Skenario di Balik Lahirnya Tiga Poros Pilpres 2019

Konten dari Pengguna
5 Mei 2018 15:26 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harris Pranata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah disahkannya Presidential Threshold 20% yang mengundang kontroversi karena menggunakan perolehan suara Pemilu Legislatif (pileg) 2014, Pemilu Presiden (pilpres) 2019 nanti diprediksi maksimal akan diikuti oleh 3 calon pasangan saja melihat konstelasi politik yang ada hari-hari ini.
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah dianalisis oleh para pengamat politik, terdapat skenario 2 poros yaitu Jokowi vs Prabowo yang merupakan rematch pilpres 2014. Ada pula yang menginginkan terjadinya 1 pasangan calon saja sehingga lawannya adalah kotak kosong. Mengingat Pemilu 2019 merupakan pemilu serentak di mana pileg dan pilpres dilakukan pada hari yang sama, 17 April 2019, maka kemungkinan besar pilpres akan diikuti oleh 3 pasangan calon. Mengapa demikian?
Partai politik akan berusaha mengajukan kader terbaiknya untuk menjadi capres atau cawapres sehingga diharapkan mampu memberikan coattail effect yang signifikan terhadap perolehan suara partainya di pileg. Jadi, parpol akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengusung kadernya sendiri dibandingkan masuk ke koalisi di mana parpol tersebut tidak mendapat posisi capres atau cawapres. Kalaupun tidak memungkinkan, partai tentunya akan meminta kepastian posisi strategis lain sebagai timbal balik atas dukungan pada calon yang diusung bersama.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan besar poros yang terjadi merupakan ulangan dari Pilgub DKI Jakarta 2017 yang lalu yaitu Poros Teuku Umar, Poros Kertanegara dan Poros Cikeas. Berbagai surveyor dan lembaga konsultan sudah banyak membahas berbagai alternatif pasangan calon. Kali ini akan disajikan prediksi yang lebih mengerucut pada nama-nama capres-cawapres yang akan maju di pilpres 2019 beserta alasan rasionalnya.
Poros pertama adalah poros petahana atau sering disebut poros Teuku Umar, lokasi di mana kubu yang akan mengusung petahana Joko Widodo sering berkumpul, yang juga merupakan kediaman Ketum PDIP Megawati. Capres yang akan diusung hampir dipastikan adalah sang petahana itu sendiri, Joko Widodo. Yang masih menjadi misteri adalah cawapresnya. Dengan banyaknya partai yang sudah mendeklarasikan Jokowi sebagai capres, maka isu kemungkinan calon pendampingnya juga semakin liar. Partai-partai tersebut berharap cawapres yang diambil adalah ketua umum atau kader terbaik dari partainya. Sebut saja, Puan Maharani dari PDIP, Airlangga Hartarto dari Golkar, Wiranto dari Hanura, Surya Paloh dari Nasdem, atau Romi dari PPP. Namun, dengan banyaknya partai yang bergabung, semakin terbuka cawapres yang akan dipilih justru bukan kader dari salah satu partai tersebut agar lebih adil dan dapat diterima oleh kelima partai pengusungnya. Calon yang santer terdengar antara lain Mahfud MD, Sri Mulyani, Moeldoko, Budi Gunawan, dan Susi Pudjiastuti. Nama-nama tersebut tentunya sedang digodok oleh tim internal pendukung, mana yang paling dapat memberi tambahan suara. Persepsi terhadap Jokowi yang kurang tegas dapat dilengkapi dengan sosok mantan tentara atau polisi seperti Moeldoko dan Budi Gunawan. Sementara persepsi kurang diterimanya oleh kalangan santri, bisa diakomodasi oleh Mahfud MD, misalnya. Mengingat suara Jokowi secara rata-rata masih di bawah 50% dalam berbagai hasil survey, pemilihan cawapres akan sangat krusial hingga batas pendaftaran calon 10 Agustus 2018 mendatang.
ADVERTISEMENT
Poros kedua adalah poros oposisi atau yang sering disebut poros Kertanegara, rumah ketua umum Gerindra Prabowo Subianto. Rumah ini pernah menjadi tempat deklarasi Anies-Sandi sebagai cagub-cawagub DKI Jakarta pada tahun 2017 yang lalu. Dengan kemungkinan hanya didukung oleh 2 partai, Gerindra dan PKS (20,1% kursi), poros ini sudah mendeklarasikan Prabowo sebagai capres 2019. Sementara untuk cawapres, PKS sudah mengajukan 9 nama yang siap dipilih oleh Prabowo. Nama yang dianggap paling kuat dan dapat memberi efek elektoral yang besar adalah Ahmad Heryawan atau biasa dikenal dengan Aher, gubernur Jawa Barat 2 periode. Foto Prabowo-Aher juga sudah tersebar di ranah dijital. Namun, untuk memenangkan pilpres, diperlukan sosok yang dapat merangkul lebih banyak swing voters. Nama Anies Baswedan yang selalu muncul dalam survey capres atau cawapres pilpres 2019 sekiranya lebih mampu meraih suara massa mengambang dibandingkan dengan Aher. Pengalamannya berkeliling Indonesia lewat program Indonesia Mengajar dan juga sebagai Mendikbud memberinya nilai tambah yang cukup berarti, selain jabatan Gubernur DKI Jakarta saat ini yang membuat namanya terus beredar di media hampir setiap hari. Bagaimana PKS bisa menerima jika akhirnya Prabowo-Anies yang diusung? Ada posisi cawagub DKI yang akan kosong, jika pasangan Prabowo-Anies yang memenangkan pilpres 2019. Ketika Anies meninggalkan jabatan gubernur, maka otomatis Sandi yang saat ini sebagai wakil gubernur akan naik menggantikannya. Sementara posisi wagub yang kosong akan diisi oleh kader PKS yang kemungkinan adalah Mardani Ali Sera, pencetus gerakan #2019GantiPresiden sekaligus mantan ketua timses Anies-Sandi 2017.
ADVERTISEMENT
Terakhir, poros ketiga yang sering disebut dengan poros Cikeas, kediaman SBY. Mengulang formasi pilgub DKI 2017 yang lalu minus PPP, sisa 3 partai yang belum disebutkan di atas diprediksi akan bergabung yaitu Demokrat, PKB, dan PAN (28% kursi). Meskipun santer terdengar AHY dan Cak Imin masih bergerilya mendekati kubu Jokowi untuk mendapatkan posisi cawapres, namun diyakini bahwa hal itu tidak akan terwujud, hanya bermaksud untuk melebarkan segmen pemilih saja. Peran SBY sangat sentral dalam mewujudkan poros ketiga. AHY-Imin atau AHY-Zulhas pastinya jadi alternatif. Meski demikian, jika melihat hasil survey dan kematangan AHY dalam berpolitik, rasanya terlalu dini untuk mengajukan AHY sebagai capres. Menjadi cawapres akan lebih rasional. Lalu siapa capres dari poros ketiga? Tentunya nama yang tidak asing lagi, nama yang sudah diisukan sejak masih menjadi tentara aktif, nama yang sudah dideklarasikan oleh relawan Selendang Putih Nusantara. Ya, dialah Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI yang baru saja pensiun. Jika SBY memang berniat mengusung AHY ke pentas perpolitikan nasional tahun ini, pasangan Gatot-AHY bisa jadi yang paling pas dan rasional asalkan disetujui juga oleh PKB dan PAN. Pasangan ini akan banyak menangkap pemilih mengambang yang sejak 2014 tidak pro Jokowi maupun Prabowo, sekaligus memenuhi harapan pendukung SBY dan Demokrat. Yang tak kalah penting, Cak Imin dan Zulkifli Hasan mesti siap dan kompak menggerakkan mesin partai demi lahirnya kuda hitam di pilpres 2019 nanti.
ADVERTISEMENT
Merangkum paparan di atas, pertarungan 3 poros yang mungkin terjadi adalah rematch pilpres 2014 dengan cawapres mantan timses yang bertukar pasangan yaitu Jokowi-Mahfud vs Prabowo-Anies, ditambah pasangan baru Gatot-AHY yang bisa menghadirkan kejutan.
Akhir kata, masih ada waktu sekitar 3 bulan lagi sebelum pendaftaran ditutup 10 Agustus mendatang. Tiga bulan adalah waktu yang cukup panjang, di mana segala kemungkinan bisa berubah. Namun, tiga bulan bisa jadi terasa singkat mengingat adanya pilkada serentak bulan Juni, berbarengan dengan pesta sepakbola Piala Dunia 2018 di Rusia, seiring dengan bulan puasa dan libur Lebaran yang akan menyita konsentrasi kita semua. Selamat menikmati pesta demokrasi!
Harris Pranata Pengamat ekonomi dan politik