Gaya Diplomasi ala Presiden Jokowi: Idiosinkratisme Jokowi pada KTT ASEAN ke-42

Gusti Ayu Putu Indira Maha Rani
Saya adalah mahasiswa program studi Hubungan Internasional, Universitas Udayana.
Konten dari Pengguna
19 Mei 2024 10:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gusti Ayu Putu Indira Maha Rani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam ruang lingkup hubungan internasional, kita akan sering menemukan istilah “diplomasi”. Diplomasi memiliki peran yang sangat penting ketika berbicara mengenai “pengaruh” terhadap negara lain. Hal ini dikarenakan diplomasi digunakan sebagai alat untuk memengaruhi tindakan, perilaku, maupun keputusan yang telah melalui proses negosiasi dan dialog oleh suatu negara. Seiring berkembangnya teknologi dan visi misi negara dalam mencapai kekuatannya dengan cara yang beragam, diplomasi ini juga turut mengalami pergeseran dari yang bersifat tradisional menjadi modern. Hal ini ditunjukkan ketika fokus diplomasi tidak hanya terletak pada isu-isu “perang” (hard power), melainkan isu-isu soft power yang menyangkut HAM, pariwisata, kesehatan, lingkungan, dan lainnya yang disebut dengan diplomasi publik.
ADVERTISEMENT
Public Diplomacy atau diplomasi publik ini adalah aktivitas berkomunikasi maupun berhubungan dengan publik mancanegara. Menurut Jan Mellisen (2006), diplomasi publik dapat mengubah cara pandang orang dan organisasi di luar negaranya melalui usaha dalam mempengaruhi dengan cara yang positif. Sehingga, terlihat jelas bahwa diplomasi publik memiliki fokus pada kepentingan nasional yang dipromosikan melalui pemahaman, sehingga dapat mempengaruhi tindakan dan keputusan negara lain. Sebagai instrumen dari soft power, diplomasi publik juga telah digunakan Indonesia di era kepemimpinan Joko Widodo melalui pelayaran di Kapal Pinisi dengan para pemimpin ASEAN tahun 2023 lalu.
Sumber: www.freepik.com (Kapal Pinisi di Tengah Laut)
Pada 9 hingga 11 Mei 2023 lalu, Labuan Bajo, Indonesia berhasil menjadi tuan rumah penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42. Momentum bersejarah ini, dimanfaatkan Presiden Jokowi dengan melakukan pelayaran bersama para pimpinan ASEAN menggunakan Kapal Pinisi selama 1 jam. Selain bersejarah, tujuan adanya pelayaran ini adalah bentuk diplomasi Presiden Jokowi sebagai usaha dalam mencapai tujuan keketuaan Indonesia di ASEAN 2023. Usaha diplomasi ini, tidak semata-mata berhasil dengan begitu saja. Jika dilihat lebih jauh, terdapat pengaruh dari idiosinkratik Presiden Jokowi dalam berdiplomasi, sehingga muncul istilah “sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”.
ADVERTISEMENT
Teori Idiosinkratik memasukan analisis dengan memperhatikan pengaruh dari aktor individu dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri, dikenal dengan sebutan persepsi elit dan didefinisikan sebagai hal yang sangat melekat pada jiwa seorang pemimpin. Teori Idiosinkratik ini dipandang sebagai level analisis yang paling rendah, tetapi fundamental karena mengingat bahwa sistem internasional, negara, dan masyarakat terbentuk melalui individu yang menyusunnya, dalam hal ini adalah pemimpin negara (Masniari, 2018). Dalam buku berjudul “Understanding Foreign Policy Decision Making” karya miliki Alex Mintz dan Karl DeRouen Jr. pada tahun 2010, terdapat beberapa indikator yang penting, seperti :
Leader’s Personality (Kepribadian Pemimpin)
David Winter (2003,110) mendefinisikan kepribadian seseorang adalah wujud integrasi proses yang berpola individu dari ingatan, penilaian, persepsi, pencarian tujuan, ekspresi dan regulasi emosional. Indikator kepribadian ini meliputi motif dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai seseorang. Merujuk pada diplomasi pinisi yang berhasil membangun suasana hangat dan kekeluargaan antar pimpinan-pimpinan ASEAN, sangat sejalan dengan kepribadian Joko Widodo yang bersifat proaktif. Menurut Joko Widodo, pelayaran pinisi ini dimaknai dengan keluarga besar ASEAN yang sedang berlayar untuk mewujudkan kawasan yang damai, sejahtera, dan stabil. Selain itu, suasana kekeluargaan sekaligus menunjukkan besarnya komitmen para pemimpin ASEAN untuk mewujudkan tujuan tersebut. Sikap proaktif ini memperlihatkan bahwa Jokowi adalah presiden yang aktif dalam memperjuangkan kepentingan ASEAN dan memajukan agenda regional.
ADVERTISEMENT
2. Ego/Personality and Ambition
Ego seorang pemimpin dan ambisi pribadi dapat menentukan bentuk diplomasi yang diambil. Merujuk pada diplomasi Pinisi dan sejalan dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” menunjukkan bagaimana ambisi Presiden Jokowi ingin membangun optimisme antar negara-negara ASEAN dalam mewujudkan kawasan pusat pertumbuhan. Adapun respon dari beberapa pimpinan, seperti Perdana Menteri Malaysia, Presiden Filipina, Perdana Menteri Singapura, dan Perdana Menteri Timor-Leste yang menunjukkan kepuasan terhadap pelayaran Pinisi ini. Bersama Perdana Menteri Malaysia, berhasil mendiskusikan beberapa isu penting, baik dalam perundingan formal maupun informal. Sedangkan, Presiden Filipina dan Perdana Menteri Singapura mengaku senang dan menikmati suasana di kapal, sebelum harus kembali berunding di situasi yang formal. Perdana Menteri Timor-Leste turut merasakan suasana kekeluargaan dan mengapresiasi Indonesia atas dukungannya terhadap negara tersebut. Ambisi ini mencerminkan dorongan untuk menciptakan kawasan yang kondusif dan sejalan dengan personality Presiden Joko Widodo yang proaktif.
ADVERTISEMENT
3. Political History and Personal Experiences
Sebagai presiden yang telah menjabat selama 2 periode, Joko Widodo sangat paham bagaimana pentingnya diplomasi regional, terutama dalam konteks ASEAN. Secara politis, upaya ini dapat diinterpretasikan sebagai langkah untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin regional. Merujuk pada karakteristik Joko Widodo yang fokus terhadap kesejahteraan domestik dan rakyat, pelayaran ini sangat menguntungkan dari segi ekonomi dan pariwisata. Pelayaran Pinisi yang dipromosikan oleh Joko Widodo membawa eksposur internasional kepada Labuan Bajo sebagai destinasi wisata. Ini dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung dan memberikan dorongan ekonomi yang signifikan bagi warga setempat. Di sisi lain, pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah menyebabkan Joko Widodo sering berinteraksi dengan masyarakat dan mendalami tentang nilai budaya dan tradisi. Dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO, Kapal Pinisi ini dipilih sekaligus sebagai bentuk pemanfaatan warisan budaya sebagai alat diplomasi yang efektif.
ADVERTISEMENT
Diplomasi pelayaran Pinisi yang diprakarsai oleh Jokowi mencerminkan kepribadian proaktifnya dan ambisinya untuk memajukan ASEAN. Melalui pengalaman politik dan personalnya, Jokowi berhasil memanfaatkan warisan budaya Indonesia untuk memperkuat hubungan regional sambil memberikan manfaat ekonomi dan pariwisata bagi Labuan Bajo. Dengan demikian, diplomasi ini tidak hanya menciptakan ikatan kekeluargaan di antara pemimpin ASEAN, tetapi juga menunjukkan peran Indonesia sebagai pemimpin regional yang progresif dan visioner.
DAFTAR PUSTAKA
Humas Sekret RI. (2023, June 3). Antara Presiden Jokowi, Pinisi, dan Diplomasi. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. https://setkab.go.id/antara-presiden-jokowi-pinisi-dan-diplomasi/
Masniari, C. M. (2018, November 19). Analisis Model Teori Idiosinkratik terhadap Kebijakan Luar Negeri Perdana Menteri John Howard (1996-2007) dalam Imigran Gelap di Australia. International Relations BINUS University. https://ir.binus.ac.id/2018/11/19/analisis-model-teori-idiosinkratik-terhadap-kebijakan-luar-negeri-perdana-menteri-john-howard-1996-2007-dalam-imigran-gelap-di-australia/
ADVERTISEMENT
Tri Andika, M., & Nur Aisyah, A. (2017). Analisis Politik Luar Negeri Indonesia-China di Era Presiden Joko Widodo: Benturan Kepentingan Ekonomi dan Kedaulatan? Indonesian Perspective, 2(2), 161. https://doi.org/10.14710/ip.v2i2.18477