Penut: Paman Kadrun yang Palsu (Part 3)

Generasi Milenial
Generasi Milenial
Konten dari Pengguna
22 September 2022 15:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cerita horor Penut, Paman Kadrun yang Palsu. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Cerita horor Penut, Paman Kadrun yang Palsu. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Paman Kadrun berlari melewatiku untuk menghampiri kuburan. Ketika aku menoleh ke arah kuburan, Paman Kadrun yang berjongkok sudah menghilang. Karena teriakan Paman Kadrun tadi, Bapak dan beberapa orang lainnya terbangun. Mereka tampak kebingungan.
ADVERTISEMENT
“Penut! Penut nyamar!” teriak Paman Kadrun. Dia berjongkok dengan posisi yang sama seperti Paman Kadrun sebelumnya untuk meraba kuburan. Semua orang tampak kaget dan aku sendiri masih memproses apa yang terjadi. Paman Kadrun menarik napas lega dan mengumumkan bahwa kuburannya baik-baik saja.
Bapak ikut menghampiri kuburan dengan wajah pucat. Paman Kadrun menenangkan Bapak bahwa kuburannya aman. “Untung saja Udin bangun. Tadi aku buang air sebentar. Kukira bakal aman.”
“Nanti bilang aja kalau mau buang air, Drun. Biar gantian,” kata Paman Dani sambil mengucek-ucek mata. “Tadi, penutnya kayak gimana, Din?” Paman Dani menatapku penasaran.
“Kayak Paman Kadrun,” kataku.
“Wah, bahaya!” Paman Dani menatap Paman Kadrun. “Ini beneran Kadrun gak?”
Paman Kadrun berdiri. Bapak yang berada di samping Paman Kadrun, ikut berdiri. Semua orang berdiri dan menatap Paman Kadrun. Suasana kembali berubah mencekam. Hanya saja, kali ini aku tidak sendirian, semua orang sudah bangun.
ADVERTISEMENT
“Ya, ini Kadrunlah,” kata Paman Kadrun sambil menunjuk diri sendiri.
“Sudah... sudah.” Bapak mengajak Paman Kadrun untuk kembali duduk di tikar. “Bukannya orang-orang zaman dulu bilang kalau Penut gak bisa bicara? Memang, Penut bisa menyamar jadi siapa pun, tapi tampilannya saja. Kalau mereka mengeluarkan suara, yang terdengar hanya suara serem.”
Semua orang mengangguk setuju. Mungkin karena mereka masih mengantuk dan capek. Paman Kadrun kembali duduk di tikar. Sisa malam itu digunakan untuk mendiskusikan kejadian tadi dan bagaimana menanggulanginya.
***
Di sekolah, aku terus-menerus teringat dengan Paman Kadrun yang berjongkok di samping kuburan. Bagaimana kepalanya terkulai dan sarungnya yang tampak aneh. Apa benar itu Penut? Itu artinya, aku sudah melihat Penut. Dan, itu mengerikan.
ADVERTISEMENT
Ternyata Penut bisa benar-benar terlihat seperti orang yang aku kenal. Bagaimana kalau suatu malam Penut itu menyamar menjadi aku? Membayangkannya saja sudah membuat aku gemetaran.
Sepulang sekolah, aku langsung membantu Bapak untuk menyabit rumput untuk sapi di hutan dekat rumah. Biasanya, aku melewati pematang sawah untuk pergi ke hutan. Tetapi, hari ini—karena aku harus mampir ke rumah Nyai Sudi untuk mengundangnya datang ke rumah agar bisa memijit Ibu—aku lewat pinggiran hutan.
Ketika melewati jalanan tidak beraspal itu, aku harus melewati rimbunan pohon pisang serta sebuah makam kecil kuno yang tidak diketahui pemiliknya. Aku tidak pernah merasa takut ketika melewati makam itu. Bapak bilang, makam kuno tidak pernah mengganggu orang-orang di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, hari ini—ketika aku melihat makam horor itu—bulu kudukku meremang. Tidak ada orang di sekitar. Dan, aku kembali mengingat sosok Penut tadi malam. Aku hampir melewati makam itu ketika mendengar suara orang memanggil. (day)