Saya "Disapa" oleh Mereka

Konten dari Pengguna
6 April 2017 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari hati2kokdiinternet tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Saya "Disapa" oleh Mereka
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Saya ingin membagi pengalaman paling menakutkan dengan makhluk halus, sesuatu yang saya yakini tidak pernah ada sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Tiga tahun berkuliah di salah satu universitas ternama di Kota Depok, hal yang paling menyeramkan bagi saya sebagai mahasiswa kantong kering cuma dua: mengulang kelas semester depan, serta kehabisan uang jajan yang berujung mati kelaparan di kost-an.
Ditambah dengan tensi yang diberikan dosen melalui tugas-tugas mahadewa, yang kadang ketidakmasukakalannya melebihi permintaan Roro Jonggrang untuk membangun candi dalam semalam, belum lagi harus secara aktif berlatih teater di kampus, mana sempat saya memikirkan hal lainnya?
Jadi, dua hal yang saya sebutkan di awal tadi adalah hal yang sungguh membuat bulu kuduk berdiri bila sampai terjadi. Ketika orang-orang di sekitar berbicara tentang hal yang lain yang dirasa menyeramkan --seperti penampakan makhluk halus yang berkeliaran di area kampus-- saya tidak terlalu memperdulikan.
ADVERTISEMENT
Tepat malam itu, ketika selesai latihan teater di aula mahasiswa, teman saya bercerita tentang legenda horor yang santer menjadi buah bibir khas kampus kami, mulai dari legenda bis kuning (transportasi gratis yang melayani warga kampus beralih dari satu fakultas ke fakultas lainnya) yang jalan sendiri tanpa kendali sopir, dua anak kampus yang naik motor tiba-tiba melindas pocong di jalanan ketika malam hari, alat-alat laboraturium yang berterbangan di Fakultas MIPA, gadis berbaju merah korban bunuh diri, dan hantu yang suka usil menyamar sebagai teman sekamar di lorong-lorong asrama.
“Ya elah, kayak gitu dipercayain. Yang kayak gituan mah kagak ada!” Begitulah kurang lebih sanggahan yang saya berikan. Selain belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri, pada dasarnya saya meyakini bahwa setan, jin, tuyul, genderuwo, dan hal-hal lain itu hanya karangan semata atau ilusi yang direfleksikan dari rasa takut semata.
ADVERTISEMENT
Meski teman saya saat itu bercerita dengan penuh dramatisasi dan ekspresi lebay ala anak teater, cerita-cerita tersebut masih saja belum membuat kepercayaan saya terhadap setan-setanan timbul. beberapa teman saya yang lain bergidik ngeri, bahkan ada satu orang yang tidak berani untuk tidur di kostan sendiri.
FYI, memang benar, banyak beberapa kejadian bunuh diri, kecelakaan, atau pembunuhan yang terjadi di kampus ini, namun apabila selanjutnya mereka berubah jadi hantu yang kurang kerjaan menakut-nakuti warga kampus, saya tetap keukeuh tidak percaya.
Namun, pada suatu malam Jum’at saat itu, saya harus menelan kata-kata saya sendiri. Malam itu meruntuhkan keyakinan saya tentang eksistensi hantu. Bahkan ketika saya sedang menulis kisah ini di siang hari, bulu kuduk saya merinding sendiri. Saya tak ingin lagi mengulang malam itu selama hidup saya!
ADVERTISEMENT
Malam itu, ketika saya sedang break latihan teater, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 23.00. Karena sebentar lagi kami akan menghadapi kompetisi teater tingkat kota, intensitas latihan pun meningkat jadi lebih larut, bahkan kadang hingga mendekati adzan subuh.
Supply air minum kami sudah habis untuk konsumsi latihan. Oleh karena itu, harus ada seseorang yang membeli beberapa botol air minum 1,5 liter di toko atau warung 24 jam yang masih buka. Kebetulan, sayalah koordinator latihan pada saat itu dan yang bertanggung jawab menyiapkan kebutuhan itu. Pergilah saya sendirian naik motor di tengah malam gelap yang sudah sepi.
Untuk menuju ke toko tersebut, saya harus melewati jalan kampus di bagian belakang. Jalanan belakang kampus selalu sepi, bahkan pada siang hari. Meskipun ada beberapa motor yang suka lewat, namun tetap saja terasa sepi. kebayang, kan, sesepi apa pada malam hari? Hanya ada suara serangga malam dan kodok.
ADVERTISEMENT
Saya melewati suatu spot yang katanya cukup angker di kampus ini. Namanya menara air. Menjajaki daerah itu, tiba-tiba saja bulu kuduk saya merinding. Ada dorongan untuk kembali ke aula latihan, tapi bagaimana dengan anggota yang lain yang sudah kehausan? Saya pun menyesal mengapa sok-sokkan berani pergi sendiri, mengapa tidak mengajak satu orang untuk menemani.
Namun, sebagai cowok pemberani dan mandiri, saya tak boleh gentar. Karena saya membawa ponsel dan headset saat itu, saya putar lagu di playlist ponsel tanpa memakai headset. Lumayan, untuk untuk meredam ketegangan. Saya taruh ponsel itu di saku celana seraya mengendarai sepeda motor.
Namun, tiba-tiba saya mendengar suara lain lagu yang saya putar itu. Seperti ada suara yang memanggil. Lebih seperti suara wanita.
ADVERTISEMENT
“Halo…”
Ada suara memanggil dengan lirih berulang kali. Sontak langsung rogoh saku saya dan mengecilkan volume playlist.
“Halo…”
Suara itu sempat menghilang beberapa detik ketika saya mencoba menganggap itu sebagai halusinasi. Tanpa iringan lagu, saya kembali mendengar suara tersebut.
“Halo…” Suara yang ini sepertinya sama seperti suara wanita yang sebelumnya, namun terdengar lebih mencekam seperti wanita tercekik. Lirih. Seperti sedang menahan sakit.
Saya sadar ada yang tidak beres dengan jalanan ini. Saya hentikan laju motor sambil berteriak, “Woy! Siapa lu?” Hening. Kembali suara serangga malam dan kodok bersautan.
“Njing, siapa pun elo ya! Sini lu, gue enggak takut sorry!”
Sialnya, jawaban yang saya dapatkan benar-benar bajingan.
(TO BE CONTINUED)
ADVERTISEMENT