Pergerakan Mahasiswa Sosial Media

Haris Darmawan
Penulis saat ini bekerja sebagai Business Analyst dan Project Manager di salah satu Bank BUMN. Tulisan merupakan opini pribadi.
Konten dari Pengguna
21 Juli 2021 10:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Azka Rayhansyah on Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Azka Rayhansyah on Unsplash
ADVERTISEMENT
Sudah lebih dari 10 tahun saya meninggalkan diskursus soal pergerakan mahasiswa dan ternyata belum banyak yang berubah. Sebagai orang yang juga pernah dipanggil rektorat gara-gara postingan sosial media berikut komentar saya.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa itu statusnya sama dengan pelajar yang lain, tidak lebih mulia, tidak juga lebih hina. Dalam kondisi sekarang di mana banyak mantan mahasiswa berkutat dengan mencari penghidupan layak, maka orientasi pergerakan mahasiswa memang perlu di tata ulang.
Pergerakan mahasiswa harus dibawa ke hal-hal yang lebih membumi, yang masih dalam jangkauan tangan mahasiswa. Yang biayanya bisa diselesaikan dengan jualan pernak-pernik atau bantuan alumni. Dan narasinya harus diubah dari "melawan" menjadi "relawan". Kenapa relawan? Ya, karena memang itu keunggulan mahasiswa dibanding masyarakat yang lain, punya banyak waktu luang. Karena jika narasinya melawan Anda harus punya sumber daya, sayangnya semangat dan waktu luang Anda itu bukan sumber daya yang dibutuhkan.
Sumber daya yang dibutuhkan untuk melawan itu secara besaran ada 2: logistik dan logika. Logistik berhubungan dengan hal-hal material, sedangkan logika berhubungan dengan kompetensi. Tentu mahasiswa tidak punya ini semua, minimal kalaupun punya tidak dalam tingkatan yang cukup.
ADVERTISEMENT
Untuk mempengaruhi sebuah kebijakan Anda harus memetakan siapa key person dan melakukan lobi. Ini jelas butuh materi, minimal kuota. Dan juga butuh kompetensi, minimal paham bagaimana decision making process. Bahwa dalam mengambil kebijakan ada banyak kepentingan yang harus di akomodir. Bahwa sebelum memutuskan sesuatu harus juga ditimbang beberapa keterbatasan yang dimiliki.
Kalaupun Anda punya kuota untuk menyuarakan narasi, Anda harus cukup waras untuk sadar bahwa bukan hanya Anda yang punya kepentingan. Dan pengambil kebijakan harus mengambil keputusan yang diyakini sesuai, dari banyaknya kepentingan yang ada.
Tapi mahasiswa punya riset yang menunjukkan bahwa ini yang benar. Ya, pihak lain bisa membuat riset yang jauh lebih kompleks dengan tenaga ahli yang sudah sekolah lebih lama daripada Anda. Dan menambahkan catatan kaki pada argumen tidak membuat Anda menjadi benar atau terlihat pintar. Catatan kaki, apalagi dari portal berita online, hanya menunjukkan di mana Anda menghabiskan kuota, bukan menunjukkan kebenaran. Itulah kenapa saya tidak habis pikir dengan orang yang beradu argumen bermodal judul berita online. Menggunakan isi beritanya saja belum tentu benar, apalagi hanya judulnya.
ADVERTISEMENT
Lagipula riset bukan soal salah benar, riset adalah soal menceritakan realita. Riset paling tidak terdiri dari beberapa komponen: data, metodologi, baru hasil. Jika riset Anda sekadar mencocokkan judul di portal berita online, jangankan kesimpulan, rumusan masalah saja Anda belum sampai.
Bagi rekan-rekan yang masih bersemangat di dunia pergerakan mahasiswa, saya ingin mengatakan bahwa dunia pergerakan mahasiswa bukan batu loncatan untuk karier Anda. Kalaupun Anda bisa jadi komisaris dari aktivitas pergerakan tersebut, yakinlah bahwa tidak banyak kebijakan yang bisa Anda ambil, tidak banyak hal yang bisa Anda ubah.
Jika Anda mau berkarier di dunia politik agaknya di masa kini partai politik lebih membutuhkan pengusaha/artis/influencer dibanding aktivis mahasiswa. Jadi, saran saya segeralah lulus kuliah dan mulai pilih garis perjuangan Anda. Mulailah melakukan sesuatu yang nyata.
ADVERTISEMENT
Jika Anda punya perhatian kepada petani, cobalah datang ke petani dan belilah hasil tanam mereka dengan harga yang lebih pantas. Jika Anda peduli dengan kemiskinan cobalah biayai anak-anak yang putus sekolah. Tentu ini lebih nyata daripada agitasi dan narasi sosial media.
Akhir kata, di dunia yang serba cepat ini agaknya Ketua BEM pengaruhnya sangat kecil dibanding selebtwit/selebgram/youtuber yang sehari-hari malah banyak bercerita soal dirinya sendiri.