La Nina, Curah Hujan Tinggi, dan Penyakit Leptospirosis

Ghina Yusriyah
Mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
14 Januari 2021 19:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ghina Yusriyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini sebagian wilayah Indonesia telah mulai memasuki musim hujan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa musim hujan periode 2020/2021 akan terjadi dari bulan Oktober 2020 hingga bulan April 2021 dan memasuki puncaknya pada bulan Januari hingga Februari 2021.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pemantauan iklim ditemukan bahwa suhu permukaan laut di wilayah Samudera Pasifik sedang berada di kondisi yang rendah selama enam dasarian menurut data pada bulan Oktober. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa La Nina sedang berkembang di wilayah Samudera Pasifik. Sebagian wilayah Indonesia berpotensi terkena dampak dari La Nina di musim hujan periode ini. Kondisi tersebut menyebabkan curah hujan menjadi lebih tinggi dari biasanya.
Peningkatan curah hujan dapat meningkatkan potensi terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir. Bencana banjir tidak hanya merugikan masyarakat secara material namun juga dapat meningkatkan potensi terjadinya beberapa masalah kesehatan, salah satunya adalah leptospirosis.

Banjir dan Penyakit Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit menular akibat bakteri Leptospira yang ditransmisikan melalui hewan namun jarang terjadi dari manusia ke manusia. Seseorang akan tertular jika terjadi interaksi langsung dengan binatang pembawa bakteri ataupun kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi. Tikus merupakan binatang utama penularan penyakit ini, seperti tikus atap, tikus got, tikus wirok, serta tikus ladang.
ADVERTISEMENT
Leptospirosis sering ditemukan di daerah rawan banjir karena sarang tikus berpotensi terbawa oleh air sehingga bakteri akan sampai ke pemukiman warga. Keadaan air yang meluap menyebabkan manusia berisiko terkena air maupun tanah yang terkontaminasi. Bakteri dapat bertahan selama 16 hari di air dan 24 hari di tanah. Leptospira terkandung di urin tikus yang nantinya akan masuk ke dalam tubuh melalui kulit. Jika terdapat luka terbuka maka bakteri akan semakin mudah dan cepat masuk ke dalam tubuh. Selain melalui kulit, jalur masuk penyakit ini juga dapat melalui mata, hidung, serta mulut yang mengonsumsi air dan makanan tercemar. Bakteri ini akan menetap di darah lalu menyerang jaringan serta organ tubuh manusia sehingga menyebabkan sakit.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang terinfeksi akan menimbulkan gejala yang cukup beragam. Biasanya rentang waktu sampai menunjukkan gejala rata-rata 7-10 hari setelah terpapar. Gejala ringan yang mungkin muncul yaitu seperti demam, menggigil, sakit kepala, pusing, letih, timbul nyeri pada otot, batuk ringan atau berdarah, muntah, sakit perut, diare, urin berwarna gelap, hingga menimbulkan penyakit kuning. Jika derajat keparahan semakin tinggi, maka dapat berpotensi mengalami gagal ginjal, kegagalan pada liver, pendarahan pada paru-paru, miokarditis (peradangan pada otot jantung), radang otak, hingga dampak yang paling parah yaitu kematian.

Pencegahan Penularan

Pencegahan paling sederhana yang dapat dilakukan agar dapat terhindar dari infeksi leptospirosis adalah dengan menjaga kebersihan diri serta lingkungan sebelum maupun saat terjadi banjir. Langkah pencegahan yang dapat dilakukan sebelum banjir terjadi yaitu memusnahkan sarang-sarang tikus di sekitar rumah sesering mungkin dengan memasang perangkap tikus (minimal 2 buah) dengan jarak 10 meter antar perangkap di pekarangan rumah (atau tempat yang sering didatangi tikus) setiap hari. Selain itu, pengendalian tikus juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti rodentisida dengan menempatkannya pada suatu wadah dan letakkan di tempat yang sering dilalui tikus.
ADVERTISEMENT
Apabila banjir telah terjadi, pastikan kulit, mata, hidung, serta mulut tidak terkena air banjir dengan menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boots. Jika terdapat luka terbuka pada kulit maka segera tutup dengan perban anti air. Kemudian menghindari penggunaan air genangan banjir untuk keperluan hygiene, pun dapat mencegah risiko kontak dengan air yang terkontaminasi. Lalu pasca banjir, bersihkan rumah dengan desinfektan agar bakteri mati.
Pemerintah telah membentuk beberapa upaya untuk mengurangi dampak banjir yang berpengaruh terhadap penularan leptospirosis. Upaya tersebut tersusun dalam program yang dibagi menjadi pra bencana, saat bencana, dan setelah bencana. Pada tahap pra bencana dilakukan beberapa kegiatan seperti pemeliharaan sungai, pembangunan atau perbaikan tampungan air, drainase beserta peralatan dan fasilitas penunjangnya; pembuatan peta daerah genangan banjir; sosialisasi dan pelatihan prosedur tetap penanggulangan banjir; penyediaan peralatan darurat banjir; pembuatan penampungan air berteknologi tinggi serta sumur resapan; mereboisasi kota dan daerah hulu; dan terakhir mendirikan Posko banjir di wilayah RT/ RW.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada tahap terjadinya bencana banjir, pemerintah melakukan tindakan berupa pemberitahuan dini kepada warga terkait kondisi cuaca; mengevakuasi penduduk ke daerah aman; menyediakan pelayanan kesehatan darurat kepada korban; serta melakukan pendataan lokasi dan jumlah korban. Selanjutnya di tahap pasca bencana, dilakukannya pemulihan dengan pembersihan lingkungan.
BMKG berharap masyarakat dan pemangku kepentingan dapat terus berwaspada dan bekerja sama menjalankan upaya-upaya preventif dalam menghadapi fenomena la nina agar dapat meminimalisir dampak banjir yang mungkin timbul seperti leptospirosis. Tetap berhati-hati serta menjaga kebersihan diri adalah kunci pencegahan penyakit menular ini.