Dinamika Magang di Tengah Pandemi

Ginara Gemilentika
Seorang lulusan Jurnalistik Unpad yang masih belajar menulis.
Konten dari Pengguna
27 Desember 2021 21:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ginara Gemilentika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mata memicing, leher menekuk, dan badan menunduk, merupakan serangkaian gerakan yang bisa menjadi keseharian selama pandemi. Lelah dan sepi, juga katanya ingin menemani. Tanpa adanya kesempatan untuk menelaah, mempelajari, dan menyiapkan strategi, manusia dituntut untuk terus beradaptasi, menelan bulat-bulat apa yang harus dilakukan. Apapun dilakukan, agar situasi bisa kembali pulih.
ADVERTISEMENT
Diantara ketidakpastian ini, orang-orang berlomba untuk beradaptasi. Mencoba peruntungan untuk memanfaatkan segala yang ada, sesuatu yang tak direnggut oleh pandemi dan dianugerahi olehnya. Digitalisasi, yang dulunya dianggap sebagai disrupsi, sekarang diagung-agungkan, menjadi cara paling efektif untuk berkomunikasi. Setidaknya sedikit mendekati porsi komunikasi saat sebelum pandemi. Bercakap dengan gawai, sekarang lebih familiar daripada interaksi antar-manusia
Digitalisasi ini mengaminkan inovasi-inovasi lain yang dapat memberikan kesempatan bagi manusia untuk dapat dikatakan “produktif” meski hanya berdiam diri di rumah. Perusahaan-perusahaan berlomba untuk menawarkan ide-ide mutakhir untuk menyiasati pandemi. Sayangnya, tak semua yang ada di dalam jaringan, lebih baik dari yang ada di luar jaringan. Mari kita bahas salah satunya, per-magang-an.
Sumber: Unsplash.com
Sebagai seorang pelajar, magang merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan magang ini tidak diikuti dengan jumlah penawaran magang yang dapat memberikan fasilitas serupa meski dalam jaringan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari the Center for Research on College-Workforce Transitions (CCWT) di Univarsitas Wisconsin-Madison (UW-Madison) hanya sebanyak 22% mahasiswa yang mendapat kesempatan untuk magang. Alasannya, antara lain: banyaknya permintaan akan magang yang tidak dibarengi dengan jumlah penawaran magang yang layak, penerima magang yang biasanya berasal dari kalangan ekonomi menengah atas, rendahnya kepuasan terhadap magang secara daring karena rendahnya pengalaman yang diberikan dan juga standar kemampuan yang dituntut menjadi semakin tinggi dari biasanya.
Maka tak heran, banyak perusahaan yang memberikan alternatif magang dengan jangka waktu yang tak terlalu lama dan dijanjikan untuk “learn through practical learning” sehingga para pemagang bisa mendapatkan pelajaran langsung dari saat melakukan pekerjaan yang riil. Penawaran magang yang menjanjikan ini seringkali menjadi alasan bagi para perusahaan untuk tidak memberikan timbal balik finansial, bahkan jika para pemagang telah bekerja secara langsung serta memberikan dampak nyata pada perusahaannya.
ADVERTISEMENT
Memang, banyak yang bisa dipelajari jika diberi kesempatan untuk terjun langsung ke lapangan dan belajar dari pengalaman. Namun, banyak orang yang menyayangkan keputusan tersebut karena dirasa menjadi memperbudak para pemagang. Mereka merasa sangat tidak adil membiarkan para pemagang mengorbankan waktu dan tenaga yang dikeluarkan tetapi tidak diberi apresiasi berupa upah. Padahal, menurut mereka, yang dipelajari selama menjadi pemagang jika dibandingkan dengan kerja keras dan kriteria pemagang yang tinggi tak sebanding. Magang yang tak diberi upah -atau biasa disebut unpaid internship dicap oleh sebagian orang sebagai bentuk perbudakan masa kini.
Namun di sisi yang berlainan, banyak juga orang yang menghargai unpaid internship. Bagi mereka yang mendukung, unpaid internship tak jauh dari kegiatan sekolah, “Kita bahkan harus membayar untuk mendapat ilmu, kenapa menjadi pelit ketika belajar dari suatu perusahaan?” Mereka berpikir bahwa mendapat kesempatan untuk bekerja dan mempersiapkan diri atau mempelajari medan pekerjaan sebelum benar-benar terjun langsung dapat sangat berguna untuk menentukan apakah kita benar mumpuni di bidang tersebut atau tidak. Para pendukung unpaid internship percaya, bahwa jika memang pekerjaan kita layak untuk mendapat upah, besar kemungkinan para manager di perusahaan melirik hasil kerja kita dan memercayakan pekerjaan sebenarnya pada kita.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, baik paid atau unpaid internship memberikan dampak yang berbeda pada setiap orang, sesuai dengan kebutuhannya. Ada banyak penawaran magang tak berbayar yang memang patut untuk dilakukan dan ada yang memang hanya mengambil keuntungan dari para pemagang yang bisa digunakan untuk menekan angka pengeluaran suatu perusahaan. Pilihan tersebut bisa dipilih secara leluasa jika kita sudah mengetahui dengan pasti apa yang menjadi tujuan kita untuk magang. Apakah untuk mendapat uang atau pengalaman?