Masyarakat Ekonomi ASEAN solusi atau bencana?

Luh Made Suryagita Widianggastra
Mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Bina Nusantara Jakarta.
Konten dari Pengguna
31 Maret 2018 10:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Luh Made Suryagita Widianggastra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih ingatkah anda dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?. Pemberlakuan MEA di Indonesia pada 2015 telah menjadi sorotan dan memunculkan segudang perdebatan dikalangan masyarakat. MEA sendiri merupakan salah satu bentuk realisasi dari visi ASEAN untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, serta kompetitif.
ADVERTISEMENT
Melalui segi hukum internasional, MEA memiliki kekuatan hukum yang kuat dan mengikat (Legally Binding), serta berprinsip “Pacta Sund Servanda” dan berdasar pada klausul “Most-Favoured Nation” (MFN). “Pacta Sund Servanda” menyatakan bahwa setiap anggota ASEAN harus ikut mengimplementasikan MEA dengan segala konsekuensi didalamnya, hal ini telah diatur pada pasal 47 Piagam ASEAN dan Cetak Biru MEA (Delfiyanti, 2013). Sedangkan Klausul MFN atau Non Diskriminasi menyatakan pemberlakuan cetak biru MEA akan diimplementasikan tanpa adanya pembedaan atau diskriminasi antara sesama anggota ASEAN (tidak melihat pada struktur sosial politik dan ekonomi anggota). Hal ini menjelaskan alasan pengimplementasian MEA di Indonesia yang merupakan anggota ASEAN dimana telah ikut meratifikasi dan menandatangani Piagam ASEAN.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kabar MEA memasuki tahun ketiganya? Berdasarkan penuturan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, pencapaian implementasi dari MEA di Indonesia telah mencapai 60% pada 2017, yang mana terbilang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan negara ASEAN lain dengan rata-rata 52%. Pencapaian MEA hingga saat ini telah terbilang selaras dengan kepentingan nasional Indonesia, seperti tujuan Indonesia untuk meningkatkan perdagangan intra-ASEAN dan ikut berkontribusi dalam peningkatan PDB ASEAN. Melalui data yang didapatkan ASEAN tercatat kedalam peringkat ke-6 perekonomian terbesar didunia dengan total PDB USD2,55 triliun dan nilai perdagangan ASEAN-dunia sebesar USD2,24 triliun (23,1% perdagangan intra-ASEAN) pada 2016.
Sebelumnya pasar Asia lebih didominasi oleh Cina dan India, tetapi dengan kehadiran MEA ASEAN telah menempati peringkat ke-3 dalam pasar Asia. Begitu juga dengan Indonesia, produk dari Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Indonesia semakin diminati oleh masyarakat internasional, seperti halnya UMKM kerupuk asal Jawa Tengah mengalami peningkatan permintaan setelah adanya pameran di Thailand. Pada dasarnya UMKM memang merupakan sasaran dan fokus utama dari pembentukan MEA guna menciptakan stabilitas serta perkembangan ekonomi. Disisi lain, terdapat dampak negatif dari implementasi MEA, beberapa ahli ekonomi menyatakan tenaga ahli Indonesia masih belum dapat bersaing dengan tenaga ahli asing khsusunya dalam kendala bahasa dan mental. Selain itu, tingginya tingkat ketergantungan terhadap produk asing menjadi kendala dari implementasi MEA hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Melalui pertemuan ASEAN Economic Community Council (AECC) ke-15, Indonesia telah menegaskan komitmen mereka dalam implementasi MEA 2025. Disisi lain, kesiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi MEA saat ini terbilang lebih matang. Survey dari Asian Enterprise menunjukkan 76% perusahaan Indonesia memberikan respon optimis terhadap MEA, mereka menyakini MEA sebagai peluang pertumbuhan bisnis di wilayah Asia Tenggara. Dalam hal ini, adanya harmoninasi dan unifikasi kebijakan Pemerintah sangat berperan penting untuk mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi MEA. Kebijakan Presiden Joko Widodo telah membuka peluang arus perdagangan dalam negeri yang lebih luas bagi Indonesia, khususnya para petani yang mana kebijakan pemerintah akan mengutamakan berpihak kepada petani.
Peluang yang ditawarkan oleh MEA dapat digunakan oleh Indonesia untuk melebarkan perekonomian mereka, khususnya dalam bidang pertanian dan perikanan. Meskipun arus pergerakan barang akan semakin bebas dan mudah apalagi dengan adanya penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.04/2017 terkait implementasi secara penuh atas penggunaan e-Form D (keterangan asal barang) dimana barang ASEAN akan dikenakan tarif preferensial sebesar 0% (MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA, 2017), efisiensi usaha tani dianggap dapat mendorong petani lokal untuk ikut bersaing dikancah globalisasi. Peningkatan jumlah produksi, efisiensi biaya produksi, dan peningkatan kualitas produk merupakan kunci utama dalam pengembangan budidaya pertanian Indonesia. Industri kemaritiman Indonesia terhitung sebagai salah satu yang terbesar di ASEAN, sehingga dengan memanfaatkan kekayaan laut diyakini masyarakat Indonesia dapat bersaing dalam komitmen MEA.
ADVERTISEMENT
Namun sangat disayangkan, penggunaan sistem teknologi informasi dan proses modernisasi di Indonesia masih tergolong rendah. Teknologi informasi telah digunakan sebesar 37% di wilayah negara-negara ASEAN, sedangkan di Indonesia tingkat perhatian investasi sistem teknologi yang diyakini sebagai sarana pertumbuhan hanya setinggi 33%. Pemanfaatan teknologi informasi dapat membantu administrasi bisnis, dan modernisasi dianggap dapat menciptakan metode budidaya yang lebih efektif. Pada 2015-2017, bantuan alat mesin pertanian dari pemerintah meningkat sebanyak 600%, benar saja tingkat produksi GKG Indonesia meningkat sebesar 85,5 juta ton pada 2017. Pemerintah dan masyarakat Indonesia juga perlu memperhatikan sistem perdagangan daring (online) dan luring (offline) untuk mensukseskan implementasi MEA. Sistem perdagangan berkaitan erat dengan pengenaan pajak barang ataupun jasa, sehingga Indonesia perlu menyeimbangkan pengembangan kedua sistem ini. ASEAN sendiri telah membuat ASEAN Agreement on e-Commerce sebagai alat penyokong perdagangan secara elektronik, dimana hal ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia.
ADVERTISEMENT
MEA menawarkan segudang keuntungan untuk mendorong pengembangan ekonomi Indonesia. Peningkatan SDM dan pemanfaatan SDA yang optimal dapat membantu Indonesia menghadapi tantangan-tantangan yang dihadirkan oleh MEA. Harmonisasi antara Pemerintah dan masyarakat memegang peranan penting dalam menghadapi isu MEA, melalui kerja sama kedua Pihak dan pembentukan regulasi yang tepat MEA merupakan wadah positif untuk perdagangan serta investasi Indonesia.