Joker adalah Orang Baik yang Sakit dan Tidak Terobati BPJS Kesehatan

Haris Firmansyah
Penulis buku 'Petualangan Seperempat Abad'.
Konten dari Pengguna
11 Oktober 2019 12:47 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Joker dan BPJS. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Joker dan BPJS. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
ADVERTISEMENT
Dengan kesuksesan di layar lebar, 'Joker' jadi film pembalasan DC Comics untuk dominasi Marvel di ranah sinematik superhero. Walaupun bukan superhero, Joaquin Phoenix yang berada di balik riasan Joker jadi idola banyak orang lewat aktingnya yang prima nan elegan tapi menyakitkan. Apalagi bagi mereka yang kecewa karena merasa telah termarjinalkan oleh tatanan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Keputusan Arthur Fleck bertransformasi jadi Joker membuat penggemarnya merasa terwakili. Bahwa orang jahat adalah orang baik yang tersakiti. Padahal, aslinya Joker adalah orang baik yang sakit dan tidak diobati.
Selama ini, DC mengusung nilai keadilan yang diperjuangkan oleh para jagoannya di Justice League. Setiap kejahatan mesti diadili. Berbeda dengan Marvel dengan Avengers-nya yang dimaksudkan sebagai pembalas. Jika ada yang berbuat jahat, maka akan dibalas oleh Iron Man, Captain America, Thor, dan Hulk.
Pembalasan jelaslah berbeda dengan keadilan. Sebab pembalasan belum tentu setimpal. Apalagi sekadar balas dendam atas dasar main hakim sendiri seperti yang dilakukan oleh Joker. Sebagai antagonis di semesta DC, Joker adalah antitesis dari keadilan itu sendiri.
Dengan menjejali pentonton lewat adegan Arthur yang teraniaya, Todd Phillips sang sutradara seolah menawarkan pemakluman tentang kejahatan yang dilakukan Joker. Namun, kejahatan tetaplah kejahatan. Ide kekacauan yang ditularkan oleh Joker tidak bisa jadi solusi jitu dari masalah sosial yang bobrok.
ADVERTISEMENT
Arthur Fleck yang orang baik akhirnya jadi Joker sebagai orang jahat. Itu tidak seharusnya membuat kita bersorak. Yang ada kita harus sedih karena hal seperti itu sampai harus terjadi. Jangan-jangan kita termasuk ke dalam tatanan masyarakat yang bisa membuat fenomena Joker terlahir.
Sebenarnya, Arthur Fleck bisa dicegah menjadi Joker dengan dukungan dana dari Pemerintah Kota Gotham untuk penanganan penderita gangguan jiwa. Selama ini, Arthur memang mengidap penyakit mental, tapi bisa diredam dengan bantuan psikiater dan obat-obatan. Pada perjalanannya, dukungan dana tersebut dihentikan oleh Dinas Sosial Gotham sehingga Arthur Fleck kehilangan tempat berobat. Ditambah siksaan fisik dan psikis yang menderanya. Selepas itu, Arthur Fleck pun menggila.
Jika Arthur Fleck tinggal di Indonesia, BPJS Kesehatan bisa jadi solusinya. Dengan Jaminan Kesehatan Nasional–Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), Arthur bisa mendapatkan perawatan yang memadai terkait penyakitnya. BPJS Kesehatan sendiri sudah memberikan pengumuman lewat media sosial bahwa JKN-KIS menanggung penderita penyakit Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Agar tidak tercipta Joker-Joker lainnya, ceunah.
ADVERTISEMENT
Belakangan, postingan BPJS Kesehatan itu dihapus setelah mendapatkan somasi dari pihak terkait. Alasannya, karakter Joker yang disamakan dengan ODGJ bisa membuat stigma negatif di masyarakat. Lantaran Joker adalah pelaku kriminal, sementara sejak dulu beberapa aktivis yang peduli kesehatan mental sudah gencar memberikan edukasi bahwa ODGJ bukanlah ancaman di masyarakat.
Namun, sisi baiknya, badan pemerintahan sudah mulai melek terhadap kesehatan mental masyarakat yang tidak kalah urgensinya dengan kesehatan fisik. Semoga rumah sakit dan klinik kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan bisa komitmen dalam menangani pasien ODGJ. Tidak ada lagi diskriminasi antara pasien BPJS Kesehatan dan pasien reguler yang bayar sendiri.
Diharapkan masyarakat pun mulai peduli dengan kesehatan mental masing-masing, serta orang di sekitarnya. Jangan sampai ODGJ justru jadi olok-olok. ODGJ mestinya kita rangkul karena yang mereka butuhkan adalah uluran tangan dan pelukan hangat.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah fenomena Joker, kita bisa mulai dengan membangun lingkungan masyarakat yang sehat. Kita perlakukan baik setiap orang yang kita temui. Kita lakukan setiap kewajiban kita sebagai rakyat. Salah satunya bayar iuran BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan adalah harapan bagi orang-orang seperti Arthur Fleck. Orang sakit yang kurang mampu merasa terbantu dengan adanya BPJS Kesehatan.
Jika sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, Arthur akan sedikit tenang dan bisa berkata kepada ibunya, “Aku tidak mau kau mengkhawatirkan tentang uang, Ibu. Atau aku. Aku berobat gratis pakai BPJS Kesehatan.”
Sebagai rakyat yang kurang mampu, tentulah Arthur Fleck didaftarkan sebagai penerima bantuan iuran (PBI) yang dananya dari APBN. Jadi, tidak perlu bayar iuran per bulannya.
ADVERTISEMENT
Hal terburuk dari punya Kartu Indonesia Sehat adalah orang berharap tidak perlu membayar iuran per bulannya. Itulah alasan di balik fenomena tunggakan iuran peserta yang membengkak. Untuk melawannya, mencuatlah isu bahwa penunggak iuran BPJS Kesehatan terancam tak bisa dapat KPR hingga SIM.
Selain itu, tahun 2020, iurannya pun akan dinaikkan. Rakyat pun protes keras dengan keputusan yang memberatkan ini. Jangan sampai jadi ironi, rakyat yang sehat walafiat lahir dan batin malah sakit kepala karena memikirkan biaya BPJS yang membebani pikiran.
Di saat genting seperti ini, Dirut BPJS malah memberikan pernyataan yang kurang peka dengan menyindir, “Beli rokok bisa, menyisihkan Rp5 ribu kok susah?”
Sebagai sobat sebat (perokok), Arthur bisa tersinggung dengan pernyataan tersebut. Sama tersinggungnya Arthur dengan Thomas Wayne bakal calon walikota Gotham yang melecehkan profesi badut yang digelutinya.
ADVERTISEMENT
Sebagai bos BPJS yang gajinya ratusan juta rupiah per bulan, tentulah uang lima ribu rupiah hanya recehan. Namun, bagi kelas pekerja seperti Arthur yang gajinya sudah kena potongan sanksi oleh bosnya yang kejam, bisa sangat membebani jika harus menyisihkan lima ribu rupiah setiap hari. Terus disindir masalah hobinya yang getol merokok, kontan bikin Arthur sakit hati.
Jangan sampai ada skenario Arthur jadi Joker: Orang jahat adalah peserta BPJS Kesehatan yang tersakiti oleh penyataan pejabat BPJS.