Bisnis Berawal dari Masalah

Konten dari Pengguna
30 September 2017 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hans Sinjal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
JAKARTA- Para pemilik usaha Holy Cow, Lucy Wiryono, pemilik Axioo David Soong dan pemilik Du'Anyam Hanna Keraf memulai bisnis dari sebuah masalah saat menjadi pembicara di acara #sekarangkumparan di Kuningan City, Jakarta, Sabtu (30/9)
ADVERTISEMENT
Lucy memulai bisnis saat sang suami ingin makan wagyu. Kala itu, mereka hanya bisa makan wagyu di restoran. Namun, harga makanan itu sangat mahal. Dia pun berusaha membeli daging wagyu di supermarket.
"Waktu pertama kali harus makan wagyu itu mahal banget. Bisa Rp 700.000an. Tapi, gila ya makan wagyu harus semahal itu. Kalau bikin wagyu dengan masak sendiri harga bisa berbeda (lebih murah),"
Ide pun muncul ketika dirinya mempunyai keinginan agar masyarakat bisa makan wagyu dengan harga terjangkau. "Seharusnya bisa dong dengan harga terjangkau. Sejak itu kita pengen bikin bisnis yang memugkinkan orang dapat menikmati wagyu dengan jarga yerjangkau. Tahun 2010, kita bangun Holy Cow," kata Lucy.
ADVERTISEMENT
David pun mempunyai hal yang sama. Dia membangun Axioo berawal dari sebuah masalah yakni keuangan. Saat itu, dia tidak mempunyai uang yang cukup untuk hidup. Salah satu profesi yang dimilikinya hanyalah fotografer. Dia pun memulai bisis di bidang fotografer. "Masalahnya bokek. Saya cuman punya kamera satu. Lalu mulai dari itu saya ditawarin foto untuk pernikahan. Bareng teman-teman juga motret. Ternyata peminatnya banyak. Saya enggak nyangka karena saya bukan lulusan fotografi. Dari situ saya bangun Axioo," ujar David.
Hanna memulai bisnis Du'Anyam sejak 2014. Dia mulai bisnis itu berawal dari keresahan ibu-ibu di Flores, Nusa Tenggara Timur. Salah satu ibu bernama Maria sedang hamil anak ketujuh. Dia bercerita bahwa dirinya saat hail anak keenam mengalami pendarahan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, lokasi puskesmas sangat jauh. Mereka juga terbiasa dengan dukun anak dibandingkan dokter. Pasalnya, mereka tidak mempunyai uang untuk membayar puskesmas. "Mereka itu terbiasa dengan dukun anak karena bisa membayar dengan ayam atau bahan makanan pokok lainnya," jelasnya.
Mulai saat itu, dia berpikir untuk kesehatan ibu dan bayi tersebut. Salah satu pemecahan masalah itu adalah dengan usaha. Mereka mempunyai keahlian di bidang tenun. "Tahun 2013 tenun itu booming. Lalu kita melihat tenun itu juga mempunyai nilai budaya tinggi," ucap Hanna.(Han)