Google, Benarkah Corona Sudah Ada Sejak Januari?

Grady Nagara
Direktur Eksekutif Next Policy
Konten dari Pengguna
23 April 2020 21:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grady Nagara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Google. Foto: REUTERS/Aly Song/File Photo
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Google. Foto: REUTERS/Aly Song/File Photo
ADVERTISEMENT
Benarkah SARS-CoV-2 atau COVID-19 telah masuk Indonesia sejak Januari? Perdebatan ini ramai di linimasa media sejak pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI mengatakan bahwa sebetulnya kasus positif Corona sudah ada jauh sebelum kasus pertama resmi diumumkan pada awal Maret 2020. Setidaknya ada dua faktor pendukung. Pertama, data surveillance pasien dengan gejala COVID-19 sudah ada sejak Februari, meski awalnya negatif, dan di awal Maret ada sebagian yang dinyatakan positif. Kedua, mobilisasi orang ditandai dengan adanya jalur penerbangan langsung antara Wuhan dengan Jakarta.
ADVERTISEMENT
Rasanya penting untuk melihat faktor lain yang mendukung argumen bahwa COVID-19 sudah ada sejak Januari. Salah satunya adalah dengan cara sederhana yang belum banyak disadari publik: data pencarian Google. Saya sendiri mendapatkan ide ini setelah membaca artikel opini Seth Stephens-Davidowitz di kolom The New York Times edisi 5 April 2020. Dalam artikel tersebut, Seth menunjukkan bahwa data pencarian Google tentang gejala COVID-19 berkaitan erat dengan tingkat prevalensi kasus di Amerika Serikat.
Jutaan orang di Indonesia setiap hari mengakses Google untuk mencari ragam informasi. Salah satu yang sering dicari adalah informasi kesehatan. Sebagian orang mungkin sekadar ingin tahu. Namun, tidak sedikit orang melakukan diagnosis mandiri melalui pencarian Google. Diagnosis mandiri biasanya dilakukan oleh orang-orang yang merasakan gejala tertentu dan mencocokkannya dengan penyakit atau kondisi kesehatan tertentu.
ADVERTISEMENT
Cara melihatnya adalah melalui kata kunci yang dipilih. Kata kunci di pencarian Google antara orang yang sekadar ingin tahu dengan orang yang hendak melakukan diagnosis mandiri sangat berbeda. Ambil contoh informasi seputar kehamilan. Orang-orang yang sekadar ingin tahu ihwal kehamilan mungkin hanya mengetik kata kunci semisal ‘tanda-tanda kehamilan’ di Google. Hal ini berbeda dengan orang yang ingin melakukan diagnosis mandiri. Mereka akan mencari lewat kata kunci yang lebih spesifik, misalnya ‘apakah mual merupakan tanda kehamilan’. Hal ini dilakukan orang tersebut untuk memastikan apakah dia benar-benar hamil atau tidak.
Asumsi tersebut juga dapat kita gunakan untuk menganalisis perilaku publik dalam melakukan diagnosis mandiri di pencarian Google untuk informasi kesehatan lainnya. Termasuk yang dibahas di sini adalah COVID-19. Di antara gejala COVID-19 yang lazim ditemui adalah batuk, pilek, demam, sakit tenggorokan hingga sesak napas. Dengan kata lain, orang-orang yang hendak melakukan diagnosis mandiri akan merujuk pada salah satu atau lebih dari gejala di atas dengan COVID-19. Sebab orang-orang khawatir gejala yang mereka rasakan menunjukkan bahwa mereka positif Corona.
ADVERTISEMENT
Orang-orang yang kadung khawatir karena merasakan gejala COVID-19 akan semakin gencar mencari informasi yang terkait. Di Google, pencarian informasi itu terlihat dari kata kunci yang spesifik. Misalnya beberapa kata kunci terkait gejala COVID-19 yang spesifik adalah; ‘demam tapi tidak batuk’, ‘perbedaan batuk corona dengan batuk biasa’, dan ‘demam corona berapa derajat’. Jika tidak puas, seseorang akan menambahkan kata kuncinya agar lebih spesifik.
Bagaimana kita tahu bahwa kata kunci spesifik di atas banyak dicari orang? Jawabannya melalui Google Trends. Platform milik Google yang biasa digunakan untuk analisis pemasaran, ternyata bermanfaat juga untuk menganalisis perilaku sosial secara umum. Pencarian tentang demam, batuk, pilek, dan sesak napas meningkat pesat di bulan Maret 2020, bertepatan dengan kasus COVID-19 dilaporkan. Fakta ini saja menunjukkan bahwa data pencarian di Google Trends sangat relevan untuk menganalisis kasus COVID-19.
ADVERTISEMENT
Nah, terkait dengan apakah data pencarian Google dapat menguatkan argumen bahwa Corona sudah masuk sejak Januari juga dapat dilihat melalui Google Trends. Metode deteksi yang dilakukan juga sangat sederhana, yaitu memasukkan kata kunci berupa gejala COVID-19 seperti demam dan batuk lalu buat periodisasinya sejak 1 Januari 2020 hingga sekarang. Dari metode ini, kita akan menemukan bahwa pencarian yang terkait dengan gejala COVID-19 sudah ada sejak Januari 2020, meski mengalami lonjakan tajam mulai Maret.
Data di atas merupakan skor pencarian relatif yang ditunjukkan Google Trends terkait dengan gejala klinis tertentu. Google Trends dalam hal ini tidak menunjukkan frekuensi pencarian absolut untuk kata kunci tertentu, melainkan melalui skoring pencarian relatif dengan rentang 0 – 100. Jika nilainya 100, artinya tren pencarian sangat tinggi. Semakin rendah skor artinya popularitasnya semakin menurun di wilayah tertentu. Angka 0 bukan berarti tidak ada yang melakukan pencarian, melainkan frekuensi pencarian tidak mencapai ambang batas tertentu yang ditentukan Google.
ADVERTISEMENT
Dalam data di atas, saya memasukkan kata kunci untuk gejala yang lazim dialami penderita Corona yaitu sesak napas dan demam. Selain itu, saya juga membuat variasi dengan gejala lain yang tidak lazim yaitu mual, sakit mata, dan sakit kepala. Setiap kata kunci saya tambahkan kata ‘corona’; jadi kata kunci yang saya masukkan pada Google Trends untuk masing-masing variabel adalah ‘mual corona’, ‘sesak napas corona’, dan seterusnya.
Dari sana terlihat dengan jelas bahwa pencarian terkait gejala Corona sudah terlihat frekuensinya sejak Januari 2020. Jika kata kunci yang ditampilkan hanya ‘sesak napas’, misalnya, mungkin akan tercampur dengan maksud pencarian lain untuk gejala yang sama (banyak penyebab sesak napas). Tetapi, dalam motif apa beberapa orang mencari ‘sesak napas corona’ maupun ‘demam corona’ di Google?
ADVERTISEMENT
Satu hal yang harus kita ketahui adalah, frekuensi pencarian tentang gejala Corona muncul di Google Trends adalah pada 20 Januari 2020. Dapat kita asumsikan bahwa orang-orang mulai melakukan diagnosis mandiri lima hari setelah berita tentang Corona muncul di media nasional, yaitu pada 15 Januari 2020 (berita tentang gejala mirip pneumonia di Wuhan). Menariknya, kata kunci yang muncul pertama kali dari data di atas adalah gejala yang tidak lazim, yaitu ‘sakit kepala corona’.
Jika asumsi bahwa orang yang merasakan gejala akan menggunakan kata kunci yang spesifik, argumen bahwa COVID-19 sudah ada di Indonesia sejak Januari 2020 adalah benar. Kita harus ingat bahwa isu Corona masih cukup rendah di Indonesia. Munculnya frekuensi pencarian tentang sakit kepala dikaitkan dengan COVID-19, menurut dugaan saya, terjadi karena orang-orang yang baru bepergian dari China kemudian mengeluhkan sakit kepala ketika tiba di Indonesia. Saat mendengar kabar bahwa ada kasus infeksi COVID-19 di China, orang-orang itu khawatir tertular dan mencari tahu di Google. Sekali lagi ini hanya dugaan.
ADVERTISEMENT
Gejala COVID-19 seperti sakit kepala baru diberitakan sekitar akhir Maret dan awal April 2020. Mengapa orang tersebut dapat terpikirkan bahwa dia terinfeksi corona karena sakit kepala? Maka dugaan saya di atas semakin kuat.
Hal yang sama juga berlaku untuk kata kunci lain. Terlebih frekuensi pencarian tentang demam di bulan Januari mulai tinggi. Terlalu aneh jika seseorang menggunakan kata kunci spesifik untuk sekadar mencari tahu, padahal informasi tentang COVID-19 di bulan Januari masih cukup minim. Artinya, orang-orang yang mencari kata kunci pada di atas adalah mereka yang merasakan gejala tersebut. Diasosiasikannya tiap gejala dengan COVID-19 menunjukkan bahwa orang tersebut, paling tidak karena telah melakukan perjalanan ke daerah wabah atau merasa telah berinteraksi dengan orang yang berpotensi terinfeksi.
ADVERTISEMENT
Jika kita menggunakan istilah sekarang, mereka dapat dikategorisasi sebagai orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pemantauan (PDP). Artinya, probabilitas bahwa persebaran COVID-19 terjadi sejak Januari 2020 di Indonesia sangat tinggi. Jadi, Google telah menunjukkan bahwa memang benar COVID-19 sudah ada di Indonesia sejak Januari 2020.
Grady Nagara. Peneliti Next Policy