'Majestic Tambora' Mengangkat Kembali Kemasyhuran Volcano Indonesia

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
14 September 2020 2:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kaldera cawan raksasa gunung Tambora dengan diamter lebih dari 7 km dan kedalaman hingga 1,4 km dari titik tertingginya. Foto: Harley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Kaldera cawan raksasa gunung Tambora dengan diamter lebih dari 7 km dan kedalaman hingga 1,4 km dari titik tertingginya. Foto: Harley Sastha
ADVERTISEMENT
Gelegar maha dahsyat Tambora pada 10-12 April 1815 telah memangkas lebih dari 500 meter tinggi gunung Tambora yang sebelumnya 4.200 – 4.300 meter di atas permukaan laut (mdpl), menjadi 2.851 mdpl. Memengaruhi iklim dan banyak kejadian penting di dunia saat itu. Seperti: kekalahan pasukan Napoleon Bonaparte dalam upayanya menginvasi Eropa, kegagalan panen di beberapa belahan bumi hingga perubahan pola musim yang berpengaruh besar pada kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT
Tidak berlebihan rasanya, kalau gunung Tambora dikatakan sebagai salah satu ‘laboratorium gunung api dunia’, yang menyimpan banyak misteri untuk dapat dipecahkan secara sains.
Berkaitan dengan hal tersebut, untuk kesekian kalinya, Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) menggelar werbinar bertajuk Majestic Tambora pada, Sabtu (28/08/2020). Kegiatan ini dilakukan dalam rangkaian peringatan ulang tahun yang ke-15. Acara dihadiri oleh tokoh pendaki gunung, vulkanolog, Balai Taman Nasional Tambora, serta tokoh masyarakat Kerajaan Sanggar, ilmuwan, serta masyarakat umum. Beberapa pembicara dalam kegiatan ini di antaranya, Heriyadi Rahmat (Ahli Geologi), Abdul Kamil (Ahli Sejarah Sanggar), Yunaidi (Kepala Taman Nasional Tambora), Don Hasman (Fotografer Alam/ Pendaki Gunung), dan Harley Sastha (Penulis/Pendaki Gunung).
Membuka webinar ‘Majestic Tambora’, Ketua Umum Pengurus Besar FMI, Mayjen TNI Mar (Pur) Buyung Lalana, SE, dalam sambutannya mengharapkan, kegiatan ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta menjadi ajang untuk lebih mencintai tanah air. Membumikan semangat konservasi alam dan lingkungan, khususnya di kalangan pendaki gunung, sekaligus merupakan ajang untuk bertukar informasi dan mempererat silaturahmi.
ADVERTISEMENT
“Kecintaan pada gunung sebagai bagian dari alam ini, merupakan manifestasi kecintaan pada tanah air kita yang luar biasa. Tambora sebagai taman nasional ke-51, menempati posisi yang unik di dunia, karena sejarahnya,” ujar mantan Komandan Korps Marinir (Dankomar) Buyung Lalana.
Dongo Tabe Na'e - Cinder Cone - yang berada di hamparan savana jalur pendakian Piong. Foto: Harley Sastha
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno, mengatakan, “FMI mempunyai peran yang besar, mendorong generasi muda Indonesia untuk mencintal tanah airnya. Salah satunya dengan mendaki gunung. Dan Tambora merupakan destinasi pendakian gunung yang sangat menjanjikan untuk dijelajah.” Gunung-gunung di kawasan konservasi Indonesia, luasnya mencapai 27,41 juta hektar, termasuk didalamnya desa-desa adat.
Menambahkan hal tersebut, Ketua Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI) Heriyadi Rahmat menyatakan, “Vegetasi Tambora, mulai dari pantai hingga puncak kaldera, selalu menarik peneliti dan penjelajah untuk datang. Heinrich Zollinger, ahli botani dari Swiss pada tahun 1847, ditugaskan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mempelajari letusan masa silam Tambora yang berdampak pada keseimbangan alam setempat dan pemulihannya.” Heriyadi menambahkan, hal tersebut membuat perubahan besar tidak hanya di nusantara tapi juga dunia.
ADVERTISEMENT
Ahli sejarah kerajaan Sanggar, Abdul Kamil, menceritakan, peristiwa letusan Tambora yang dahsyat. “Kerajaan Sanggar menjadi sumber penting dalam kesejarahan Tambora. Saat ini, Sanggar masih menarik untuk dikunjungi oleh para petualang. Karena jalur pendakian Tambora yang dilakukan Zolllinger, terlebih dahulu melalui Sanggar,” ujarnya. Selain itu, Sanggar masih menjadi lahan penelitian yang potensial bagi siapa pun yang tertarik untuk menelitinya, tambahnya seraya mengakhiri paparannya.
Sebagian cawan kaldera raksasa Tambora dilihat dari puncak tertingginya. Foto: Harley Sastha (2015)
Photographer Don Hasman, pada kesempatan ini menampilkan karya foto-fotonya yang memukau. Petualangan kehidupan budaya dan lanskap alam Tambora serta kehidupan masyarakatnya yang agung. Peserta webinar dibuat terpukau akan pesona bentang alam Tambora. Menurut penulis buku Menuju Puncak Gunung Tambora, Harley Satha, dirinya telah bolak balik mendaki Tambora karena pesona yang dimiliki gunung ini. Harley juga menjadi orang yang beruntung untuk menjelajah kaldera Tambora yang sangat luas.
ADVERTISEMENT
“Terakhir saya mendaki Tambora melalui jalur Piong, pada pertengahan Juli 2020. Saaat itu, saya sedang memetakan jalur yang pernah dilalui oleh Heinrich Zollinger, pada 1847. Melalui film pendek semi dokumenter berjudul Majestic Tambora, yang sedang dalam tahap editing, saya harap semakin banyak orang tahu bahwa jalur ini mempunyai nilai sejarah yang tinggi,” kata pria yang sering melakukan perjalanan ke kawasan-kawasan taman nasional di Indonesia
Landksap padang sabana di jalur pendakian Piong atau Zollinger Route, TN Tambora. Foto: Bram
Sejak awal pendiriannya, FMI konsisten mengangkat isu Tambora sebagai salah satu asset bangsa yang potensial. Mengingat sejarah panjang Tambora yang unik serta kekayaan potensi yang dimilikinya. FMI juga telah melakukan berbagai kegiatan berskala nasional maupun internasional dan melibatkan berbagai stakeholder terkait Tambora. Seminar 2 Abad letusan Gunung Tambora pada 22 April 2006 bertema ‘Menguak Misteri Mengurai Sejarah Peradaban Tambora’, menginisiasi dan mendampingi penetapan Gunung Tambora sebagai Taman Nasional. Selain itu, FMI juga melaksanakan kejuaraan mountaineering Rinjani-Tambora (2009).
ADVERTISEMENT
Diangkatnya isu Tambora, telah ikut mendorong pemerintah untuk menetapkan kawasan gunung Tambora sebagai Taman Nasional pada 11 April 2015, tepat pada peringatan 200 tahun letusannya yang melegenda.
Seminar 2 Abad letusan Gunung Tambora pada 22 April 2006 bertema ‘Menguak Misteri Mengurai Sejarah Perabadan Tambora’
Dengan status sebagai taman nasional, diharapkan pengelolaannya menjadi lebih baik, lebih terarah dan lebih terukur. Gunung Tambora sendiri memiliki potensi yang sangat kaya untuk di eksplorasi dan dikembangkan yang mencakup aspek sains dan teknologi, olah raga maupun ekowisata.
Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) terbentuk pada 28 Agustus 2005 di LIPI, Jakarta sebagai output dari “Sarasehan Pendaki Gunung Indonesia” yang dilaksanakan selama 2 hari (27-28 Agustus 2005). Sarasehan menyepakati bahwa pentingnya wadah pendaki gunung secara nasional yang dapat memayungi segala aktivitas mountaineering di Indonesia.