Pandemi COVID-19 dan Relaksasi Kredit

Konten dari Pengguna
3 Juli 2020 5:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helya Silvi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : google.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber : google.com
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020, tepatnya pada awal maret ditemukan kasus Covid-19 di indonesia. Pandemi Corona Virus Deases atau yang biasa kita sebut COVID-19 masih menghantui khususnya di Negara Indonesia. Sejak kasus pertama diumumkan, lonjakan pasien positif terus terjadi dan makin lama kian meningkat. Hingga pada akhir mei, Kasus Corona Virus Deases atau COVID-19 ini ditetapkan sebagai Pandemi oleh World Health Organization atau WHO dikarenakan sudah terdapat ratusan ribu lebih kasus yang tersebar di beberapa negara. Dengan adanya Pandemi COVID-19 ini, Banyak negara – negara yang melakukan Kebijakan Social Distancing, bahkan beberapa negara langsung melakukan Lockdown negaranya demi menekan bertambahnya kasus COVID-19 yang digadangkan sudah menjadi kekhawatiran dunia.
ADVERTISEMENT
Selain bedampak pada sektor kesehatan, Perekonomian diseluruh dunia, termasuk di Indonesia, juga ikut terdampak Pandemi virus. Dalam cakupan yang besar, Pandemi ini berdampak pada perusahaan manufaktur otomotif yang menyebabkannya berada pada tekanan yang besar karena ketergantungan mereka terhadap rantai pasukan global, sehingga COVID-19 ini dapat menghambat jalannya proses produksi. Selain itu, Banyak sekali UMKM maupun Usaha Mikro yang terbengkalai akibat merebaknya pandemi Covid ini. Pelaku bisnis baik pelaku usaha bisnis besar sampai kecil ketar – ketir menghadapi tantangan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Covid-19 membuat UMKM terpaksa melakukan segala cara untuk tetap mempertahankan roda bisnisnya.
Melihat perekonomian di indonesia yang semakin lama semakin melemah dan meredup, pemerintah indonesia dengan sigap mengeluarkan beberapa kebijakan guna mendorong pertumbuhan ekonomi tetap hidup ditengah Pandemi Corona Virus Deases atau COVID-19 ini. Salah satunya ialah, Pemerintah memberikan kebijakan kelonggaran membayar kredit atau biasa disebut dengan Relaksasi Kredit bagi sejumlah insentif untuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain Pelaku UMKM, Relaksasi kredit juga akan diberlakukan kepada sopir taksi dan tukang ojek. Keringanan tersebut diberikan melalui beberapa bentuk, yaitu dapat dengan perpanjangan jangka waktu cicilan, pengurangan pokok tunggakan, pengurangan bunga, penurunan suku bunga, konversi kredit menjadi penyertaan modal negara, penambahan fasilitas kredit, dan lain – lain.
ADVERTISEMENT
Kebijakan relaksai kredit untuk tetap dapat mendorong roda ekonomi di tengah Pelemahan ekonomi dampak COVID-19 itu tertuangan dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical dan surat edaran OJK kepada pembiayaan pada awal April ini.
Pro dan Kontra Relaksasi kredit
Dalam penerapan relaksasi kredit, terdapat pro dan kontra dari sejumlah pihak. Layaknya kebijakan pemerintah yang lain, tak mungkin masyarakat memiliki pandangan yang sama. Ada sebagian masyarakat yang setuju dengan penerapan kebijakan relaksasi kredit, ada pula yang tidak setuju atau justru menentang.
Sebagian orang menganggap bahwa kebijakan relaksasi kredit ini memberatkan tanggung jawab perbankan. Dengan adanya kebijakan relaksasi kredit, pemerintah melimpahkan beban berat kepada bank, terutama bagi bank yang memiliki likuiditas yang rendah. penentang kebijakan relaksasi kredit ini meminta pemerintah yang seharusnya memberikan stimulus untuk perbankan agar dapat menyalurkan kredit kepada para debitur. Stimulus yang dapat diberikan berupa pinjaman kepada bank dengan nilai relaksasi yang diberikan bank kepada para debitur. Dengan adanya pinjaman dari permerintah kepada bank, memberikan keringan bagi bank untuk menyalurkan kredit kepada debitur ditengah maraknya Pandemi COVID-19 ini.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Penerapan kebijakan relaksasi resktrukturasi kredit juga dianggap tidak benar – benar membantu pelaku bisnis secara merata. Bagi para pelaku bisnis atau debitur yang mengajukan relaksasi kredit kepada lembaga jasa keuangan swasta, baik bank maupun non bank, dianggap masih sangat sulit dan berbelit – belit. Berbeda halnya saat mengajukan relaksasi kredit kepada Bank – bank milik negara yang dinilai lebih sederhana dan mudah untuk mendapatkan persetujuan relaksasi kredit. Maka dari itu, pelaku UMKM yang sudah terlanjur meminjam dari jasa keuangan swasta atau Bank – bank swasta harus merasakan sistem administrasi yang sulit dan berbelit – belit serta harus menghadapi potensi penolakan pengajuan relaksasi kredit. Dalam hal ini muncul ketimpangan atau tidak meratanya pemeberian relaksasi kredit kepada seluruh pelaku bisnis.
ADVERTISEMENT
Jika terdapat kontra, terdapat pula pro. Sebagian justru berpendapat Kebijakan Relaksasi kredit dapat menguntungkan bagi bank. Selain itu, kebijakan relaksasi kredit juga dapat membantu para pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya yang mungkin terombang – ambing ditengah wabah virus Corona atau yang dikenal dengan nama COVID-19 ini. Pengamat Ekonomi dari Perbanas Piter Abdullah mengungkapkan bahwa tidak ada paksaan kepada Bank untuk melakukan relaksasi kredit. Jika ada perbankan yang tidak setuju akan penerapan relaksasi kredit, Bank dapat mengajukan opsi penolakan penerapan kepada pemerintah. Tetapi ia menganggap jika Bank tidak melakukan relaksasi kredit, maka akan semakin memperparah keadaan likuiditas kedepannya. Terdapat konsekuensi peningkatan biaya cadangan yang meningkatkan konsekuensi bank kehilangan likuiditasnya. Meskipun kebijakan relaksasi kredit berpotensi menurunkan cashflow bank, tetapi konsekuensi bank akan menghadapi kredit macet akan semakin kecil.
ADVERTISEMENT
Penerapan kebijakan relaksasi kredit ini juga akan membuat pelebaran kredit yang bermasalah di perbankan dapat dibatasi. Ditambah lagi, Bank Indonesia sudah turut serta mendukung atau turun dalam kebijakan relaksasi kredit ini. Bank Indonesia akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp117 triliun melalui pelonggaran GWM (Giro Wajib Minimum) dan pelonggaran peraturan terkait RIM (Rasio Intermediasi Makroprudensial). Selain itu, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) juga ikut hadir memberikan kelonggaran – kelonggaran dan relaksasi bagi perbankan untuk membantu Operasional di sektor perbankan.
Diterapkannya relaksasi kredit baik berupa pengurangan tunggakan pokok dan bunga, perpanjangan jangka waktu cicilan, maupun penurunan suku bunga, Menurut saya sangat membantu pelaku – pelaku ekonomi ditengah pandemi COVID-19 ini. Jika tidak dilakukan penerapan relaksasi kredit, justru akan memperparah kondisi perekonomian di Indonesia. Dapat kita lihat, kondisi perekonomian indonesia ditengah maraknya COVID-19 sangat mengerikan. Para pelaku bisnis akan berjatuhan jika pemerintah tidak intervensi, sehingga dapat mengakibatkan perekonomian di Indonesia jauh lebih buruk. Penerapan relaksasi kredit ini dapat membantu meringankan beban para debitur terkhusunya para pelaku UMKM atau pelaku ekonomi lainnya dalam hal memenuhi kewajibannya kepada pihak bank atau lembaga pinjaman lainnya ditengah kesulitan perekonomian yang diakibatkan oleh Pandemi COVID-19 ini. Sehingga pelaku bisnis tersebut dapat menyelamatkan usahanya dari kebangkrutan dan pertumbuhan ekonomi akan tetap berjalan dikarenakan masih adanya perputaran uang ditengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
by : Helya Silvi Wahyuni (Mahasiswi PKN STAN)