Pentingnya Penyerapan dan Proteksi Harga Gabah Petani

I Gede Alfian Septamiarsa
Pranata Humas Ahli Muda - Sub Koordinator Komunikasi Pimpinan Biro Administrasi Pimpinan Setdaprov Jatim
Konten dari Pengguna
6 April 2021 18:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Gede Alfian Septamiarsa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto/ilustrasi/SINDOnews
zoom-in-whitePerbesar
Foto/ilustrasi/SINDOnews
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih banyak petani yang masih mengalami kerugian ketika mereka panen. Produk yang dihasilkan banyak yang tidak sebanding dengan ongkos produksi yang dikeluarkan ketika mereka menjual hasil pertaniannya. 
Berdasarkan data dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim, harga gabah kering sawah atau kering panen berkisar Rp 3.400-Rp 3.500 per kilogram. Sementara itu, harga gabah kering giling (GKG) berkisar Rp 3.700-Rp 4.000 per kg.
Dengan kata lain, harga gabah itu jauh dari harga pembelian pemerintah (HPP) dan menyebabkan petani merugi.
Harga gabah ini berpotensi turun lagi pada puncak musim panen raya karena pasokan yang melimpah. Produksi padi pada musim panen raya tahun ini diprediksi lebih tinggi karena luas panen bertambah dan produktivitasnya lebih baik. Kondisi itu diperparah dengan isu kebijakan pemerintah mengimpor beras untuk iron stock.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengamatan di lapangan, isu keputusan impor beras semakin menekan harga gabah petani pada saat ini. Selain karena memasuki masa panen, kebijakan impor beras yang diputuskan pada awal tahun tidaklah tepat.
Dalam kondisi seperti itu, perlu upaya maksimal melindungi petani dari keterpurukan akibat harga jual yang rendah. Upaya bisa dilakukan seperti memperbanyak penyerapan gabah agar stabilitas harga mampu mencapai nilai keekonomiannya.
Perlindungan terhadap petani harus dioptimalkan dengan memperbanyak pintu penyerapan gabah agar stabilitas harga mampu mencapai nilai keekonomian. Daerah penghasil beras mulai panen, dan harus segera diserap sebagai langkah kongkrit perlindungan pemerintah pada petani.
Sebagai contoh, Bulog yang ada di Jawa Timur, saat ini rata-rata serapannya bisa menyerap 1.500 ton per hari. maka perlu ditambah hingga 2.000 ton per hari.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, dalam hal produksi padi, Provinsi Jawa Timur kembali mencetak prestasi. Pasalnya berdasarkan rilis BPS terbaru yang dirilis bulan Maret 2021, dicatatkan bahwa Jatim berhasil menduduki peringkat pertama daerah penghasil padi terbesar di Indonesia. 
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dengan luas panen 1.754.380 ha, Jawa Timur dapat  menghasilkan padi sebanyak 9.944.538 ton GKG atau setara 5.712.597 ton beras. Capaian ini bahkan menggeser posisi Jawa Tengah yang sebelumnya bertengger di peringkat pertama. Tahun ini, Jateng menempati urutan kedua dimana dengan luasan panen 1.666.931 ha, berhasil menghasilkan padi 9.489.165 ton GKG atau setara 5.428.721 ton beras. 
Disusul peringkat ketiga, Jawa Barat dengan luas panen 1.586.889 ha menghasilkan padi 9.016.773 ton GKG atau setara 5.180.202 ton beras. Keempat, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luas panen 976.258 ha menghasilkan padi 4.708.465 ton GKG atau setara 2.687.970 ton beras, berada diurutan keempat. Kelima, Provinsi Sumatera Selatan, dengan luas panen 551.321 ha menghasilkan padi 2.743.060 ton GKG atau setara 1.567.102 ton beras.
ADVERTISEMENT
Upaya proteksi lainnya, Kementerian BUMN juga perlu membantu mengoptimalkan serapan beras petani. Kebijakan ini pernah dakukan pada tahun sebelumnya. Ketika itu Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) yang berada di pengawasan Kementerian BUMN ikut membantu menyerap gabah.
Kebijakan itu dalam kerangka stabilisasi harga gabah di pasar agar tidak ada lagi yang berada di bawah HPP. Perbankan bisa membantu menghimpun beras untuk mengamankan cadangan pangan pemerintah. Selain itu, perbankan ikut membantu petani untuk mendapatkan modal usaha tani.
Masih dalam upaya membantu petani menangani kegiatan pascapanen agar mereka mampu mendapatkan nilai tambah yang tinggi dari hasil produksinya, maka Kementerian BUMN dan Kementerian Pertanian dapat mengupayakan penyediaan mesin pengering gabah.
ADVERTISEMENT
Keberadaan mesin pengering gabah tersebut diharapkan dapat membantu petani mengeringkan gabahnya sehingga rendemen air menjadi lebih kecil. Ketika kadar air yang rendah, gabah tak mudah rusak, lebih tahan lama saat disimpan, dan mampu memenuhi syarat pembelian oleh Bulog.
Selain itu, langkah yang terpenting adalah pemerintah pusat dengan tegas mengeluarkan kebijakan untuk tidak impor beras. Kebijakan tersebut sangat meresahkan bagi petani. Apalagi dengan masa panen raya ini, kondisi padi dan beras di Indonesia mengalami surplus. 
Jika semua ini dilakukan maka petani akan terproteksi. Perlindungan pada petani terutama produsen beras benar-benar bisa diberikan dan upaya tersebut bisa berseiring dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Penulis : I Gede Alfian Septamiarsa, S.Sos, M.I.Kom
ADVERTISEMENT
Jabatan : Pranata Humas Ahli Pertama Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur