Bagaimana Al-Quran Menyentuh Jiwa dan Akal Manusia?

Konten dari Pengguna
21 Juni 2020 10:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari hanifacep tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Al Quran Foto: pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Al Quran Foto: pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam penulisan cerita, seorang penulis bisa memilih "menulis emosi" atau "menggambarkan emosi". Menulis emosi secara singkat sifatnya informatif, tetapi tidak menimbulkan imajinasi dan membuat pembaca larut di dalam imajinasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebuah kisah yang disampaikan dengan gambaran deskriptif membuat pembaca akan larut dalam emosi tokoh yang diceritakan.
Kata sedih tidak ditulis tapi digambarkan dengan contoh, narasi dan deskripsi. Bandingkan kalimat "Ia sedih". Dengan kalimat "Ia menatap nanar ke balik jendela pesawat. Tiba-tiba kenangan itu datang bersamaan gerimis dari balik awan."
Seolah pembaca masuk ke dalam cerita. Dibutuhkan diksi yang picturable. Morfologinya jelas. Metafora yang memancing rasa ingin tahu. Dan kekayaan bahasa yang mampu menampungnya.
Al-Qur'an menggunakan bahasa Arab, di mana ilmu morfologinya dibahas dengan detail dalam ilmu shorof. Ilmu ini dalam posisi bahasa Arab kalau diibaratkan adalah ibunya, sedangkan Nahwu adalah bapaknya.
Contoh kata ٌعَصْر yang bermakna masa/waktu, berasal dari kata ُعَصَرَ - يَعْصِر yang bermakna memeras. Sesuatu yang diperas pasti akan habis, begitulah gambaran waktu. Buah yang diperas (juice) bahasa Arab adalah ٌعَصِيْر . Awan yang (diperas) dan menghasilkan hujan di Al Qur'an disebut dengan ٌمُعْصِرَات . Maka ketika kita menemukan sumpah dengan waktu ِوَاْلعَصْر isi atau pesan yang dimaksud dari penyebutan sumpah pada ayat sebelumnya (jawabul Qosam) nya adalah ٍاِنَّ اْلاِنْسَانَ لَفِي خُسْر "Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian". Jika kita tadabburi, jiwa dan akal kita akan langsung berimajinasi soal waktu yang telah kita sia-siakan. Tentang misi penciptaan yang belum kita laksanakan dengan baik. Dan kesempatan itu kian lama kian habis.
ADVERTISEMENT
Contoh lain bagaimana Al-Qur'an menggambarkan karakter orang munafik dalam surat Al Baqarah ayat 20,
يَكَادُ ٱلْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَٰرَهُمْ
"Hampir-hampir saja petir menyambar pandangan mereka". Al Qur'an tidak menulis karakter betapa hipokritnya orang munafik. Tetapi memberi gambaran deskriptif contoh ekspresi mereka.
Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, dalam kitabnya Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir menerangkan," Orang-orang munafik itu seperti orang yang menerjang petir, mereka berjalan dalam cahaya namun berhenti dalam kegelapan. Ketika kondisi materi keduniaan mereka membaik, mereka mengambil keuntungan dari kenikmatan-kenikmatan itu. Mereka mengumumkan keimanan mereka dan menegakkan Islam. Akan tetapi ketika mereka mendapatkan cobaan, mereka berhenti berjalan, marah, memakai pakaian kafir mereka dan menunjukkan kemunafikan mereka. Dan Allah berkuasa untuk tidak membuat mereka cacat sedikitpun. Apabila berkehendak, niscaya Dia akan melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka"
ADVERTISEMENT
Contoh lain ada gambaran orang munafik ada di surat Al Munafiquun ayat 4 :
كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌ
"Perumpamaan mereka seperti kayu yang tersandar"
Fakhruddin Al-Razi telah menyebutkan dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib. Diantara perkataan beliau - rahimahullah: "Karena perumpaman ini mengandung faedah yang banyak yang tidak ada pada yang lain."
Pertama : Berkata Az-Zamakhsyari dalam Al-Kasyaf:
Dalam kebersandaran mereka, mereka diumpamakan dengan kayu yang disandarkan ke tembok (dan mereka tak lain hanyalah makhluk yang kosong dari iman dan kebaikan), karena kayu yang bermanfaat akan berada di atap, atau tembok, atau bagian bangunan lain dalam posisi yang menunjukkan manfaatnya. Dan ketika ia dibiarkan kosong tanpa manfaat ia akan disandarkan ke dinding. Jadi diumpamakan dengannya karena tak ada manfaat.
ADVERTISEMENT
Kedua: Kayu yang disandarkan itu asalnya adalah ranting yang lentur yang masih laik untuk dimanfaatkan, kemudian berubah menjadi keras dan kering. Orang kafir dan munafik demikian juga, tadinya baik untuk ini dan itu lalu ia keluar dari kebaikan-kebaikan itu (kafir sesudah iman).
Ketiga: Orang-orang kafir (orang munafik dengan kemunafikan akidah hakikatnya kafir) adalah kayu bakar neraka.
Firman Allah: "Sungguh, kamu (orang kafir) dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah bahan bakar Jahannam. Kamu pasti masuk ke dalamnya." (QS. Al-Anbiya: 98). Dan kayu yang disandarkan dibakar juga.
Keempat: Kayu yang disandarkan salah satu ujungnya bersandar ke arah tertentu (tembok), dan ujung yang lain bersandar ke arah lain (tanah). Begitulah orang munafik, di mana salah satu sisi dirinya yakni batinnya bersandar kepada orang-orang kafir sedangkan sisi lainnya yaitu kedok lahiriahnya bersandar kepada kaum muslimin."
ADVERTISEMENT
Begitulah sedikit contoh bagaimana Al-Qur'an menyentuh jiwa dan akal manusia. Jiwa akan merenungkan gambaran hakikat. Akalnya akan memikirkan metafora, menghubungkan dengan kehidupan sekitarnya dan menganalisis sebab-akibat.
Keajaiban Al-Qur'an juga terletak dalam kesederhanaan kalimat sekaligus kedalaman maknanya. Bisa dipahami dan direnungkan seorang profesor sekaligus orang awam kebanyakan. Sentuhan kepada jiwa dan akal sekaligus.
Dipilihnya bahasa Arab sebagai bahasa yang paling banyak perbendaharaan kata-katanya untuk menyentuh akal dan jiwa manusia. Sebagaimana tercantum dalam surat Yusuf ayat 2 :
إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kalian memahaminya."
Ibnu Katsir menerangkan ayat ini,"Demikian itu karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling jelas, paling terang, paling luas, dan paling banyak perbendaharaan kata-katanya untuk mengungkapkan berbagai pengertian guna meluruskan jiwa manusia. Karena itulah Allah menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan bahasa yang paling mulia di antara bahasa-bahasa lainnya yang disampaikan-Nya kepada rasul yang paling mulia melalui perantara malaikat yang paling mulia. Dan penurunannya terjadi di belahan bumi yang paling mulia, serta awal penurunannya (Al-Qur'an) terjadi di dalam bulan yang paling mulia, yaitu bulan Ramadhan; sehingga sempurnalah kitab Al-Qur'an ini dari berbagai seginya."
ADVERTISEMENT
Oleh: Hanif Acep Nur Adhi (Direktur Lisana Institute)