Nasib Big Data 'Pilpres' Penundaan Pemilu Luhut Pasca-Minyak Goreng Langka

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
Konten dari Pengguna
21 Maret 2022 6:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Hendra J Kede Ketua Bidang Hukum dan Legislasi PP KBPII
Sejumlah pedagang sedang menunggu antre untuk membeli minyak goreng curah di Pasar Tambahrejo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/2/2022). Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
Sejatinya hasil pemilu itu tidak ada kepastian sampai pemilu itu benar-benar dilaksanakan dan suara pemilih dihitung.
ADVERTISEMENT
Sejatinya hari pelaksanaan pemilu itu sangat mempengaruhi hasil pemilu.
Kalau pemilu dilaksanakan hari ini hasilnya bisa saja sangat berbeda dibanding pemilu dilaksanakan kemaren atau besok atau lusa, apalagi bulan depan atau tahun depan.
Hasil Pilpres Taiwan pada 11 Januari 2020 salah satu buktinya. Capres yang kuat berubah jadi Capres lemah, lalu kalah, hanya karena pelaksanaan Pilpres setelah huru-hara di Hongkong. Coba Pilpresnya sebelum huru-hara Hongkong, hasilnya diprediksi banyak lembaga survei akan dimenangkan oleh Capres pro Beijing, rivalnya Presiden Taiwan terpilih.
Nah, beranjak dari itu, penulis jadi penasaran dengan nasib Big Data 'Pilpres' milik Pak Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, yang sebelumnya beliau sebut berisi keinginan mayoritas rakyat agar masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang.
ADVERTISEMENT
Walaupun, jujur ya, penulis masih sangat bingung keterkaitan tugas pokok dan fungsi Menko Kemaritiman dan Investasi dengan pengurusan Big Data 'Pilpres'. Belum lagi kebingungan tentang pembiayaan pengelolaan Big Data 'Pilpres' tersebut, uang APBN atau bukan?
Kalau APBN, dialokasikan di pos mana di Kemenko Kemaritiman dan Investasi? Kalau bukan APBN, apa boleh seorang Menko menggunakan uang bukan APBN? Atau pakai uang pribadi beliau? Atau proyek Big Data 'Pilpres' itu tidak pakai uang sama sekali?
Namun yang lebih menggelitik penulis adalah tentang isi Big Data 'Pilpres' itu sendiri, saat ini.
Khususnya setelah minyak goreng langka, antrean mak-mak mengular untuk dapat minyak goreng murah, dan setelah tiba-tiba minyak goreng banjir di pasaran dengan harga hampir 2 (dua) kali lipat sebelum langka.
ADVERTISEMENT
Big Data 'Pilpres' Pak Luhut berubah atau ndak setelah minyak goreng langka terus banjir itu? Kalau berubah, sedahsyat apa perubahannya?
Mak-mak itu ada yang berubah pikiran ndak tentang dukungan perpanjangan masa jabatan Presiden setelah minyak goreng langka terus tiba-tiba banjir di pasaran dengan harga selangit itu?
Dah, itu saja kepenasaran penulis.
Penulis ndak mau memasukkan kepenasaran lainnya yaitu apakah mak-mak itu sebelumnya termasuk yang 'memberikan suara atau tidak' dalam Big Data 'Pilpres' Pak Luhut yang katanya hasilnya keinginan mayoritas rakyat memperpanjang masa jabatan Presiden itu.
Semoga ada yang bersedia memberikan informasi. Sebelumnya penulis haturkan Terima kasih, matur sembah nuwun.