Apa Itu Fallacy Equivalence Terkait Cuitan Dokter Tifa Soal Es Teh yang Heboh?

Generasi Milenial
Generasi Milenial
Konten dari Pengguna
21 Agustus 2022 13:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Runtuhnya Gletser Perito Moreno Foto: REUTERS/Andres Arce
zoom-in-whitePerbesar
Runtuhnya Gletser Perito Moreno Foto: REUTERS/Andres Arce
ADVERTISEMENT
Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa baru-baru ini bikin heboh publik dengan cuitannya di Twitter yang menganalogikan es di kutub yang mencair bak es di gelas es teh. Cuitan itu disebut warganet sebagai fallacy equivalence atau kesetaraan palsu.
ADVERTISEMENT
Semua bermula ketika Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyampaikan data sejumlah lembaga internasional soal potensi Jakarta tenggelam pada 2050. Tifa yang notabene Doktor Epidemiologi Molekuler dan Filsafat pun mengomentarinya.
Lewat akun @DokterTifa di Twitter, pada Selasa (16/8/2022), Tifa menuliskan sebuah cuitan bahwa es di kutub yang mencair tidak akan membuat tenggelam kota manapun di dunia ini. Ia lalu menganalogikannya dengan es batu pada es teh.
“Pernah pesan es teh, lupa diminum? Batu-batu esnya mencair, kan? Apakah lantas airnya jadi tambah banyak dan tumpah? Tidak, kan. Volume airnya tetap, tidak bikin air dalam es teh itu jadi lebih banyak,” ujar Dokter Tifa.
Dari sanalah Tifa kemudian menyimpulkan es yang mencair di Kutub, selayaknya es batu pada es teh, volume airnya tidak berubah sedikitpun. Hanya mengalami perbedaan bentuk saja.
ADVERTISEMENT
Cuitan tersebut pun menuai banyak pertentangan dari warganet, rata-rata menyebutnya sebagai fallacy equivalence atau kesetaraan palsu. Lantas, apa maksud dari fallacy equivalence?

Penjelasan fallacy equivalence

Mengutip Truly Fallacious, fallacy equivalence adalah sebuah kesesatan logika ketika penjelasan menggambarkan situasi di mana seakan-akan ada kesetaraan yang logis, tapi sebenarnya tidak ada. Kesetaraan tersebut cenderung dipaksakan.
Apel dan Jeruk. (Foto: Michael Johnson/Flickr/wikipedia)
Perumusan fallacy equivalence, mengutip Intelligent Speculation, dapat dirumuskan sebagaimana jika sesuatu punya karakteristik a, b, dan c, kemudian sesuatu yang lain punya karakteristik b dan e. Walau dua-duanya punya karakteristik b, bukan berarti setara.
Contoh paling terkenal adalah: apel dan jeruk sama-sama buah. Bentuk apel dan jeruk juga sama-sama bulat. Jadi, rasa apel dan jeruk pasti sama. Padahal, faktanya rasa apel dan jeruk berbeda.
ADVERTISEMENT
Bila cuitan Tifa dijadikan contoh, maka akan seperti es pada es teh dan es di kutub sama-sama es. Keduanya sama-sama jadi air bila mencair. Jadi, seperti es pada es teh yang tak menambah volume air ketika cair, es di kutub juga tidak akan menaikkan air laut.
Padahal, faktanya es pada es teh dan es di kutub berbeda. Sebab, tak semua es di kutub berada di lautan. Seperti misalnya es di Kutub Selatan atau Antartika, Greenland yang notabene pulau terbesar di Bumi, dan gletser Gunung Himalaya.
Ilustrasi es teh (Foto: Thinkstock)
Para ilmuwan menilai lebih pas menganalogikan bongkahan es di Bumi dengan es batu yang diletakkan terpisah tepat di atas segelas air. Ketika suhu makin panas, es batu itu perlahan mencair dan membuat gelas makin penuh. Seperti itu pula pemanasan global yang melelehkan es di daratan.
ADVERTISEMENT
Karenanya, mengutip ilmuwan University of California, Santa Barbara, Amerika Serikat, alih-alih es di kutub dengan es batu pada es teh, akan lebih pas menganalogikan es di Bumi dengan es batu pada wadah terpisah.
Bila suhu makin panas, es batu yang mencair akan mengisi gelas. Seperti itu pula pemanasan global, yang melelehkan es di daratan. (bob)