Presiden Keluarkan Perpres, Haruskah Peraturan KPK, KPU, KIP Seizin Presiden?

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
Konten dari Pengguna
21 Agustus 2021 9:19 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Muasal Presiden Jokowi pidato menyebut Bipang Ambawang sebagai kuliner Lebaran. Foto: Youtube/Kementerian Perdagangan.
zoom-in-whitePerbesar
Muasal Presiden Jokowi pidato menyebut Bipang Ambawang sebagai kuliner Lebaran. Foto: Youtube/Kementerian Perdagangan.
ADVERTISEMENT
Oleh: Hendra J Kede
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI
ADVERTISEMENT
Menurut pandangan awal penulis yang sekaligus merupakan jawaban penulis atas judul tulisan yang berupa pertanyaan di atas:
"Penulis tidak yakin dan tidak mungkin Presiden bermaksud demikian dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden Terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga."
*
Jumat, 20 Agustus 2021, penulis selaku Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) mendapat kiriman Peraturan Presiden yang baru dikeluarkan dari Komisioner Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik KI Pusat, M. Sahyan, melalui WA.
Kiriman WA tersebut ada kaitannya dengan proses pengundangan Rancangan Peraturan Komisi Informasi (Raperki) tentang Kelembagaan yang akan memasuki tahap Harmonisasi dan tahap Pengundangan di Kemenkumham RI.
Peraturan Presiden (Perpres) yang dikirim kepada penulis tersebut adalah Perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi dan diberi nomor sebagai Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden Terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga.
ADVERTISEMENT
Ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 2 Agustus 2021 dan diundangkan Menkumham RI, Prof. Dr. Yasonna H Laoly, tanggal 6 Agustus 2021 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 173 Tahun 2021). Dan diterima Tenaga Ahli KI Pusat tanggal 20 Agustus 2021.
Tenaga Ahli KI Pusat yang membidangi regulasi, Agus Wijayanto, S.H., M.H. menjelaskan kepada penulis bahwa dalam diskusi dengan Kemenkumham dalam WA Group Pengundangan untuk sementara dapat disimpulkan bahwa Raperki Kelembagaan memerlukan persetujuan tertulis Presiden setelah selesai tahap Harmonisasi di Kemenkumhan nantinya sebagai persyaratan dapat dilaksanakannya tahap Pengundangan di Kemenkumham juga.
Dan, Raperki apapun ke depan yang akan dikeluarkan oleh KI Pusat, setelah selesai proses perumusan dan proses politik hukum di KI Pusat, dan setelah selesai proses harmonisasi dengan Tim Harmonisasi Kemenkumham, sebelum diundangan dan diberi nomor Berita Negara dan Tambahan Berita Negara oleh Kemenkumham RI, harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden sebagai syarat dapat dilaksanakan proses Pengundangan.
ADVERTISEMENT
Semoga penulis tidak salah menangkap penjelasan lisan via telepon dari Tenaga Ahli KI Pusat yang sudah sangat senior tersebut.
Semalaman penulis mempelajari Perpres Nomor 68 Tahun 2021 tersebut dengan seksama. Termasuk meminta bantuan kepada Tenaga Ahli KI Pusat untuk mencari Tambahan Berita Negara yang memuat Penjelasan Perpres 68/2021 tersebut.
Hasilnya: Tenaga Ahli KI Pusat tidak mendapatkan Tambahan Berita Negara dimaksud.
Penulis mencoba juga googling sendiri mencari Tambahan Berita Negara yang memuat Penjelasan Perpres dimaksud di dunia maya, hasilnya sama: tidak penulis temukan juga.
Pembaca yang budiman penulis harapkan membaca dan memahami tulisan ini dalam batasan dan situasi tersebut di atas.
*
Pertanyaan pertama yang muncul dalam pikiran penulis setelah membaca Perpres 68/2021 adalah apakah yang dimaksud dengan istilah "Kepala Lembaga" dalam Perpres tersebut?
ADVERTISEMENT
Pasal 1 Perpres 68/2021 tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan "Lembaga" maupun "Kepala Lembaga". Dan sebagaimana penulis sampaikan di atas, sampai tulisan ini dibuat, penulis belum menemukan Tambahan Lembaga Negara yang berisi Penjelasan Perpres tersebut.
Jika benar-benar tidak ada Tambahan Berita Negara yang berisi Penjelasan Perpres 68/2021 tersebut, maka, menurut hemat penulis, akan berpotensi terjadi keleluasaan bagi Kemenkumham untuk menerjemahkan apa yang dimaksud dengan "Lembaga" dan "Kepala Lembaga" tersebut.
Setidaknya hal tersebut sudah bisa dilihat dari isi materi diskusi WA Group Pengundangan yang disampaikan Tenaga Ahli KI Pusat kepada penulis, seperti telah penulis jelaskan di atas.
Istilah populernya, menjadi pasal karet yang dapat digunakan oleh Kemenkumham sesuai tafsirnya atau dapat ditafsirkan sesuai kegunaannya.
ADVERTISEMENT
*
Negara Indonesia mengenal pengelompokan institusi negara ke dalam beberapa kelompok, di antaranya Lembaga Negara (lembaga yang dibentuk oleh UUD), Kementerian, Lembaga Negara Non Kementerian (dependen), dan Lembaga Negara Non Struktural (LNS) yang umumnya bersifat mandiri.
Lembaga Negara di antaranya MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, Presiden. Kementerian di antaranya Kemendagri, Kemenkumham, Kemenkominfo, dan lain sebagainya. Lembaga Non Kementerian di antaranya BIN, BNN, BPKP, BKN, Lemhanas dan lain sebagainya
LNS walaupun merupakan kuasi eksekutif namun bersifat mandiri dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya, termasuk dan tidak terbatas mandiri dalam menyusun Peraturan Perundang-Undangan, baik yang bersifat delegatif dari UU maupun karena kewenangan yang dimilikinya. Ketentuan ini khususnya berlaku bagi LNS yang dibentuk berdasarkan amanat UU.
ADVERTISEMENT
LNS yang dibentuk bukan berdasarkan UU, nilai kemandiriannya sangat tergantung pada landasan yuridis pembentukannya, misal Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang dibentuk dengan Perpres tentu tidak mandiri terhadap pembentukannya, apalagi Ketua Kompolnas secara otomatis dijabat oleh Menkopolhukam RI.
Pemilihan pimpinan LNS yang dibentuk atas perintah UU biasanya melalui proses pemilihan bertahap dan melibatkan DPR: tahapan seleksi kompetensi, tahap uji publik, tahap uji kelayakan di DPR, dan tahap peresmian oleh Presiden melalui Kepres. Dan biasanya berjumlah lebih dari satu, ganjil, dan bersifat kolektif kolegial.
LNS yang dibentuk atas perintah UU dan bersifat mandiri di antaranya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Informasi Publik (KIP), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
*
Penulis sangat dapat memahami Presiden mengeluarkan Perpres tersebut sepanjang dimaknai hanya terkait Peraturan yang akan dikeluarkan oleh Menteri, Kepala Lembaga Non Kementerian, dan Kepala Lembaga Non Struktural yang dibentuk bukan atas amanat UU namun dibentuk melalui Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang-Undang seperti Perpres, Peraturan Menteri, dan lain sebagainya.
Namun penulis tidak dapat membayangkan dampak positifnya akan lebih banyak dibanding dampak negatifnya jika semua Rancangan Peraturan yang akan dikeluarkan LNS yang dibentuk atas amanat UU dan dinyatakan sebagai lembaga yang mandiri oleh UU, harus memerlukan persetujuan tertulis Presiden sebelum diundangkan dan diberlakukan.
Bisa kita bayangkan bagaimana dampaknya jika sebuah Rancangan Peraturan KPK memerlukan persetujuan Presiden sebelum diundangkan terhadap kemandirian KPK dalam proses pencegahan korupsi dan proses penegakan hukum atas para terduga korupsi.
ADVERTISEMENT
Bisa kita bayangkan bagaimana dampaknya jika sebuah Rancangan Peraturan KPU memerlukan persetujuan Presiden sebelum diundangkan terhadap kemandirian KPU dalam menjalankan proses Pemilu Legislatif, Pilpres, dan Pilkada.
Dan contoh-contoh yang lainnya terkait kemandirian sebuah lembaga LNS mandiri dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya jika proses Pengundangan Peraturan yang akan dikeluarkan memerlukan persetujuan tertulis dari Presiden.
*
Kemenkumham yang menyusun rancangan Perpres ini dan juga yang akan menjalankannya dalam proses Pengundangan sebuah Rancangan Peraturan Perundang-Undangan yang dikeluarkan oleh, khususnya, Lembaga Non Struktural mandiri yang dibentuk atas amanat UU, harus memberikan kepastian bahwa khusus untuk LNS mandiri yang dibentuk atas amanat UU tidak memerlukan persetujuan tertulis Presiden.
Termasuk dan tidak terbatas Komisi Informasi Publik (KIP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup tulisan ini, penulis kutip kembali pernyataan penulis diawal tulisan ini yang sekaligus merupakan jawaban penulis atas judul tulisan ini yang berupa pertanyaan:
"Penulis tidak yakin dan tidak mungkin Presiden bermaksud demikian dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden Terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga."