Mengapa Kita Memilih untuk Memiliki Anak?

Hasmawati
Pembelajar sepanjang hayat, pengamat manusia.
Konten dari Pengguna
25 Februari 2021 6:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hasmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi ibu menyusui bayi baru lahir Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi ibu menyusui bayi baru lahir Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tersentil ketika semalam melihat sebuah meme yang berisikan alasan mengapa ada orang yang tidak mau memiliki bayi meskipun terdapat gambar bayi yang demikian lucu dengan mata polosnya. Jawaban dari gambar itu berupa penjelasan panjang lebar yang pada intinya memiliki anak berarti tanggung jawab besar seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Jujur, penjelasan itu sesuai benar dengan pertanyaan yang kerap muncul di diri saat melihat pasangan yang apabila dilihat dari apa yang tampak, baik dari kesiapan mental hingga ekonomi, sebenarnya kurang mampu untuk memiliki seorang anak. Meskipun mencoba memaklumi bahwa mereka memiliki keyakinan bahwa setiap anak memiliki rezeki masing-masing. Namun kadang pengertian ini juga hancur saat melihat situasi yang terjadi kemudian.
Anak yang tumbuh besar sendirian, sekolah berantakan, bergaul dengan komunitas yang bukan sesuai dengan umurnya. Pikiran "sebenarnya mengapa dulu orang tuanya memilih memilikinya?" berputar-putar di dalam kepala.
Tetapi sebenarnya apabila dikembalikan ke diri sendiri, pertanyaan ini pun dijawab dengan tergagap-gagap. Dan sungguh perkara ini bukan main-main. Alasan yang apabila kita sendiri tak yakin, tidak hanya memengaruhi pada penempatan prioritas kita saat membesarkan anak, tetapi juga memengaruhi tumbuh kembangnya.
ADVERTISEMENT
Anak, selayaknya makhluk hidup yang lain, memiliki sensor yang amat peka akan kasih sayang orang tuanya. Mereka tumbuh dengan baik bila merasakan kasih sayang tulus dari orang tuanya, demikian juga sebaliknya. Anak yang mengalami keterlambatan bicara, barangkali memiliki orang tua yang tak memiliki waktu mengajaknya bicara kala bayi.
Anak yang tidak percaya diri, mungkin karena tidak pernah mendapatkan penghargaan dari orangtuanya kala mengerjakan suatu aktivitas entah itu berupa kata pujian maupun pelukan hangat. Anak yang kasar mungkin karena terlalu sering diteriaki orang tuanya saat melakukan kesalahan.
Jembatan VI Barelang, Dok: Pribadi
Betapa banyak orang tua yang menganggap anak adalah versi mini dari manusia dewasa. Kita menuntut mereka untuk memahami keadaan, sementara kita sendiri tak pernah memahami mereka. Cranky, tantrum, rewel, dan merengek, hanyalah bentuk kebingungan anak akan situasi yang tidak mereka pahami saat itu. Mereka tak perlu penjelasan panjang lebar, usaha kita untuk menenangkan merekalah yang penting. Entah itu lewat pelukan, kata-kata sayang, tindakan kecil penuh perhatian.
ADVERTISEMENT
Semua berarti bagi anak, meskipun tidak langsung dipahami, tetapi paling tidak anak memiliki keyakinan bahwa mereka sungguh-sungguh disayangi. Dan keyakinan ini kelak akan menjadi salah satu kekuatan mereka menghadapi kerasnya dunia.
Memiliki anak berarti komitmen seumur hidup. Bahkan kita tak akan pernah berhenti terhubung dengan mereka setelah kehidupan. Dalam agama kita diajarkan untuk senantiasa mendoakan keluarga kita dalam kebaikan baik hidup maupun mati. Kalau hendak dipikir-pikir, anak adalah tanggung jawab besar yang akan menyita seluruh waktu dan energi kehidupan kita yang hendaknya kita berikan kepada mereka dengan sukarela dan sukacita.
Karena selayaknya kisah cinta yang pernah kita tahu, kisah perjalanan kita sebagai orang tua akan kita kenang dengan rasa bahagia bila kisah itu diwarnai dengan cinta tanpa syarat. Bagaimana pun ujung cerita kita akan berakhir kelak, kita telah melakukan yang terbaik atas nama cinta.
ADVERTISEMENT
Tidak bermaksud menyalahkan orang lain yang mungkin sampai saat ini masih saja memiliki anak dengan alasan yang mereka sendiri mungkin tak tahu mengapa. Toh, cerita dan garis tangan kita masing-masing sendiri juga kita tak tahu akan membawa kita ke mana. Hanya saja mungkin untuk menjadi pengingat diri, bahwa bila saat ini kita telah dipercaya-Nya dengan titipan anak, bahwa kasih sayang orang tua seharusnya sepanjang jalan. Tak habis, tak berujung dan tak akan pernah berhenti.