Memang Kita Belum Terbiasa Mengantre

Gideon Budiyanto
Sarjana Teologia (S.Th.) di bidang pastoral/konseling. Profesi : Karyawan Swasta dan Penulis. Anggota Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) Tangerang Selatan dan ISP NULIS
Konten dari Pengguna
3 Juni 2022 16:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gideon Budiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Image from Pixabay
ADVERTISEMENT
Saat ini berbagai macam kegiatan masyarakat mulai kembali normal sejak pandemi COVID-19 melanda seluruh dunia yang sempat membuat mati suri berbagai macam aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan.
ADVERTISEMENT
Akibatnya hampir di setiap jalan raya di Jakarta dan mungkin di kota-kota besar lainnya mengalami kemacetan seperti saat sebelum pandemi melanda bahkan sepertinya lebih parah dari sebelumnya.
Orang kembali berlomba untuk mengemudikan kendaraannya secepat-cepatnya, meliuk dan dengan sigap menghindari segala hambatan dan rintangan yang ada dengan tujuannya agar sampai di tempat tujuan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya.
Jikalau setiap orang memiliki pemikiran dan tindakan yang sama persis seperti di atas, satu kemungkinan besar yang akan terjadi berikutnya.
Tidak ada yang mau mengantre atau mengalah.
Setiap ruang kosong yang ada di jalan raya atau tol akan segera dipadati oleh kendaraan-kendaraan yang memiliki tujuan untuk menyalip kendaraan yang sebelumnya sudah rela mengantre dalam kepadatan lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Hal seperti ini tentu saja akan semakin menambah kerumitan kemacetan di jalan raya.
Bukan hanya itu, sudah sering sekali kita melihat atau membaca berita mengenai kecelakaan yang kerap terjadi hanya karena gagal menyalip, terburu-buru menjalankan kendaraan sampai yang melawan arus lalu lintas tapi sepertinya hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap apa yang masih saja terjadi di jalan raya.
Namun budaya tidak mau mengantre ini tidak saja terjadi di jalan raya semata.
Bisa juga terjadi saat kita ingin membeli dan membayar sesuatu di loket, naik kendaraan umum, menonton pertunjukan, dan lain-lain.
Di satu sisi alasan seseorang ketika menyelak antrean mungkin masih dapat dimaklumi seperti misalnya sedang terburu-buru karena ada sesuatu yang penting, menderita penyakit tertentu, dan alasan-alasan lain.
ADVERTISEMENT
Tapi di sisi lain tentu saja ada alasan kenapa seseorang rela mengantre. Bisa jadi mereka ingin membiasakan hidup secara disiplin serta menghormati orang lain atau hanya karena tidak mau terlibat perdebatan yang tidak perlu serta urusan-urusan lain yang nanti akan timbul akibat menyelak antrean.
Apapun alasan ke dua tindakan itu sebaiknya memang diserahkan kepada kedewasaan berpikir dan bertindak dari masing-masing kita.
Tidak ada yang bisa memaksa seseorang melakukan sesuatu karena segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan terpaksa tentu tidak akan berjalan lama atau permanen.
Hanya dengan kesadaran diri sendiri kita dapat melakukan hal-hal baik yang manfaatnya tentu saja bisa dirasakan oleh orang lain dan bukan hanya diri sendiri.
Dan yang paling penting, tindakan yang dilakukan dengan kesadaran diri tentu akan berjalan secara permanen sehingga dapat diteladani oleh anak cucu kita kelak.
ADVERTISEMENT