Menakar Potensi MenPAN-RB Integrasikan Dewan Pers, KIP, KPI via Omnibus Law (1)

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
Konten dari Pengguna
10 Agustus 2021 7:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh: Hendra J Kede, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI
ADVERTISEMENT
Tulisan ini merupakan tulisan, pandangan, dan analisis pribadi penulis, bukan pandangan institusi. Pencantuman jabatan penulis di bawah nama penulis hanyalah sekadar identitas semata, tidak lebih dari itu.
*
Image by Tumisu from Pixabay.
Apa itu Omnibus Law? Guna mempersingkat tulisan ini, pembaca yang budiman dapat membaca tulisan viral Pak Dahlan Iskan yang ada ilustrasi Bus Omni tempo doeloe yang penuh sesak itu. Ya, Pak Dahlan Iskan yang dulu, meminjam istilah beliau, pernah jadi sesuatu selama lebih 3 (tiga) tahun lebih di Jakarta.
Melalui video (10/6/2021), Menteri PAN-RB, Pak Tjahjo Kumolo, dengan jelas dan tegas menjelaskan bahwa benar Kementerian PAN-RB sedang melakukan evaluasi terhadap Lembaga atau Badan yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU). Biasanya lembaga atau Badan ini dikelompokkan ke dalam Lembaga Non Struktural (LNS).
ADVERTISEMENT
Menteri PAN-RB juga menjelaskan melalui video tersebut, beberapa lembaga atau badan mungkin akan dipertahankan, beberapa mungkin akan diintegrasikan, dan beberapa mungkin akan dibubarkan, tergantung hasil evaluasi yang dilakukan bersama antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tujuannya untuk efisiensi dan perampingan birokrasi agar keputusan dapat diambil secara cepat dan tepat.
Pengintegrasian bisa karena tumpang tindih dengan lembaga yang ada di Kementerian maupun Lembaga Non Kementerian sehingga LNS tersebut diintegrasikan ke dalam Kementerian atau Lembaga Non Kementerian. Maupun penggabungan beberapa LNS menjadi satu lembaga sehingga lebih efektif dan efisien, baik pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsinya maupun pelaksanaan back up administrasi oleh Sekretariat.
Makna lain dari evaluasi tersebut tentulah akan dilakukannya kajian mendalam agar dapat diambil keputusan tepat, apakah akan dilakukan perubahan pasal-pasal tertentu atau dilakukan pencabutan menyeluruh terhadap UU yang membentuk lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
Makna lain lagi adalah ada kepastian Menteri PAN-RB tidak akan menghilangkan sama sekali substansi dasar dari UU yang menjadi dasar pembentukan lembaga yang akan dievaluasi. Hal ini tersirat dari pernyataan Menteri PAN-RB yang hanya fokus pada perampingan birokrasi agar tercapai efisiensi, efektivitas, dan kecepatan dalam pengambilan keputusan.
Video Menteri PAN-RB tersebut tentu saja juga membawa kebahagiaan tersendiri bagi penulis. Seolah Menteri PAN-RB mengkonfirmasi tulisan penulis di media online kumparan hari Rabu (9/6/2021) dengan judul kalimat tanya: Menteri PAN-RB Akan Bubarkan Dewan Pers, Komisi Informasi, dan Komisi Penyiaran?
Kenapa penulis memandang video Menteri PAN-RB tersebut merupakan konfirmasi dari tulisan penulis tersebut?
Pertama, karena Menteri PAN-RB memberi jawaban jelas dan tegas atas pertanyaan penulis bahwa benar sedang dilakukan proses evaluasi terhadap lembaga atau badan yang dibentuk dengan UU.
ADVERTISEMENT
Kedua, karena hipotesis penulis di akhir tulisan terjawab bahwa benar yang dimaksud oleh Menteri PAN-RB dalam statement beliau di Komisi II hari Selasa (8/6/21) adalah pengintegrasian lembaga atau badan yang dibentuk oleh UU, bukan penghilangan substansi Tugas Pokok dan Fungsi lembaga yang diatur dalam UU tersebut.
*
Tulisan ini lebih penulis fokuskan untuk menakar potensi Menteri PAN-RB akan menempuh mekanisme Omnibus Law dalam pengintegrasian tersebut, khususnya mengintegrasikan satu atau dua atau lebih lembaga atau badan yang dibentuk berdasarkan UU ke dalam satu lembaga atau badan namun masih berstatus LNS.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menakar kemungkinan Menteri PAN-RB mengintegrasikan satu atau dua atau lebih lembaga atau badan yang dibentuk UU (LNS) ke dalam Kementerian atau Lembaga Non Kementerian ataupun untuk menakar pembubaran lembaga dan badan.
ADVERTISEMENT
Batasan tersebut penulis persempit lagi bahwa penulis hanya menakar kemungkinan pengintegrasian lembaga atau badan yang dibentuk UU yang merupakan lembaga atau badan yang merupakan kuasi satu Kementerian yang Sekretariatnya dipimpin pejabat Eselon II dari Kementerian kuasi tersebut.
Dan, tentu saja, objek analisis paling dekat dengan penulis tentulah lembaga kuasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yaitu Dewan Pers, Komisi Informasi, dan Komisi Penyiaran di mana penulis merupakan bagian dari salah satunya yaitu bagian dari Komisi Informasi sebagai Wakil Ketua.
Apalagi momentumnya pun, menurut pandangan subjektif penulis, sangat tetap mengingat UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sedang proses revisi, UU No 40 tahun 1999 Pers sudah waktunya disesuaikan dengan ruh dan jiwa UUD 1945 hasil amandemen setelah berumur 22 (dua puluh dua) tahun, dan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pun sudah banyak yang menyuarakan tuntutan revisi dan penyempurnaan.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini penulis goreskan untuk menakar potensi penyatuan ketiga UU tersebut (UU Pers, UU Penyiaran, dan UU KIP) dan kemungkinan pengintegrasian ketiga lembaga yang dibentuknya (Dewan Pers, Komisi Penyiaran, dan Komisi Informasi) melalui proses Omnibus Law, serta mencoba melihat plus minusnya, tanpa ada sedikitpun tujuan untuk mengurangi substansi, malah memperkuat substansi.
*
Titik temu UU Pers, UU Penyiaran, dan UU Keterbukaan Informasi Publik pada substansinya terkait dengan hak masyarakat Indonesia untuk tahu (right to know) dan hak masyarakat atas informasi sebagai Hak Asasi Manusia (HAM). Secara internasional rujukannya juga sama yaitu Pasal 19 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Hal ini dapat dipahami mengingat ruh dan jiwa ketiga UU tersebut sama yaitu ruh dan jiwa Pasal 28 UUD NRI 1945. UU Pers yang dibentuk sebelum Amandemen UUD NRI 1945 pembentukannya merujuk langsung kepada Pasal 28 UUD NRI 1945. Sementara UU KIP maupun UU Penyiaran yang dibentuk setelah Amandemen sama-sama merujuk Pasal 28F UUD NRI 1945.
ADVERTISEMENT
Sehingga dengan demikian ketiga UU merupakan perintah langsung dari dan untuk memastikan terwujudnya nilai Konstitusi yang sama di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai yang harus hidup dan berkembang menjadi karakter bangsa, baik di tengah kehidupan masyarakat maupun dalam kehidupan lembaga non negara, termasuk dan tidak terbatas pada lembaga bisnis dan organisasi kemasyarakatan, apalah lagi dalam lembaga-lembaga negara, yaitu ruh dan nilai hak untuk tahu dan hak atas informasi, sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Warga negara Indonesia. Pada akhirnya akan menjadi budaya bangsa Indonesia.
Bersambung.....