Kisahku, Nasib Seorang PRT Sekaligus Jurnalis

Hanna Yohana
Tugas manusia adalah menjadi manusia. #PramoedyaAnantaToer.
Konten dari Pengguna
21 Mei 2018 22:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hanna Yohana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat Konferensi Press dengan Kemenkumham Yasonna Laoly dan Menlu Retno Marsudi
ADVERTISEMENT
Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, aku yang hanya bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di Hong Kong bisa menyalurkan hobby menulisku. Bahkan tidak pernah aku bayangkan sebelumnya aku bisa menulis di media cetak. Memang aku semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) suka menulis, namun tidak pernah membayangkan sebelumnya jika aku bisa menyalurkan bakat menulisku justru di Hong Kong, negara tempat aku bekerja sebagai buruh migran. Semua berawal aku yang tadinya hanya iseng mengirim tulisanku yang berupa opini dan cerita-cerita lucu ke sebuah media cetak.
Setelah itu pemilik salah satu media cetak Dwi Mingguan menyuruhku untuk menulis di Tabloidnya. Sejak itu tepatnya April 2012 aku mulai aktif menulis di Media. Setelah aku menjalani aktivitasku di media, setiap minggu jika libur aku harus menggunakan waktu libur yang hanya sehari untuk mencari bahan tulisan. Alhasil, aku harus datang ke setiap acara baik itu acara yang diadakan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun organisasi-organisasi.
ADVERTISEMENT
Menulis ditengah kondisi ikut majikan tentu banyak sekali kendala yang harus aku hadapi. Dari situ aku harus pintar-pintar membagi waktu supaya aku tetap bisa menulis. Pernah suatu ketika aku mendapat majikan menjaga dua orang tua, ditambah aku tidak mempunyai kamar tidur sendiri. Umumnya orang tua di Hong Kong tentu mereka selalu hidup hemat, begitu pun untuk urusan listrik. Hal tersebut juga berlaku untuk nenek yang aku asuh. Bahkan sampai-sampai untuk urusan ‘’Nge-charge’’ laptop maupun Smartphone aku harus nyuri-nyuri supaya tidak ketahuan. Dan itu aku jalani selama enam tahun lamanya.
Setiap hari minggu waktu libur aku selalu membawa laptop. Sudah pasti tasku terasa berat karena harus nenteng kamera dan juga laptop. Namun, aku tidak pernah mengeluh karena aku ingat tanggung jawabku untuk rutin mengirim berita ke redaksi. Otomatis hari minggu yang seharusnya kugunakan untuk istirahat atau menikamti liburan berkumpul bersama teman, ataupun saudara seperti buruh migran kebanyakan itu tidak pernah aku alami.
ADVERTISEMENT
Bahkan tak jarang waktu untuk makan pun aku tidak ada. Dalam sehari aku harus datang ke dua sampai tiga acara untuk liputan, setelah itu sore sekitar jam 17:00 aku harus masuk ke perpustakaan untuk nyicil tulisan sambil Nge-charge laptop. Dan itu aku lakukan hingga pukul 20:00 sampai tiba waktunya aku pulang.
Di rumah majikan setiap harinya aku hanya bisa nulis antara pukul 15:30 sampai 17:30. Karena aku tidak mempunyai kamar sendiri otomatis aku harus bisa menggunakan waktu yang hanya 2 jam itu untuk serius menulis. Melihat keadaan tempatku bekerja yang tidak memungkinkan aku bisa leluasa menulis, terkadang aku merasa putus asa dan ingin berhenti. Namun lagi-lagi aku selalu ingat kalau kesempatan yang aku dapatkan saat ini, bisa menulis di media tidak sembarang orang mendapatkannya.
ADVERTISEMENT
Di Majikan Baru
Selama enam tahun aku kerja di majikan yang tinggal di Choihung. Tadinya aku berpikir karena ada kamar sendiri aku bisa punya banyak waktu menulis. Olala…ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Meski majikan hanya tiga orang, yang terdiri dari tuan, nyonya dan anaknya satu yang berumur 9 tahun nyatanya pekerjaanku banyak dan setiap harinya jam 23:00 aku baru menyelesaikan semua pekerjaan.
Majikanku kali ini dua-duanya kerja di kantor pemerintah. Tuan kepala polisi di daerah Kowloon, sedangkan nyonya di imigrasi. Dari pertama aku mulai bekerja di majikan ini aku selalu jujur dalam segala hal, termasuk kalau aku suka motret dan suka menulis. Karena aku tahu apa yang sudah aku lakukan termasuk ilegal dan menyalahi aturan, ketika majikanku bertanya terkait ada tidaknya fee yang aku dapat dari menulis maka aku hanya bilang ke mereka kalau ini sudah menjadi hobbyku dan aku senang menjalaninya. Masalah uang tidak ada, tapi mereka memberiku Octopus untuk transport.
ADVERTISEMENT
Begitu majikanku tahu tentang hobbyku dan kegiatan yang aku lakukan ketika libur, mereka mendukung bahkan tak jarang ketika ada saudaranya datang mereka ceritakan tentang kegiatan itu. Yang paling membuatku khawatir ketika sedang Deadline. Sudah pasti aku harus kerja keras dan bahkan kurang tidur. Tak jarang tidur pun aku hanya dua sampai tiga jam, apalagi pagi jam 05:30 aku sudah harus bangun. Ketika deadline kadang aku merasa capek dan ingin berhenti menjadi contributor. Tapi lagi-lagi aku berpikir menulis sudah menjadi duniaku, dan aku menyukainya.
Perjalanan Di Kepenulisan
Awal aku mulai aktif menulis tahun 2011. Ketika itu aku aktif menulis puisi, kemudian pada tahun 2012 aku ikut proyek antologi puisi dalam rangka hari Kartini. Dari sekitar 400-an peserta yang mengirimkan karyanya dan diseleksi oleh tim kurator, namaku lolos diantara 105 peserta dan masuk seleski kedua atau masuk final. Dan beruntung dibabak final namaku masuk dan satu-satunya penulis dari buruh migran.
ADVERTISEMENT
Di buku dengan judul ‘’Kartini 2012’’ yang diterbitkan oleh Kosa Kata Kita (KKK) Jakarta tersebut namaku bersanding dengan 68 penyair yang sudah beken seperti Abidah El Khalieqy (penulis novel Perempuan Berkalung Sorban), Cok Sawitri, D Kemalawati, Dhenok Kristianti, Fanny J. Poyk, Fatin Hamama, hingga Helvy Tiana Rosa. Jujur, waktu itu perasaanku senang bercampur malu karena hanya aku satu-satunya yang masih pemula dan juga dari buruh migran. Namun, di satu sisi aku juga bangga karena aku yang seorang BMI bisa satu buku dengan penulis/penyair beken.
Sebagian diantara buku-buku antologi puisiku
Selain menjadi Kontributor aku juga menulis puisi dan aku kirim ke media di Indonesia baik cetak maupun online seperti Suara Karya, Pikiran Rakyat, Kompas.com, Merapi Pembaharuan, Hingga Horison dan masih banyak lagi. Selain itu aku juga mempunyai sekitar 17 buku-buku antologi bersama dengan penyair Tanah Air, serta 1 buku tunggal kumpulan puisi. Tahun 2014 ketika ada Festival Sastra Migran yang diadakan oleh Forum Lingkar Pena (FLP) Hong Kong aku dinobatkan sebagai buruh migran berprestasi 2014.
Saat wawancara Najwa ''Nana'' Shihab
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak pengalaman menulis, banyak hal yang sudah aku dapat. Selain ilmu tentu saja pengalaman yang tidak mungkin aku dapat di Indonesia, seperti bertemu dan mewawancarai pejabat maupun artis. Banyak pejabat yang sudah aku wawancarai seperti Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dakiri, Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) Budi Waseso, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhumham) Yasona Laoly serta Fahri Hamzah.