Inilah 3 Orang Eropa Pertama yang Menapaki Lereng Tambora hingga Puncak Kaldera

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
23 Februari 2021 16:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kaldera Tambora dilihat dari salah satu sudut tubir puncak kaldera melalu jalur pendakian Piong (Zollinger Route). Foto: Harley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Kaldera Tambora dilihat dari salah satu sudut tubir puncak kaldera melalu jalur pendakian Piong (Zollinger Route). Foto: Harley Sastha
ADVERTISEMENT
Peristiwa dahsyat gelegar Gunung Tambora pada 10-12 April 1815, hingga saat ini terus mengundang tanya dan menarik berbagai kalangan untuk menyambangi dan menziarahi sang raksasa volcano dari semenanjung Sanggar ini.
ADVERTISEMENT
Keagungan serta kemegahan alam yang ditinggalkan pada peristiwa letusan gunung api terbesar dalam 500 tahun terakhir, telah menjadi catatan tersendiri bagi dunia dan pengetahuan serta peradaban manusia.
Setidaknya, tercatat ada tiga orang eropa pertama yang telah menapaki lereng Tambora hingga tubir puncak kaldera raksasanya, melalui tiga jalur pendakian yang juga berbeda pada periode 1845 sampai dengan 1930-an. Mereka, masing-masing memberi catatan tersendiri gambaran mengenai ketiga jalur pendakian dan dampak dari erupsi Tambora, pasca puluhan hingga seratus tahunnya.
Pertama, seorang naturalis dan ahli botani berkebangsaan Swiss yang bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda, yang bernama Heinrich Zollinger.
Padang savana melalui jalur pendakian Piong (Zollinger Router). Foto: Balai TN Tambora
Sekitar tiga dasawarsa atau tepatnya 32 tahun pasca erupsinya yang mengerikan, Zollinger yang lahir pada 22 Mare 1812 – tiga tahun sebelum Tambora meletus–di salah satu negara yang paling terdampak akibat erupsi Tambora, Swiss, tidak dinyana, menjadi orang pertama dan eropa pertama yang berhasil menapaki lereng Tambora hingga puncak kalderanya.
ADVERTISEMENT
Ia mendaki melalui wilayah bekas kerajaan Sanggar–satu dari tiga kerajaan yang langsung terdampak letusan besar Tambora. Jalur pendakian yang dilalui Zollinger ini, kemudian lebih dikenal sebagai jalur Piong (Zollinger Route).
Informasinya mengenai dampak erupsi Tambora, mulai dari perkiraan jumlah korban hingga kondisi vegetasi serta lanskap Tambora, menjadi salah satu catatan penting data awal Tambora pasca erupsinya.
Cukup lama setelah pendakian yang dilakukan Zollinger. Setidaknya, butuh hingga 66 tahun, baru kemudian, ada lagi yang mendaki Tambora. Orang tersebut adalah, J.J. Panekoek van Rheden–naturalis yang juga seorang geolog. Ia menapaki Tambora melalui lereng jalur pendakian wilayah Doro Ncanga, pada 1913.
Panekoek menggambarkan, walau sudah satu abad pasca erupsinya, kondisi alam Tambora belum kembali ke masa sebelum 1815. Bahkan, bisa dikatakan benar-benar sudah berubah. Ia tidak menemukan pohon berukuran besar selama pendakian. Lebih didominasi vegetasi savana dan banyaknya batuan apung berserak, yang merupakan produk dari letusan gunung api.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, ada De Voogd, yang mencapai lereng Tambora, pada 1933, melalui jalur pendakian wilayah yang dikenal sekarang dengan nama Pancasila.
De Voogd, dalam catatanya, menceritakan secara singkat tentang Zollinger dan Panekoek, dua orang eropa pertama yang telah menggapai puncak kalderanya. Voodg sendiri, saat itu menjabat sebagai direktur kehutanan untuk wilayah Jawa, Bali da Madura.
Tubir puncak kaldera Tambora dari jalur pendakian Doro Ncanga. Foto: Balai TN Tambora
De Voogd, dalam catatanya, menceritakan secara singkat tentang Zollinger dan Panekoek, dua orang eropa pertama yang telah menggapai puncak kalderanya. Voodg sendiri, saat itu menjabat sebagai direktur kehutanan untuk wilayah Jawa, Bali da Madura.
Ia mengutip sebagian catatan risalah perjalanan Zollinger dan Pannekoek, sebelum menggambarkan pengalaman pendakiannya sendiri.
Selain menceritakan, sejarah Zollinger, mulai dari kelahirannya hingga tiba di Jawa, Voogd juga mengatakan, kalau seorang Zollinger, tidak membatasi dirinya hanya pada pengamatan botani saja. Tetapi, juga tentang iklim, geologi, topografi, kebiasaan masyarakat dan lain-lain. Tidak heran, kalau catatan risalah perjalanannya mengenai Tambora, cukup lengkap.
ADVERTISEMENT
Dari catatan Zollinger dan Panekoek serta beberapa informasi lainnya, Voogd, mengasumsikan, kalau abu dan batuan yang menutupi Tambora dan wilayah sekitarnya, sebaran dan ketebalannya tidak seragam.
Hal tersebut tergambar pada saat dirinya melakukan pendakian dari sisi utara. Menurutnya, ia dapat menjumpai hutan Duabanga mollucana yang cukup lebat dan pohon-pohonnya berukuran besar. Jadi, kalau dimisalkan ada abu dan puing-puing batuan yang tingginya mencapai 1 meter di tempat tersebut, pasti membutuhkan waktu puluhan tahun sebelum pohon tumbuh. Duabanga mollucana yang membutuhkan tanah yang baik, memungkinkan untuk tumbuh subur.
Zollinger, mengatakan kalau Tambora mempunyai dua kawah. Namun, ia hanya dapat melihat satu titik dari tempatnya berdiri di tubir puncak kaldera.
Dua pohon Duabanga mollucana atau Klanggo di TN Tambora. Foto: Harley Sastha
Menurut Voogd, saat itu Zollinger tidak menyebutkan tentang apa yang Panekoek amati pada 1913 dan juga dirinya lihat pada 1933, yaitu titik letusan sekunder di dasar kaldera yang disebut Doro Afi To’i. Ia pun berasumsi, mungkin itu muncul setelah 1847.
ADVERTISEMENT
Dari hasil pengamatan dirinya dan Panekoek, setidak lubang kaldera raksasa memiliki diameter lebih 6 km. Titik tertingginya dari bibir atau tubir kaldera berada pada sekitar 2.800 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Saat mendaki, Voogd, melewati perkebunan kopi tua, dari tahun 1897. Hutan Duabanga mollucana, nampak lebat. Tiang-tiang atau batang pohon setinggi 30-35 meter, terlihat sangat kuat menopang lengkungan kanopi hutan.
Kalau, kamu pernah mendaki Tambora lewat jalur pendakian Pancasila, pasti pernah merasakan daun tanaman jelatang yang rasanya sedikit nyelekit dan sedikit panas saat menyentuy kulit. Nah, mengenai hutan jelatang ini juga diceritakan oleh Voogd.
Setelah melewati hutan cemara terakhir, menurutnya keadaan bagian puncak nampak gundul. Ia haru melalui lereng dan punggung bukit yang yang cukup curam. Dirinya lupa jenis flora yang dilihatnya. Yang diingatnya, tanaman edelweis jenis Anaphalis longifolia.
Tiga rute pendakian tiga orang eropa pertama yang menapi lereng Tambora hingga puncak kaldera medioa 1845 s.d. 1930-an. Foto: sumber Buku De Tropische Natuur.
Menurutnya, seperti yang pernah diceritakan oleh Zollinger, memang pada bagian puncak hanya ada beberapa spesies tumbuhan yang tumbuh di gigiran kaldera.
ADVERTISEMENT
Kemudian, tidak beberapa lama, Voogd akhirnya tiba di bagian puncak kaldera pada ketinggian 2.800 mdpl. Ia mengatakan, tanpa disadarinya, ia dan timnya mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Zollinger. Yaitu, membuka botol anggur dan mengosongkannya. Lalu, mengisinya dengan kertas berisi catatan tentang nama-nama yang berhasil mencapai puncak Tambora saat itu.
Yang juga perlu kamu tahu, ketiganya bukan hanya mendaki Tambora. Mereka juga mendaki gunung-gunung di Jawa, Bali, Lombok dan Sumatera.
Jadi, bagaimana teman-teman kumparan travel. Kamu mau mendaki Tambora melalui jalur pendakian mana. Dan berniat membuat catatan sendiri tentang pendakian dan apa yang kamu lihat dan temukan saat mendaki Tambora?