4 Bulan Ditutup Pasca-Kebakaran, Apa Kabar Gunung Ciremai?

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
13 Desember 2019 5:58 WIB
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pada 7-8 Desember 2019 dilakukan kegiatan pengecekan jalur pendakian Linggajati, Taman Nasional Gunung Ciremai, 4 bulan pasca kebakaran. Foto: Harley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Pada 7-8 Desember 2019 dilakukan kegiatan pengecekan jalur pendakian Linggajati, Taman Nasional Gunung Ciremai, 4 bulan pasca kebakaran. Foto: Harley Sastha
ADVERTISEMENT
Kawasan lereng puncak Gunung Ciremai terlihat masih menghitam dan kering kerontang. Sebagian besar lereng puncak yang dulunya penuh dengan tanaman Edelweiss (Anaphalis javanica) dan Cantigi (Ericaceae), kini hanya terlihat tanah berpasir dan gembur bercampur material abu dan arang sisa kebakaran beberapa bulan yang lalu. Begitu, yang saya lihat ketika mulai mendekati areal pos Pengasinan hingga kawasan puncak Ciremai, Sabtu (7/12/2019).
ADVERTISEMENT
Hampir 400 hektare habitat tanaman Edelweiss dan Cantigi musnah oleh jilatan api yang pertama kali diketahui pada 8 Agustus 2019. Sejak saat itu, aktivitas pendakian ditutup sementara oleh Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC). Penutupan masih berlaku hingga saat ini.
Satu pekan yang lalu, saya bersama anggota tim Jelajah 54 Taman Nasional yang lain: Medina Kamil dan Tyo Survival, mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan pengecekan 4 jalur pendakian (Linggajati, Linggasana, Palutungan, dan Apuy) yang dilakukan secara serentak. Kami masuk dalam tim jalur Linggajati, bersama-sama dengan Kelompok Penggerak Pariwisata Linggajati. Istimewanya, tim ini dipimpin langsung oleh Kuswandono, Kepala Balai TNGC, dengan didampingi beberapa petugas taman nasional.
Jalur pendakian kembali dipenuhi oleh serasah dedaunan kering selama 4 bulan penutupan sementara. Foto: Harley Sastha
Menurut cerita dari petugas taman nasional, sebelumnya, BTNGC juga telah beberapa kali melakukan pengecekan jalur pendakian. Namun, tidak secara bersamaan seperti ini. Waktu telah menunjukkan sekitar pukul 09.00 WIB. Cuaca cukup cerah, saat perjalanan kami mulai dari basecamp Cibunar.
ADVERTISEMENT
Sebelum berangkat, Kuswandono kembali mengatakan, bahwa ini bukan merupakan pendakian biasa. Tetapi, kegiatan pengecekan jalur, pascakebakaran sebelum kembali dibuka untuk umum. Termasuk, mengecek kesiapan papan informasi baru di sepanjang jalur pendakian serta kondisi Transit Camp (TC) dan Transit Shelter (TS).
Pada 7-8 Desember 2019 dilakukan kegiatan pengecekan jalur pendakian Linggajati, Taman Nasional Gunung Ciremai, 4 bulan pasca kebakaran. Foto: Harley Sastha
“Kegiatan pengecekan jalur ini bukan hanya lewat Linggajati, rekan-rekan lain juga melakukan hal yang sama melalui jalur Apuy, Palutungan, dan Linggsana. Nanti, rencananya semuanya akan bertemu di kawasan puncak untuk evaluasi awal dan melaporkan kondisi masing-masing jalur,” kata Kuswandono.
Sepanjang pendakian hingga TC Pamerangan, jalur nampak bersih. Terasa lebih sunyi. Suara-suara alam terdengar lebih syahdu. Hal ini mengingatkan Saya pada masa-masa kegiatan pendakian belum semarak seperti saat ini. Yang tentu saja juga menarik perhatian kami adalah sepanjang jalur pendakian penuh oleh serasah dedaunan kering berwarna kecoklatan. Suara gesekan serasah dedaunan tersebut tapak sepatu ketika kaki melangkah terdengar merdu.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menjadi bukti jawaban, kenapa suatu kawasan perlu adanya waktu istirahat, bebas dari kegiatan aktivitas manusia. Seperti wisata alam. Serasah dedaunan yang telah menebal tersebut otomatis akan menambah kesuburan tanah. Termasuk kenapa ada pengaturan zona dalam satu kawasan. Penempatan areal camp dan lainnya.
“Karena adanya recycle. Unsur-unsur hara tanah akan bertambah dengan adanya pembusukan dari serasah dedaunan tersebut. Karena alam perlu isitrahat dan pemulihan,” kata Kuswandono.
Kondisi ketebalan serasah tersebut merata hingga kami tiba pada areal TC Batu Lingga, tempat kami mendirikan tenda untuk beristirahat, sebelum kembali melanjutkan pendakian menuju kawasan puncak.
Areal Transit Camp (TC) Pamerangan, ja;ur Linggajati. Foto: Harley Sastha
Terlihat beberapa papan informasi lama di sepanjang jalur pendakian telah diganti dengan yang baru. Sederhana, namun cukup lengkap memberikan informasi mengenai nama, ketinggian serta perkiraan jarak dan waktu tempuh dari TS atau TC sebelum dan sesudahnya. Semuanya kini sudah tidak lagi tertancap pada batang-batang pohon.
ADVERTISEMENT
Untuk areal TC juga terlihat sangat bersih dan rapih. Pengelola telah mengatur sedemikian rupa dalam bentuk kavling-kavling lengkap dengan nomornya sesuai ukuran tenda. Nomor-nomor kavling tersebut nantinya didapat bersamaan dengan saat para pendaki melakukan booking online yang segera diterapkan pengelola begitu kegiatan pendakian dibuka kembali. Asyiknya lagi, pada setiap TC juga disediakan bangku kayu sederhana untuk kita beristirahat atau duduk-duduk santai.
“Jadi, nanti kalau kita bicara pendakian yang tertib, aman, dan nyaman. Itu artinya ada kuotanya. Untuk kuota tersebut selain jumlah orang, juga diperhatikan kapasitas Transit Camp (TC). Masing-masing jalur pendakian akan berbeda-beda jumlahnya. Jadi, kalau orang yang sudah mendapatkan izin mendaki, berarti dia sudah mendapat kode booking, sehingga dapat dipastikan akan mendapat lokasi untuk mendirikan tenda yang memang aman dan nyaman. Nanti juga akan ada ranger penanggung jawab masing-masing TC,” kata Kuswandono.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan, kami bertemu dengan rombongan ranger jalur Linggajati yang sedang bertugas memasang papan informasi. Salah seorang dari menceritakan bahwa, satu hari sebelum kami mendaki, telah terjadi banjir air bah yang membawa air bercampur material tanah berpasir bercampur arang dan abu bekas kebakaran dari sekitar lereng puncak. Banjir air bah tersebut menghancurkan sebagian areal TC Sangga Buana 2. Mereka sempat merekamnya menggunakan smartphone, setelah sebelumnhya menyelamatkan diri terlebih dahulu.
Bukti bekas banjir tersebut masih terlihat, ketika kami melanjutkan pendakian menuju puncak, esok harinya. Di sekitar dan areal TC Sanggabuana 2 terlihat jelas. Batuan dan sebagian rerumputan tertutup oleh sisa lumpur hitam bekas tanah berpasir bercampur abu sisa-sisa kebakaran. Bahkan pada areal camp, rumput dan sebagian pepohonan kecil nampak rebah akibat terjangan air.
Pada 7-8 Desember 2019 dilakukan kegiatan pengecekan jalur pendakian Linggajati, Taman Nasional Gunung Ciremai, 4 bulan pasca kebakaran. Foto: Harley Sastha
Semakin ke atas bekas-bekas kebakaran tampak masih terlihat jelas. Semua terlihat menghitam. Bahkan di kawasan Pengasinan, salah satu habitat Edelweiss dan Cantigi, tampak sebagian besar hanya tersisa tanah gembur bercampur abu sisa kebakaran. Menuju puncak, juga terjadi hal yang sama. Walaupun sebenarnya masih ada sebagian yang terselamatkan, namun dapat dikatakan sebagian besar musnah tersapu jilatan api.
ADVERTISEMENT
Kawasan lereng bagian puncak, nyaris sudah tidak lagi pepohonan, semak dan ilalang yang berfungsi sebagai stopper atau penahan air ketika terjadi hujan di puncak. Tanah sangat gembur dan mudah longsor saat diinjak. Miris melihatnya. Wajar saja, ketika hujan turun, air langsung membawa turut serta material. Semua tersapu air dengan mudahnya.
Pada 7-8 Desember 2019 dilakukan kegiatan pengecekan jalur pendakian Linggajati, Taman Nasional Gunung Ciremai, 4 bulan pasca kebakaran. Foto: Harley Sastha
Kondisi alam dan air bah yang telah terjadi sebelumnya, tentu sangat rentan dan menjadi rawan serta membahayakan aktivitas pendakian kalau sewaktu-waktu tiba-tiba turun hujan di puncak.
Melihat fakta di lapangan, cukup besarnya areal yang terdampak, Medina Kamil, mengungkapkan kesedihan dan sekaligus kengeriannya.
“Ngeri, kalau tiba-tiba turun hujan saat muncak. Makanya pengin cepat-cepat segera turun kemarin setelah beberapa saat tiba di puncak. Jadi, sepertinya saat ini memang masih belum aman untuk melakukan pendakian ke puncak Gunung Ciremai. Mohon teman-teman untuk bersabar. Hasil pengecekan jalur ini akan dievaluasi oleh pihak Balai TNGC untuk kemudian ditentukan waktu yang tepat aktivitas pendakian dibuka kembali. Jangan percaya berita hoaks, tunggu informasi resminya langsung dari akun resmi Balai TNGC,” kata Medina Kamil setelah tiba kembali di Jakarta.
Walaupun masih sangat sedikit, beberapa jenis flora seperti rumput yang mulai tumbuh di bekas areaex kebakaran di lereng puncak Ciremai, menandakan pemulihan ekosistem secara suksesi alami sudah dimulai. Foto: Harley Sastha
Namun, ada hal yang menggembirakan, menurut Kuswandono, pada awal musim hujan ini, beberapa flora seperti Cantigi, Edelweiss dan rumput, beberapa sudah mulai tumbuh di area eks kebakaran di puncak. Walaupun masih sangat-sangat sedikit, tetapi hal tersebut menjadi berita baik tentunya. Menandakan pemulihan ekosistem secara suksesi alami sudah dimulai.
ADVERTISEMENT
Jadi, untuk semua sobat kumparan, kita doakan bersama, semoga semua segera pulih. Untuk yang ingin mendaki gunung harap bersabar. Tetap siapkan segala sesuatunya dengan baik. Jadi pendaki yang cerdas, bijak dan bertanggung jawab. Mematuhi dan mengikuti aturan yang berlaku dalam satu kawasan.
Kawasan puncak gunung Ciremai. Foto. Harley Sastha