Menata Ulang Persepsi Kehidupan Kita

Gideon Budiyanto
Sarjana Teologia (S.Th.) di bidang pastoral/konseling. Profesi : Karyawan Swasta dan Penulis. Anggota Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) Tangerang Selatan dan ISP NULIS
Konten dari Pengguna
22 April 2022 15:14 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gideon Budiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Image by Pixabay
ADVERTISEMENT
Tentunya kita semua masih ingat tagline sebuah iklan keripik kentang yang berbunyi life is never flat yang sebenarnya mau menggambarkan bentuk si keripik tapi bisa juga dipakai sebagai gambaran kehidupan.
ADVERTISEMENT
Hidup memang tidak datar, banyak belokan, tanjakan, turunan dan hal-hal yang mengejutkan.
Sebagian orang bisa menerima semua itu dengan lapang dada tapi sebagian lagi tidak dan mungkin sedang akan menyerah.
Faktanya, banyak generasi muda saat ini begitu cepat menyerah dengan segala tantangan yang ada. Tidak sabar dengan proses, inginnya serba cepat dan mudah.
Bahkan dalam suatu penelitian disebutkan bahwa generasi muda saat ini lebih memilih untuk menganggur daripada ada di tempat kerja yang toxic.
Kenyamanan diri sendiri di atas segalanya.
Padahal sebenarnya, kita diciptakan sebagai makhluk pejuang dan bisa mengalahkan segala tantangan.
Semua itu tergantung dari cara kita memandang atau persepsi kita soal kehidupan.
Kita seringkali tidak bisa membedakan antara fakta dan asumsi.
ADVERTISEMENT
Misalnya dalam pekerjaan, kita mendapatkan fakta bahwa pekerjaan kita sudah overload alias melebihi kapasitas, kita merasa tidak sanggup atau tidak mampu mengerjakannya, itu asumsi.
Pertama, fakta tidak bisa dirubah tapi asumsi bisa dirubah.
Kita sangat mungkin bisa mengerjakan pekerjaan yang overload itu dengan time management yang baik atau kalau memang tidak bisa pun dapat dicari jalan keluarnya dengan cara berbicara secara terbuka dengan atasan kita sehingga dapat tercapai win-win solution.
Kedua, fakta tidak bisa dirubah dan jangan berasumsi.
Asumsi itu berasal dari berbagai macam pengalaman kita sebelumnya yang membentuk gambaran tidak nyata terhadap seseorang atau keadaan tertentu.
Asumsi itu sangat subjektif.
Dengan berasumsi, kita sebenarnya sudah menutup pintu untuk mengenal lebih dalam seseorang atau sebuah keadaan sehingga penilaian kita menjadi objektif.
ADVERTISEMENT
Baik atau tidak, benar atau salah, hitam atau putih bahkan abu-abu pun seharusnya kita bisa nilai berdasarkan kenyataan dan fakta yang ada sehingga kita bisa memandang hidup itu apa adanya.
Oleh sebab itu, coba kita belajar melihat hidup itu dari dua sisi, mana yang fakta dan mana yang asumsi.
Kita tentu saja tidak bisa merubah fakta yang ada tapi kita bisa merubah asumsi bahkan menghilangkannya.
Dengan begitu, fakta yang kita hadapi saat ini bisa dengan mudah dilewati bahkan bukan tidak mungkin fakta itu akhirnya akan membuat hidup kita menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.