Polio Tidak Menaklukkan Saya Meraih Impian

Gusmalayanti
Atlet Renang Asian Para Games 2018.
Konten dari Pengguna
28 September 2018 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gusmalayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Atlet renang difabel Gusmalayanti (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet renang difabel Gusmalayanti (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kaki saya memang tidak sempurna, bahkan kerap terasa sakit saat dipaksakan berenang. Namun, untuk apa saya meratapi kekurangan itu? Meski polio membuat bentuk kaki saya lebih kecil, tetapi semangat saya tidak pernah mengecil.
ADVERTISEMENT
Mengidap polio membuat kaki saya lemah. Sprint terlalu lama membuat kaki menjadi tak berdaya. Kalau sudah begini, mau tidak mau harus dipaksakan. Bila tidak dipaksakan maka saya tidak akan pernah sampai ke tujuan dan harapan.
Selama saya hidup, saya tidak pernah merasa minder, kekurangan tersebut bukan alasan untuk mengucilkan diri. Buktinya ketika kecil saya memiliki banyak teman, kami sering bermain bersama. Salah satu permainan yang sering dilakukan adalah berenang.
Sejak umur tiga tahun saya senang berenang, tapi bukan berenang di kolam melainkan di sungai yang berada dekat rumah. Kegiatan itu sering saya lakukan selepas sekolah. Siapa sangka, berawal dari main-main akhirnya bisa menjadikan saya sebagai atlet renang tunadaksa.
Namun sejujurnya, dengan kondisi seperti ini, saya tidak pernah memiliki cita-cita, jika ditanya saat kecil pun saya tidak terpikir ingin menjadi apa. Setelah lulus sekolah pun saya menjadi pekerja garmen di Bandung. Hingga akhirnya di tahun 2008, saya diajak bergabung ke National Paralympic Committee (NPC) oleh teman saya, Sutopo.
Atlet renang Asian Para Games 2018, Gusmalayanti. (Foto: Charles Brouwson/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet renang Asian Para Games 2018, Gusmalayanti. (Foto: Charles Brouwson/kumparan)
Setelah masuk NPC, saya didapuk menjadi salah satu anggota pemusatan latihan nasional (Pelatnas) renang Indonesia. Selang tiga tahun, saya dipercaya menjadi kontingen Indonesia di Asean Para Games, Solo.
ADVERTISEMENT
Kini usia saya tidak muda lagi, saya sudah berkepala tiga, namun tidak berpikir untuk berhenti menjadi atlet. Banyak hal yang ingin saya raih, meski sedih kerap kali menghampiri ketika teringat anak saya yang berusia lima tahun.
Dia adalah Airlangga Satria Amali, yang selalu menangis ketika akan ditinggal ke Pelatnas. Namun tangisannya itu menjadi pecut semangat untuk saya.
Maka agar usaha saya tidak sia-sia, di Asian Para Games 2018 saya ingin mendapatkan emas. Saya ingin mengulang kesuksesan di Asean Para Games 2017, saat itu saya mendapatkan emas padahal awalnya tidak dijagokan. Berkat satu emas yang saya raih, Indonesia berhasil menjadi juara umum.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya sangat berharap dukungan dan doa dari seluruh masyarakat Indonesia agar perjuangan kami semakin sempurna. Kami di sini berjuang untuk mengharumkan nama Ibu Pertiwi.
ADVERTISEMENT