Waras (18)

Tujuh tahun lalu, tiga bulan setelah menghilangnya Mbah Seger, Waras yang saat itu masih berumur tujuh belas mencoba mengemban amanat dari warga yang percaya kalau ia juga punya kemampuan seperti Mbah Seger. Sebetulnya Waras masih berharap Mbah Seger bisa ditemukan. Ia menyesal waktu itu tidak memaksakan diri ikut dengan Mbah Seger menyeberangi Bengawan Solo. Sawan yang menyerangnya dadakan meninggalkan demam tinggi berkepanjangan. Kalau saja ada Mbah Seger, Waras mungkin tidak akan salah dalam menangani korban kesurupan demit jahat.

Mbah Seger dan Waras adalah duo kakek-cucu yang dinilai punya kemampuan paranormal lahiriah. Kemampuan melihat dan keterhubungan mereka dengan alam gaib terjadi secara alamiah, diturunkan tanpa melalui ritual atau bacaan-bacaan tertentu. Anak-anak muda modern menyebut mereka seperti mutan. Yang membuat warga kebanyakan mempercayai mereka adalah kebijaksanaan Mbah Seger yang membarengi kemampuannya tersebut dengan amalan-amalan saleh. Agama yang dianutnya boleh saja berbeda, tapi kebaikan adalah bahasa universal yang dipahami banyak orang. Warga tak mempermasalahkan itu. Kemampuan ini diturunkan melalui darah. Kalau saja ayah Waras masih hidup, kemungkinan besar mereka jadi trio Seger Sugih Waras. Desa Kebonagung bakal aman di tangan mereka.

Pada masa Mbah Seger masih hidup dan berjaya, warga terbagi menjadi dua kubu. Satu yang memihak Mbah Seger, satu lagi yang memilih menyerahkan urusan kepada Sang Kiai, alias Gus Bhakti, alias ayahnya Ki Wulung. Meski warganya terbagi, Mbah Seger dan Gus Bhakti sendiri tidak pernah bersitegang. Mereka membangun toleransi yang besar. Di acara-acara warga, keduanya sering diundang sebagai tamu kehormatan. Keduanya kompak menjaga harmoni.