Tagih Utang di Instagram Saja Bisa Didakwa, Utang Indonesia Apa Kabar?

Haris Firmansyah
Penulis buku 'Petualangan Seperempat Abad'.
Konten dari Pengguna
22 Januari 2020 15:00 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi utang. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi utang. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
ADVERTISEMENT
Sudah sering lewat di media sosial tentang cerita perjuangan seseorang menagih utang ke temannya. Baik berupa tangkapan layar chat WhatsApp maupun meme. Biasanya orang yang punya utang lebih galak dari yang memberi utang. Sewaktu minta pinjam, merayu layaknya anak kucing dengan mata berair. Eh, pas ditagih, mendadak berlagak bagai singa padang sabana.
ADVERTISEMENT
Proses penagihan utang itu seringnya berakhir dengan hasil yang mengecewakan. Bukannya dapat pelunasan, yang ada malah dapat kata-kata yang kasar nan menyakitkan dari teman yang dulu memelas sewaktu minta pinjaman lunak.
Padahal pinjam uang ke teman itu sebaik-baiknya Kredit Tanpa Agunan (KTA). Tanpa bunga dan denda. Jaminannya ya tali persahabatan itu sendiri.
Imbasnya, jika proses utang-piutang bermasalah, hubungan pertemanan terancam porak-poranda. Uang tak kembali, teman pun pergi. Mungkin memang harga sebuah pertemanan setara dengan jumlah utang yang tak terbayar.
Sayang sekali, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak hadir di perkara jasa keuangan antar teman ini. Sehingga banyak tali silaturahim tak terselamatkan karena kredit macet. Hubungan sosial pun jadi korbannya.
OJK sendiri masih disibukkan dengan menjamurnya fintech ilegal. Satu persatu lintah daring tak berizin itu disikat oleh OJK. Sebab perusahaan teknologi finansial itu kerap meneror nasabahnya. Kegiatan peer-to-peer lending ilegal ini masih banyak berkeliaran via website maupun aplikasi serta penawaran melalui SMS spam. Hemat kata, calon nasabah sudah diteror sejak dalam iklan.
ADVERTISEMENT
Dibandingkan dengan pinjam uang ke teman, pinjaman online ilegal ini banyak merugikan nasabah. Sewaktu pencairan dana, kena potongan. Persentase bunganya pun bisa membalap pokok pinjaman. Belum lagi denda karena keterlambatan pembayaran.
Tidak sampai situ, debt collector dari perusahan fintech ini tak segan-segan mempermalukan nasabah yang menunggak. Dari mulai teror telepon ke nasabah berupa ancaman dan penghinaan. Sampai tega-teganya menghubungi kontak kerabat nasabah untuk bantu menagihkan utang kepada yang bersangkutan. Ada juga yang sampai dibuatkan grup WA yang isinya nasabah dan sanak-famili. Satu keluarga besar bisa tahu nasabah punya utang dan nunggak. Mengerikan, bukan?
Saking paniknya ditagih debt collector, tak jarang nasabah sampai terpaksa meminjam lagi ke aplikasi fintech lain untuk bayar utang sebelumnya. Seperti lirik lagu dangdut Rhoma Irama, gali lubang tutup lubang. Hingga terjebak dalam lingkaran setan keuangan.
ADVERTISEMENT
Mungkin sewaktu pengajuan pinjaman, nasabah tidak menjaminkan apa-apa. Namun, sebenarnya pada proses mengirimkan scan kartu identitas melalui aplikasi pinjaman, saat itulah mereka baru saja menggadaikan nama baik. Jika kredit macet, nama baik yang jadi taruhannya.
Ternyata penagihan utang dengan cara public shaming ala perusahaan fintech ini menginspirasi Febi Nur Amelia di Medan, Sumatera Utara. Kesal dengan temannya yang punya utang Rp 70 juta padanya tapi tidak ada itikad baik untuk melunasi, Febi beranikan diri menagih haknya via instastory. Kontan saja, semua orang bisa melihat postingan aib tersebut, tak hanya orang yang punya utang yang terang-terangan di-mention di sana.
Apesnya, temannya yang bernama Fitriani Manurung merupakan Wakil Ketua PDIP Medan. Dengan nama sebesar itu, Fitri punya kekuatan untuk membawa kasus tagih utang via postingan instastory ini ke ranah hukum. Alasannya klasik, pencemaran nama baik. Senjata yang dipakai adalah pasal karet UU ITE.
ADVERTISEMENT
Febi sadar siapa yang dihadapinya, yaitu istri dari polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes). Namun, Febi tetap melawan. Kasus ini menjadi makin rumit ketika Ibu Kombes yang dimaksud di postingan tidak mengakui utang tersebut. Walaupun Febi sebagai terdakwa punya barang bukti utang.
Masyarakat Medan bisa saja jadi bingung untuk berpihak kepada siapa. Namun, hasil sidang di Pengadilan Negeri Medan nantinya akan membuktikan apakah ini murni pencemaran nama baik, atau perkara utang-piutang antar teman yang harusnya bisa diselesaikan tanpa melibatkan meja hijau.
Diceritakan bahwa Febi sudah coba baik-baik menagih utang, tapi Fitriani justru memblokir akun WhatsApp dan nomor handphone Febi. Insting alami manusia yang merasa uangnya dibawa lari orang lain membuat Febi terancam merugi, lantas nekat menagih utang via instastory. Cara terakhir yang bisa dipakai seorang warga sipil di era digital. Sebab instastory adalah pertarungan kalangan elite. Di sanalah tempat bertarungnya harga diri, ego, dan nama baik.
ADVERTISEMENT
Kalau benar Fitriani terbukti berutang kepada Febi, jelaslah Fitriani ini jadi contoh nyata dari kredo yang dipercaya oleh masyakarat: orang yang punya utang bisa lebih galak daripada orang yang minjemin.
Sebagai sesama kader PDIP, Presiden Jokowi bisa mencontoh sikap keras Fitriani dalam menghadapi masalah utang-piutang. Indonesia yang berutang kepada China, bisa bersikap lebih galak kepada kapal-kapal China yang mancing di Natuna. Kalau orang yang punya utang lumrah memblokir nomor WhatsApp orang yang menagihnya, kenapa Indonesia tidak bisa untuk sekadar memblokir kapal-kapal pencuri ikan itu dari kedaulatan negara?