Potensi Bahaya Isoman terhadap Organ Dalam seperti Paru-Paru, Jantung, dan Hati

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
Konten dari Pengguna
29 Juli 2021 7:44 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh Hendra J Kede, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI
Penulis (kanan) dengan dr. Harsini, Sp.P selaku Penanggung Jawab COVID-19 RSUD Dr. Moewardi, Solo, (November 2020)
Tulisan ini berlatar belakang November 2020 lalu. Saat istri tercinta dan kedua buah hati tercinta penulis positif COVID-19 pada waktu bersamaan dan dirawat dengan penuh kasih sayang dan penuh perhatian oleh para dokter dan tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, Surakarta (Solo). Saat itu penulis baru seminggu keluar dari Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Jakarta.
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah, atas pertolongan Allah SWT dan ikhtiar perawatan di bawah koordinasi dr. Harsini, Sp.P. selaku Penanggung Jawab COVID-19 RSUD Moewardi, sampai saat ini istri dan kedua anak penulis sehat dan dapat melaksanakan aktivitas sebagaimana mestinya. Terima kasih kepada dokter dan tenaga kesehatan RSUD Moewardi Solo dan juga kepada Bapak Dr. dr. Cahyono selaku Dirut RSUD Moewardi beserta jajaran manajemen.
Mereka semua adalah pahlawan pejuang penanggulangan COVID-19 yang levelnya sama dengan tentara yang maju ke medan tempur dengan mempertaruhkan nyawa dan masa depan keluarganya sendiri.
Mereka maju ke medan pertempuran penanggulangan COVID-19 mempertaruhkan masa depan anak-anaknya. Tidak sedikit anak-anak dokter dan nakes yang menjadi yatim dan piatu karena orang tuanya gugur sebagai syahid di medan pertempuran melawan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Semoga kebaikan dan keikhlasan mereka dibalas Allah SWT dengan balasan yang setimpal bahkan lebih, baik di dunia fana ini, apalah lagi di alam kekal akhirat kelak, sebagai amal jariah yang tak terputus pahalanya sampai hari kiamat.
Dan pada kesempatan ini mari kita berdo'a bagi dokter dan tenaga kesehatan yang gugur dilimpahkan status syahid oleh Allah SWT dan anak keturunannya dijadikan manusia-manusia mulia, Allahumma aamiin.
Tulisan ini terinspirasi dari dialog antara penulis dengan dr. Harsini, Sp.P pada masa-masa itu dan setelahnya, saat di mana pandemi COVID-19 melandai dan belum ada tanda-tanda varian Delta akan muncul.
Sehingga amat bijaksana sekali jika pembaca yang budiman berkenan tidak memaknai tulisan ini dalam situasi varian delta mengamuk saat sekarang ini.
ADVERTISEMENT
*
Pertanyaan sederhana penulis kepada dr. Harsini, Sp.P saat itu: mana yang lebih baik, isolasi mandiri di rumah sehingga bisa olahraga dan berjemur atau dirawat di rumah sakit sehingga bisa dipantau terus-menerus oleh dokter dan nakes?
dr. Harsini, Sp.P menjelaskan kepada penulis saat itu, dirawat di Rumah Sakit atau Isolasi Mandiri sebaiknya merupakan keputusan dokter setelah dilakukan pemeriksaan, jangan diputuskan sendiri.
Apa saja yang perlu diperiksa dan bagaimana memeriksanya biar dokter yang memutuskan, sehingga dapat diputuskan perlu dirawat di Rumah Sakit atau Isoman.
Kalau menurut hasil pemeriksaaan diputuskan perlu dirawat di RS maka selanjutnya mengikuti prosedur perawatan di Rumah Sakit.
Kalau diputuskan Isoman, selanjutnya akan diputuskan oleh dokter apa yang perlu dilakukan pasien positif COVID-19 selama Isoman dan apa obat yang perlu dikonsumsi. Setelah itu akan diberi tahu kondisi-kondisi yang mungkin akan dihadapi pasien selama Isoman dan bagaimana mengatasinya, termasuk kondisi di mana pasien mungkin harus dirawat di RS.
ADVERTISEMENT
Kenapa keputusan dirawat di RS atau Isoman itu sangat penting harus dibuat oleh dokter?
Semata-mata karena seseorang yang positif COVID-19 tidak hanya virusnya saja yang harus dibersihkan dari dalam tubuh pasien. Namun juga bagaimana mengembalikan kinerja organ-organ dalam yang sudah terpengaruh dan bagaimana mencegah agar organ-organ dalam yang belum terpengaruh tidak terpengaruh atau rusak. Dan itu semua harus dilakukan secara bersamaan. Dan hanya bisa dilakukan oleh ahlinya, yaitu dokter.
Ada dua hal setidaknya, seingat penulis, yang perlu dipastikan dokter sebelum memutuskan seorang yang positif COVID-19 akan dirawat di Rumah Sakit atau Isoman.
Pertama. Separah apa kondisi keter-infeksi-an pasien tersebut. Seberapa besar/kecil Cycle Threshold Value (CT Value) pasien tersebut. Tingkat komorbid atau penyakit penyerta yang diderita pasien tersebut.
ADVERTISEMENT
Kedua. Sejauh mana pengaruh keter-infeksi-an itu sudah berpengaruh terhadap organ-organ dalam, khususnya bagi yang komorbid, khususnya terhadap paru-paru dan organ vital lain seperti jantung, hati, dan lain sebagainya.
Kedua hal tersebut akan menentukan bagaimana pasien akan dirawat agar virusnya perlahan makin lemah dan akhirnya hilang sama sekali, sambil memperbaiki kinerja organ-organ dalam yang sudah terdampak oleh COVID-19, khususnya paru-paru. Sambil juga melindungi organ-organ dalam lainnya dari potensi terdampak oleh virus COVID-19, seperti jantung, hati, yang belum terpengaruh banyak oleh kehadiran COVID-19.
Termasuk juga harus mempertimbangkan kondisi pasien, apakah komorbid atau tidak. Suatu treatment obat yang baik bagi seseorang yang bukan komorbid bisa saja justru memperparah keadaan pasien jika treatment obat yang sama diberikan kepada pasien komorbid, walaupun sama-sama treatment obat untuk penyembuhan COVID-19.
ADVERTISEMENT
*
Akhirnya penulis memahami kenapa treatment kepada istri dan anak-anak penulis sedikit saling berbeda selama dirawat di RSUD Moewardi Solo. Setidaknya demikian yang penulis pahami, semoga tidak salah.
Penulis juga akhirnya dapat memahami kenapa setiap hari tekanan darah dan saturasi penulis dicek selama dirawat di RSD COVID-19 Wisma Atlet, akhir Oktober 2020 lalu. Pada waktu-waktu tertentu kinerja jantung diperiksa. Pada waktu lain darah diambil untuk diperiksa di laboratorium. Dan pada kesempatan lain paru-paru dirontgen. Termasuk juga diwawancarai rutin secara periodik oleh dokter kunjungan yang menanyakan tentang keluhan yang penulis dirasakan.
Itu semua ternyata, sekali lagi semoga penulis tidak salah, untuk memastikan tiga hal:
1. Memastikan virus COVID-19 dalam tubuh penulis tidak semakin berkembang, namun semakin melemah dan akhirnya bersih sama sekali (negatif);
ADVERTISEMENT
2. Memastikan organ-organ dalam yang sudah terganggu kinerjanya sebelum masuk RSD COVID-19 Wisma Atlet sudah berfungsi dengan baik kembali atau setidak-tidaknya menuju kinerja baik kembali;
3. Memastikan virus COVID-19 tidak menyerang organ-organ dalam yang belum terganggu kinerjanya atas kehadiran virus COVID-19, atau ketergangguan beberapa organ-organ dalam oleh kehadiran virus COVID-19 tidak berdampak kepada organ-organ dalam lainnya.
*
Ilustrasi hasil elektrokardiogram. Image by Mirko Sajkov from Pixabay.
Hal ini tentu tidak akan dapat diketahui jika seseorang memutuskan sendiri untuk melaksanakan Isolasi Mandiri, menutup diri dari siapapun, dan tanpa berkonsultasi dengan dokter, setidaknya dengan petugas Satgas COVID-19.
Mungkin seorang yang positif COVID-19 yang memutuskan sendiri Isolasi Mandiri dapat kembali negatif dan virus COVID-19 berhasil ditaklukkan karena antibodinya tumbuh dan imunnya baik.
ADVERTISEMENT
Namun belum tentu status negatif tersebut otomatis dapat disimpulkan bahwa kinerja organ-organ dalam tidak terdampak sama sekali, dan jikapun terdampak sudah kembali kepada kinerja dan performa seperti semula.
Bisa saja virus COVID-19 sudah bersih dalam dirinya, namun meninggalkan jejak-jejak kerusakan pada organ-organ dalam karena memang tidak dilakukan pengobatan dan perlindungan terhadap organ-organ dalam selama proses Isolasi Mandiri yang dilakukan sembunyi-sembunyi dan atas keputusan sendiri tersebut. Dan ditambah tidak dilakukan pengecekan pasca negatif terhadap performa organ-organ dalam secara keseluruhan.
Akibatnya tentu saja bisa fatal dikemudian hari, bahkan bisa saja sangat fatal. Lambat laun kondisi itu dapat berpengaruh kurang baik, untuk tidak mengatakan buruk, pada kesehatan di masa mendatang.
Di kemudian hari atau di masa mendatang yang penulis maksudkan di sini bisa saja minggu depan, dua minggu ke depan, sebulan ke depan, setengah tahun ke depan, setahun ke depan, atau beberapa tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
*
Penulis mengimbau kepada masyarakat luas untuk memeriksakan diri setidaknya ke Puskesmas terdekat jika memiliki riwayat kontak dengan pasien positif COVID-19, apalagi saat ini varian delta sudah banyak memakan korban dan sangat menular. Kontak beberapa detik saja sudah dapat menularkan, walaupun terlihat tidak bergejala. Begitu juga jika merasakan ada gejala-gejala yang mengarah ke COVID-19.
Setidak-tidaknya melapor ke Bidan Desa atau Posko Penanggulangan COVID-19 di Kelurahan/Desa dan RW/RT.
Dengan demikian, walaupun Isolasi Mandiri di rumah, tetap berada dalam pantauan petugas kesehatan, sehingga perawatan dapat dilakukan sesuai standar perawatan semestinya. Dan jika ada perkembangan ke arah yang tidak baik dapat segera diambil tindakan medis semestinya pula.
Keputusan untuk melaporkan kepada petugas tersebut teramat sangat membantu para petugas dalam upaya menanggulangi COVID-19 serta dampaknya pada segala sektor kehidupan ini.
ADVERTISEMENT
*
Terbuka kepada keluarga, tetangga, rekan kerja, dan riwayat kontak merupakan tindakan heroik dan sangat membantu pengendalian penyebaran COVID-19 ini.
Mempercayai dan mematuhi arahan pemerintah dan petugas kesehatan merupakan tindakan bijaksana dan sangat membantu pemulihan dampak Pandemi COVID-19 ini, baik pemulihan terhadap dampak kesehatan maupun dampak terhadap sektor lainnya, terutama sektor ekonomi.
Pemerintah juga diimbau semakin terbuka agar masyarakat memiliki informasi yang cukup untuk membangun keyakinan dalam diri masyarakat bahwa kebijakan yang diambil pemerintah, sepahit apapun kebijakan itu dirasakan saat ini, sepenuhnya didedikasikan untuk memenuhi asas Salus Populi Suprema Lex Esto, keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi. Termasuk dan tidak terbatas keselamatan organ-organ dalam orang yang positif COVID-19.
Keterbukaan informasi itu akan membangun keyakinan diri pada masyarakat luas bahwa Presiden sedang memberikan obat, walaupun pahit, namun merupakan cara yang harus ditempuh semata-mata demi melindungi keselamatan masyarakat. Mungkin obat itu tidak saja pahit namun mungkin juga kurang enak jika dirasa dengan indra penciuman dan mungkin membuat perut mual, namun harus tetap diminum jika tidak ingin sakit terus-menerus dan tambah parah.
ADVERTISEMENT
Keterbukaan informasi itu akan membawa keyakinan kepada diri masyarakat seperti keyakinan seorang anak yang sedang sakit dan 'dipaksa' Ayahnya untuk memakan obat yang diresepkan oleh ahlinya akan sembuh.
Masyarakat adalah "anak-anak yang sedang sakit" akibat Pandemi COVID-19 dan Presiden adalah seorang "Ayah" yang dengan segala upaya berusaha menyembuhkan anak-anaknya yang sedang sakit tersebut dengan memberikan obat yang mungkin pahit saat ini, obat yang diresepkan oleh "dokter" yang merupakan ahli di bidangnya masing-masing, "dokter spesialis" penanggulangan dampak kesehatan, "dokter spesialis" dampak ekonomi, "dokter spesialis" dampak pertahanan keamanan, dan "dokter-dokter spesialis" lainnya.
Keterbukaan informasi itu akan menjadi perisai pelindung yang akan digunakan setiap warga negara agar dapat optimal melindungi diri dan keluarga dari COVID-19 dan segala dampaknya dalam semua sektor kehidupan. Kalaupun tidak dapat melindungi secara penuh, setidaknya dapat mengurangi daya rusaknya.
ADVERTISEMENT
Dan jangan lupa senantiasa bermunajat, berusaha mengetuk pintu langit, agar Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkenan ikut campur tangan membantu bangsa kita tercinta ini keluar dari situasi yang demikian kompleks ini. Kerendahan hati kita untuk minta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa akan melahirkan inspirasi-inspirasi jalan keluar penyelesaian masalah Pandemi COVID-19 yang boleh jadi sederhana namun belum terpikirkan selama ini, semisal menjadi keterbukaan sebagai salah satu ujung tombak di garda terdepan.
Semoga Pandemi COVID-19 dengan segala dampaknya bisa segera berakhir di bumi Pancasila ini, negeri yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, negeri yang ber-Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, negeri yang ber-Persatuan, negeri yang ber-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, negeri yang ber-Keadilan Sosial.
ADVERTISEMENT
Semoga siapapun masyarakat Indonesia yang sedang diuji dengan status positif COVID-19, melalui keterbukaan informasi dapat secara optimal berikhtiar untuk sembuh sekaligus berikhtiar melindungi organ-organ dalam selama perawatan.
Allahumma aamiin