya mendapat bimbingan dari Pak Bimo, seorang atlet tingkat kota. Sedangkan saat Sekolah Menengah Atas (SMA), saya dibimbing oleh Bu Ninik.
Atlet catur, Gayuh Satrio. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet catur, Gayuh Satrio. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Mengetahui kekurangan saya, Bu Ninik menyarankan untuk pindah ke kelas khusus difabel, yaitu di Sekolah Luar Biasa Kalibayem Yogyakarta. Dia yang mendorong saya mengikuti seleksi Pemusatan Latihan Daerah (Pelatda) hingga saya mampu meraih 2 emas dan 1 perak pada Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) di Jawa Barat.
Keberhasilan di Peparnas mengantar saya ke Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) di Solo untuk mengikuti ASEAN Para Games di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2017. Sejak berada di Pelatnas saya mulai belajar bermain catur braile dua kali sehari. Awalnya memang sulit, namun seiring waktu saya mulai terbiasa.
Gayuh satrio dan ibunya Herni Miji Astuti. (Foto: Dok. Herni Miji Astuti)
zoom-in-whitePerbesar
Gayuh satrio dan ibunya Herni Miji Astuti. (Foto: Dok. Herni Miji Astuti)
Giat berlatih membuat saya berhasil membukukan 3 emas dan 1 perak untuk Indonesia dalam ajang olahraga terbesar untuk difabel di Asia Tenggara itu.
ADVERTISEMENT
Saya sangat bangga bisa mengharumkan Indonesia di kancah internasional. Apalagi saat saya mendapat medali emas itu bertepatan dengan hari ulang tahun mama saya. Sebelumnya saya bertanya kepada mama, 'mau kado apa?' Mama jawab mau dikasih medali emas. Alhamdulillah ternyata kado yang mama inginkan terwujud.
Semua ini berkat dukungan tak henti dari orang tua saya. Motivasi dari mereka membuat saya tak pernah jenuh menekuni catur, meskipun tentu semua orang tahu olahraga ini bisa bikin pusing kepala.
Berbagai prestasi yang saya toreh menjadi bukti bahwa kekurangan fisik tidak akan menghentikan kemauan keras seorang Gayuh. Saya sudah cukup bersyukur dengan kondisi fisik ini dan menolak melakukan operasi karena risiko kebutaan total jika operasi tidak berhasil.
ADVERTISEMENT
Kini, menghadapi Asian Para Games 2018, saya akan berusaha bermain sebaik mungkin. Soal hasil, saya serahkan kepada kuasa Tuhan. Yang terpenting buat saya adalah bermain santai dan tanpa beban, sehingga saya bisa berkonsentrasi di setiap pertandingan. Catur adalah kesenangan.