Kisah Rizky, Mia, dan Chio: 3 Orang Utan yang Kembali ke Habitatnya

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
28 Januari 2020 18:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tiga Individu orang utan dilepasliarkan kembali di TN Bukit Baka Bukit Raya, 15 Januari 2020. Foto: Balai TN Bukit Baka Bukit Raya
zoom-in-whitePerbesar
Tiga Individu orang utan dilepasliarkan kembali di TN Bukit Baka Bukit Raya, 15 Januari 2020. Foto: Balai TN Bukit Baka Bukit Raya
ADVERTISEMENT
Pertengahan Januari 2020 lalu, bisa jadi momen yang paling berharga untuk Rizky dan Mia (betina) dan Chio (jantan)–tiga individu orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang kembali dapat menghirup belantara Kalimantan di Taman Nasional Bukit Baka dan Bukit Raya (TNBBBR).
ADVERTISEMENT
Mereka dilepaskan pada titik lokasi yang telah ditentukan di sekitar Sungai Hiran, Resort Tumbang Hiran Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Kasongan, Kalimantan Tengah. Kegiatan pelepasliaran kembali orang utan untuk yang ke-34 kalinya ini, merupakan kerjasama antara Balai TNBBBR, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah dan Yayasan Borneo Orang Utan Survival (BOS).
Menurut informasi dari Yayasan BOS, ketiganya telah selesai menjalani proses rehabilitasi yang panjang di Sekolah Hutan Nyaru Menteng, Kalimatan Tengah. Usia mereka saat ini berkisar antara 13-18 tahun.
Berdasarkan informasi yang dari situs www.orangutan.or.id, perjalanan tiga individu orang utan yang dirilis kembali pada 15 Januari 2020 tersebut cukup panjang. Sebelum menjalani rehabilitasi di Sekolah Hutan Nyaru Menteng, pada 7 September 2006, Chio diselamatkan dari Desa Timbang Anjir, Kabupaten Pakuas, Kalimantan Tengah. Kemudian dibawa ke Pusat Rebahilitasi Nyaru Menteng. Usianya saat itu 12 bulan dengan berat badan 3.3 kilogram. Setelah masa karantina, lalu Chio masuk sekolah hutan hingga berhasil menyelesaikan seluruh tahapan rehabilitasi. Selanjutnya, pada 13 April 2017, Chio dipindahkan ke Pulau Pra-pelepasliaran Kaja. Ini merupkan tahap akhir yang harus dijalaninya. Selama menjalani tahapan demi tahapan, diketahui kalau Chio merupakan individu orang utan yang agresif, cederung lebih suka menyendiri, pandai mencari pakan alami dan gemar menjelajah.
ADVERTISEMENT
Masih pada tahun yang sama atau tepatnya 21 Desember 2006, tim gabungan BOS dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, berhasil menyelamatkan Rizky dari Desa Tumbang Samba, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Seperti halnya Chio, Rizky pun di bawa ke Nyaru Menteng. Usianya waktu itu 2 tahun dan berat tubuhnya 7,5 kilogram. Lalu, menjalani proses karantina, masuk sekolah hutan hingga dinyatakan lulus dengan baik. Kemudian melangkah ke tahap pra-pelepasliaran di Gugusan Pulau Salat, pada 4 November 2016. Rizky, merupakan orang utan yang sering berosialisasi dengan orang utan lain dan gemar menjelajah pulau. Namu, ia bisa menjadi agresif terhadap orang yang tidak dikenal. Saat berada di Pulau pra-pelepasliaran Badak Besar, Rizky sering terlihat menghabiskan waktu dengan orang utan betina.
Tiga Individu orang utan dilepasliarkan kembali di TN Bukit Baka Bukit Raya, 15 Januari 2020. Foto: Balai TN Bukit Baka Bukit Raya
Kalau Mia, diselamatkan pada 23 Maret 2003 dari warga Desa Danau Sembuluh, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Saat tiba di Nyaru Menteng, usia Mia 1,5 tahun dengan berat 6 kilogram. Seperti halnya Chio dan Rizky, ia juga harus menjalani masa karantina sebelum masuk sekolah hutan. Setelah dinyatakan lulus dengan baik, pada 23 November 2017, Mia dipindahlan ke Pula pra-pelepasliaran Bangamat. Mia, merupakan individu orang utan yang tidak agresif. Cenderung menghindari persaingan dengan orang utan lainnya dan lebih suka menyendiri.
ADVERTISEMENT
Saat Pelepasliaran
Proses pelepasliaran kembali, Rizki, Mia dan Chio, harus ditempuh melalui jalan darat dan menyusuri sungai. Menurut cerita Firasadi Nursub’i, Kepala SPTN Wilayah II Kasongan, yang ikut mengawal pelepasliaran kembali tiga individu orang utan tersebut, perjalanan di mulai dari Nyaru Menteng, pada 15 Januari 2020, sekitar pukul 18.00 WIB.
Sebelum keberangkatan, ketiganya dilakukan pemeriksaan kesehatan akhir dan pembiusan oleh tim medis dari Yayasan BOS. Lalu, diloading atau dipindahkan ke kandang transportasi hingga pulih dari efek obat bius untuk kemudian dipersiapan diberangkatkan menuju lokasi pelepasliaran kembali.
“Setelah menempuh perjalanan darat sekitar 7 jam, akhirnya kami tiba di Desa Tumban Melawan, pada 16 Januari 2020, dinihari pukul 01.00 WIB. Alhamdulillah, sepanjang perjalanan, semua berjalan lancar. Walaupun begitu, kami harus berhenti beberapa kali untuk melakukan pemeriksaan kondisi orang utan. Lalu, kami beristirahat memulihkan stamina untuk perjalanan selanjutnya,” cerita Firasadi melalui sambungan ponsel.
ADVERTISEMENT
Perjalanan selanjutnya menggunakan prahu klotok mengarungi Sungai Hiran menuju ke hulu. Namun, karena hujan deras turun sejak pagi-pagi sekali, tim baru bisa melanjutkan perjalanan sekitar pukul 09.30 WIB dan tiba di lokasi titik pelepasliaran pada pukul 13.27 WIB.
Tiga Individu orang utan dilepasliarkan kembali di TN Bukit Baka Bukit Raya, 15 Januari 2020. Foto: Balai TN Bukit Baka Bukit Raya
“Karena habis hujan yang cukup deras, sehingga kami harus lebih ekstra saat menyusuri Sungai Hiran ke hulunya. Sekitar 4 jam kemudian, akhirnya, tim tiba di titik lokasi pelepasliaran kembali Rizky, Mia dan Chio,” lanjut Firasadi.
Buat Firasadi sendiri, ini bukan yang pertama dirinya ikut mengawal dan membuka kandang saat orang utan dilepasliarkan kembali. Sudah beberapa kali, ia mengikutinya langsung. Menurutnya, saat kandang dibuka, ada rasa haru sekaligus senang, ketika melihat orang utan tersebut kembali ke habitat alaminya di hutan.
ADVERTISEMENT
“Buat saya, ini bukan yang pertama. Namun, saat dulu pertama kali ikut dan membuka kandang, ada rasa deg-degan. Pokoknya macam-macamlah. Perasaan itu campur aduk. Kan, kadan-kadang ada orang yang bilang, kalau orang utan itu ganas dan lain-lain. Tetapi, setelah kita terlibat sendiri, orang utan itu sebenarnya sama seperti kita manusia. Ibaratnya, kalau kita tidak ganggu, ia pun tidak akan ganggu. Malah, sebenarnya kita yang justru sering introduksi ke tempat mereka,” kata Firasadi
Menurut Agung Nugroho, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hiran, untuk pelepasliaran orang utan yang dilakukan sejak tahun lalu, merupakan upaya untuk menjaga persebaran orang utan rehabilitasi yang dilepasliarkan.
“Upaya ini telah membantu orang utan berkembang biak dengan baik. Tercatat ada dua kelahiran alami terjadi di sini. Tentu, ini merupakan kabar yang sangat menggembirakan bagi keberadaan orang utan Kalimantan yang saat ini statusnya ’sangat terancam punah’. Ini sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga mereka. Bukan hanya untuk mempertahankan keberadaannya. Namun, kesejahteraan hidup mereka juga,” kata Agung Nugroho melalui pesan tertulis.
ADVERTISEMENT
Agung Nugroho juga mengatakan, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya sangat berkomitmen penuh menjaga keamanan orang utan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di dalam kawasannya. Menurutnya, hutan di TNBBBR, sanggup menampung para orang utan untuk hidup liar dan bebas, terlindungi, dan berkesempatan untuk berkembang biak.
Tiga orang utan dilepasliarkan kembali di TN Bukit Baka Bukit Raya, 15 Januari 2020. Foto: Balai TN Bukit Baka Bukit Raya
Dengan bergabungnya Rizky, Mia dan Chio, artinya menambah jumlah orang utan yang telah dilepasliarkan di lokasi pelepasliaran Sungai Hiran. Totalnya kini telah mencapai 39 individu.
“Kami masih setia dengan komitmen untuk melepasliarkan orang utan sebanyak mungkin dari pusat-pusat rehabilitasi kami ke hutan dan mengeluarkan mereka yang saat ini dirawat di kandang ke pulau-pulau suaka atau pra-pelepasliaran. Ini yang membuat kami kembali melepasliarkan orang utan bahkan di bulan pertama tahun ini. Bagi kami, tidak ada istirahat,” kata Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS, mengatakannya dalam pesan tertulis.
ADVERTISEMENT
Jamartin juga mengatakan, dengan tingginya intensitas pelepasliaran, membuat dua situs pelepasliaran yang digunakan di Kalimantan Tengah semakin mendekati daya tampung maksimalnya.
"Wilayah hutan di Hutan Lindung Bukit Batikap dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya tidak cukup untuk mengakomodasi semua orangutan yang masih kami rehabilitasi saat ini. Kami harus terus mencari hutan yang memenuhi syarat untuk situs pelepasliaran. Kami berharap mendapat dukungan dari pemerintah dan pihak swasta untuk mewujudkan upaya ini," kata Jamartin
Beberapa waktu yang lalu, Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK, mengatakan betapa pentingnya keberadaan orang utan. Menurutnya, orang utan itu membantu manusia untuk merehabilitasi hutan. Tinggal dan bersarang di pucuk-pucuk pepohonan.
ADVERTISEMENT
“Orang utan mencari makan dari pohon ke pohon dan membuang biji-bijinya ke lantai hutan. Lalu, dari biji itulah tumbuh tunas-tunas baru. Ada pohon ada hutan. Ada hutan, mengalir air untuk hidup manusia. Ada hutan, ada polinator yang bantu penyerbukan tanaman di lahan-lahan pertanian. Jadi, menjaga orang utan, sama juga menjaga sumber-sumber air untuk hidup manusia,” kata Wiratno beberapa waktu lalu melalui pesan WhatsApp.
Untuk Rizky, Mia dan Chio, selamat kembali ke habitat alami kalian dan menjalanai hidup baru di rumah yang baru, TN Bukit Baka Bukit Raya.